CAMPUR ADUK

Sunday, December 12, 2021

PEMIMPIN KOTA

Budi duduk di depan rumah, ya sedang baca koran dan juga menikmati minum kopi botolan dan juga gorengan. Abdul sampai di rumah Budi, ya Abdul memarkirkan dengan baik motor di depan rumah Budi. 

"Hari ini hari yang melelahkan," kata Abdul.

Budi berhenti baca koran, ya koran di taruh di meja.

"Nama juga Abdul berusaha dengan keras untuk mencapai masa depan yang baik untuk Abdul, ya pastinya melelahkan," kata Budi.

"Ya memang sih, ya semua demi masa depan yang aku ingin kan. Kaya dalam usaha yang aku jalankan dan segera menyatakan cinta sama Putri, ya tanda bukti aku benar-benar cinta sama Putri, ya benar-benar ingin menikahinya," kata Abdul.

"Sebagai teman yang baik, ya mendoakan Abdul, ya agar usaha Abdul tercapai dengan baik," kata Budi.

"Terima kasih....Budi atas doa!" kata Abdul.

"Emmmmm," kata Budi.

Abdul melihat foto di koran, ya koran itu pun di ambil.

"Ibu di foto di koran ini, ya sosok pemimpin di kota ini," kata Abdul.

"Memang sih. Ibu di foto di koran, ya sosok pemimpin kota ini," kata Budi menegaskan omongan Abdul.

Abdul pun menaruh koran di meja.

"Layaknya seorang ibu. Ya kaya ibu kita, ya Budi?!" kata Abdul.

"Maksudnya....membimbing dan mengarahkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, ya Abdul?!" kata Budi.

"Maksud ku itu, yang di omongin Budi!" kata Abdul. 

"Kalau putra salah, ya di nasehati dengan baik, ya agar tidak berbuat salah lagi. Kalau sudah benar, ya tetap ibu senang karena putra berjalan di jalan kebaikan," kata Budi. 

"Ibu yang di foto di koran, ya memimpin dengan baik kota ini, ya dari sudut pandangan kita...kan Budi?!" kata Abdul. 

"Memang sih dari sudut pandang kita, ya baik sih, ya ibu di foto koran cara  memimpin kota ini, ya baik. Karena ibu kita kan mengajarkan dengan baik, ya harus menghargai dan menghormati....pemimpin kota ini," kata Budi. 

"Kalau sudut lain, ya ada ini dan itu, ya namanya....hidup di antara orang banyak, ya ada yang baik dan buruk. Jadi bisa di bilang maklum lah," kata Abdul. 

"Ya memang maklum. Berarti. Ibu-ibu yang memimpin kota ini dan itu, ya sampai jadi presiden. Tetap kita hargai dan di hormati dengan baik," kata Budi. 

"Ibu-ibu yang menjadi pemimpin, ya telah kerja keras membangun negeri ini dengan baik," kata Abdul. 

"Memang negeri ini di bangun dengan baik," kata Budi. 

"Kalau ada masalah, ya segera di selesaikan dengan baik," kata Abdul. 

"Ya....sekedar obrolan lulusan SMA, ya beda dengan lulusan Universitas yang meneliti ini dan itu....tentang kepuasaan masyarakat pemimpin kota, ya sampai presiden lah, ya berdasarkan data di kumpulkan di masyarakat," kata Budi. 

"Memang sekedar obrolan lulusan SMA, ya beda dengan lulusan Universitas, ya kerjaannya meneliti ini dan itu," kata Abdul menegaskan omongan Budi. 

"Sudah ngobrolin...ibu yang di foto di koran, ya pemimpin kota Bandar Lampung, ya Ibu Eva!" kata Budi. 

"Ok...ok....ok. Lebih baik kita main catur!" kata Abdul. 

Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas meja. Eko pun sampai di rumah Budi, ya memarkirkan motor di depan rumah Budi. Budi dan Abdul yang ingin main catur, ya tidak jadi main catur, ya karena ada Eko. Jadi ketiganya main kartu remi, ya sambil menikmati makan gorengan dan kopi botolan lah. 

Saturday, December 11, 2021

HAPPY

Eko bersama saudaranya, ya nama Fadli, ya pergi PKOR, ya di daerah kota Bandar Lampung, ya menggunakan motornya. Singkat waktu sampai di PKOR. Langit gelap, ya ada bulan dan bintang di langit, ya Eko melihat keadaan itu dengan baik. Eko bener-bener, berada di PKOR, ya bersama ponakannya yang masih balita, ya bersama ayahnya juga, ya Fadli. Eko melihat dengan baik ponakan bermain di temanin ayahnya juga. Ponakan Eko, ya bermain dengan baik, ya ada permainan ini dan itu, ya bayar gitu, ya bisa di bilang sih pasar malam.

Ponakan Eko, ya bahagia banget, ya sama dengan anak-anak lain, ya bersama orang tua dan juga saudara. Semua anak-anak bahagia, ya penuh dengan keceriaan gitu. Eko, ya sempet beli minuman es dan juga makan kecil, ya sambil menikmati keadaan yang ramai dan penuh dengan keceriaan semua orang.

Ponakan Eko, ya di belikan es krim dan juga makan. Ketika Eko bertanya pada ponakan Eko "Happy". Ponakan Eko pun menjawab dengan baik "Happy".

Eko senang jawaban ponakannya...."Happy". Eko terus menemani ponakannya bermain ini dan itu, ya bersama ayahnya lah. Sampai waktunya...Eko memutuskan pulang, ya ponakannya pulang juga lah bersama ayahnya. Jadi meninggalkan PKOR lah, ya pake motor lah.

Seperti biasanya, ya Eko ada urusan main ke rumah Budi. Fadli bersama anaknya yang masih balita, ya pulang ke rumah. Eko dengan baik membawa motornya, ya ke rumah Budi. Singkat waktu. Fadli dan anaknya yang masih balita sampai di rumah, ya segera tidurlah karena hari memang sudah larut malem gitu. 

Eko sampai di rumah Budi, ya menaruh motor dengan baik di halaman depan rumah Budi, ya dengan baik. Ternyata Budi dan Eko, ya sedang main catur sambil menikmati minum kopi dan juga gorengan. Eko duduk memang dengan baik bersama teman-temannya.

"Eko gimana keadaan PKOR?!" kata Budi.

"Ya rame. Anak-anak penuh dengan ceria," kata Eko.

"Banyak mainan yang di jajakan dengan baik, ya otomatis anak-anak ceria, lah" kata Abdul.

"Makan dan minumannya juga enak!" kata Eko.

"Abdul...main caturnya di lanjutkan apa tidak? karena ada Eko. Ya biasa main kartu remi!" kata Budi.

"Main catur udahan saja. Ya seperti biasa main kartu remi!" kata Abdul.

"Ok!" kata Budi.

Budi dan Abdul membereskan catur dengan baik. Ya Budi mulai lah main kartu remi dengan baik...bersama Eko dan Abdul, ya sambil menikmati minum kopi dan juga gorengan lah. 

Friday, December 10, 2021

BUKAN HOAX

Budi duduk di depan rumah, ya sedang baca koran, ya sambil menikmati minum teh gelas dan juga makan gorengan. Eko sampai di rumah Budi, ya memarkirkan motornya dengan baik di depan rumah Budi. Eko pun duduk dengan baik di sebelah Budi.

"Eko....omongan Eko bener," kata Budi, ya sambil menaruh koran di meja.

"Omongan aku yang bener yang mana?!" kata Eko.

"Ya omongan di kala hujan, ya tentang banjir sih," kata Budi.

"Kalau omongan itu sih. Kan Budi duluan yang ngomongin tentang banjir," kata Eko.

"Memang sih aku duluan, ya sudah lah. Kita berdua saja yang ngomong," kata Budi.

"Kalau sama-sama ngomong tentang banjir, ya tidak ada masalah sih. Emmmmm yang aku mau tahu. Banjir terjadi di mana?!" kata Eko.

"Banjirnya terjadi di daerah perumahan sih, ya di daerah sekitar daerah kota Bandar Lampung, ya memang cerita masa lalu pernah di daerah perumahan itu pernah banjir, ya kala hujan. Proses waktu, ya di tanggulangi dengan baik di buat dengan baik saluran air yang menanggulangi banjir. Ketika saat ini, ya hujan kemarin. Hujannya memang turun sangat deras. Saluran air, ya tidak bisa menampung jumlah air, ya sampai meluap sih. Taludnya, ya di robohkan sama air sih, ya jadinya banjir sih," kata Budi.

"Ooooooo di daerah perumahan yang dulunya pernah jadi kawasan banjir. Dan sekarang terjadi lagi karena hujan deras dan juga talut di saluran air rusak toh," kata Eko.

"Memang....alam susah untuk di prediksi," kata Budi.

"Ya nama juga alam," kata Eko.

"Orang-orang di Badan Nasional Penanggulan Bencana, ya turun menanggulangi masalah banjir itu," kata Budi.

"Berarti sama dengan berita Tv. Tentang Badan Nasional Penangulan Bencana, ya sigap dalam menanggulangi masalah bencana, ya dari masalah yang kecil sampai masalah yang besar sih," kata Eko.

"Ya....kan aku dapetin beritanya dari koran," kata Budi. 

"Oooo dari koran. Kalau telah di tulis di koran, ya kemungkinannya bener lah. Namanya juga berita," kata Eko. 

"Orang-orang di Badan Nasional Penanggulan Bencana....ternyata kerja keras menanggulangi masalah ini dan itu, ya berkaitan dengan urusan bencana sih," kata Budi. 

"Bagus lah...kalau orang-orang di Badan Nasional Penanggulan Bencana, ya kerja keras menanggulangi masalah ini dan itu, ya yang berkaitan bencana, ya demi kebaikan masyarakat yang terkena bencana sih. Tolong-menolong bisa di bilang begitu sih," kata Eko menegaskan omongan Budi. 

"Ooooiya. Omongan kita tidak jadi hoax kan Eko?!" kata Budi. 

"Omongan kita tidak jadi hoax, ya karena ada bukti kejadian banjir, ya bisa di bilang banjir kecil, ya di tulis di koran lagi," kata Eko. 

"Kalau begitu....lebih baik kita main catur saja!" kata Budi. 

"Ok...main catur!" kata Eko. 

Budi, ya mengambil papan catur di bawah meja dan di taruh di atas papan catur. Saat Budi dan Eko mau menyusun bidak catur di atas papan catur. Ya Abdul dateng ke rumah Budi, ya memarkirkan dengan baik motor di depan rumah Budi. Abdul duduk bersama Eko dan Budi. Eko dan Budi yang ingin main catur, ya tidak jadi karena ada Abdul. Jadi ketiganya main kartu remi dengan baik. 

HUJAN

Budi dan Eko duduk di depan rumah Budi, ya sambil makan gorengan dan minum kopi. Keadaan memang hujan sih, ya jadinya minum kopi yang masih panas, ya menghangatkan tubuh dan juga gorengan masih anget lagi sih, ya jadinya sip....mengurangi keadaan dingin karena hujan.

"Hujan. Jika jumlah air hujan yang turun dari langit banyak banget ke tanah, ya pastinya dapat menciptakan banjir, ya kan Eko?!" kata Budi.

"Ya iya lah. Contoh : berita di Tv saja tentang banjir!" kata Eko.

Eko mengambil tahu goreng di piring, ya di makan dengan baik tahu goreng lah. 

"Gimana dengan berita banjir di daerah sekitar kota Bandar Lampung....ada apa enggak?!" kata Budi.

Budi mengambil tahu goreng di piring, ya di makan dengan baik tahu goreng. 

"Kalau itu...sih mana aku tahu. Kan aku bukan wartawan. Kalau wartawan tahu berita tentang banjir di sekitar daerah sini dan situ, ya tahu banjir kecil sampai besar, " kata Eko.

"Iya sih. Eko bukan wartawan. Jadinya aku salah nanya deh tentang berita banjir di daerah sekitar daerah sini kota Bandar Lampung," kata Budi. 

Budi mengambil gelas berisi kopi, ya di meja dan minum dengan baik lah kopi. 

"Kalau di lihat dari musih hujan, ya keadaan kita ini melihat hujan yang turun dari langit. Ya kemungkinan sih......ada sih banjir di daerah sekitar daerah kota Bandar Lampung. Kemungkinan!" kata Eko. 

Eko mengambil gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik lah kopi. Budi menaruh gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik. 

"Jadi kemungkinan itu ada, ya Eko?!" kata Budi. 

Eko menaruh gelas berisi kopi di meja lah. 

"Mungkin.....banjir kecil," kata Eko. 

"Kok....banjir kecil?!" kata Budi. 

"Ya kan sekedar obrolan kita saja, ya kan Kemungkinan. Bilang banjir kecil. Kalau banjir besar, ya bisa heboh kaya berita di Tv. Ya banjir kecil....contohnya : saluran air mampet, gara-gara sampah, ya jadinya banjir atau saluran air, ya bisa saja rusak karena keadaan ini dan itu, ya jadinya banjir," kata Eko. 

"Iya juga ya...kan kemungkinan. Ya lebih baik banjir kecil saja. Sekedar obrolan. Kalau banjirnya tidak ada, ya bisa di bilang...omongan kita, ya bilang hoax, ya masih ngetren sih....kata hoax itu," kata Budi. 

"Mau di bilang hoax juga tidak ada masalah. Yang tahu kan aku dan Budi saja kan!" kata Eko. 

"Eko....ada tahu obrolan kita. Malaikat mencatat amal baik dan buruk kita. Setan. Tuhan Yang Maha Kuasa," kata Budi. 

"Kalau itu sih tidak perlu di omongin. Semua orang yang belajar ilmu agama, ya tahu semuanya," kata Eko. 

"Jadi...gimana omongan tentang banjir di sekitar daerah kota Bandar Lampung, ya banjir kecil gitu?!" kata Budi. 

"Ya sudah di bilangin....sekedar obrolan saja kan!" kata Eko. 

"Ya deh sekedar obrolan saja. Tapi kemungkinan pasti ada sih. Nama juga alam tidak bisa di prediksi," kata Budi. 

"Ya lebih baik main catur saja!" kata Eko. 

"Ok...main caturnya!" kata Budi. 

Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh atas meja. Budi dan Eko, ya menyusun bidak catur di atas papan catur. 

"Mungkin....kalau ada orang yang dengerin omongan kita, ya di maklumi sekedar obrolan di kala hujan kan Eko?!" kata Budi. 

"Kemungkinan di maklumi dengan baik lah, ya sekedar obrolan di kala hujan gini!" kata Eko menegaskan omongan Budi. 

Budi dan Eko main catur dengan baik. 

Wednesday, December 8, 2021

TENTANG KEMATIAN

Eko dan Budi duduk di depan rumah Eko sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan.

"Apakah manusia sadar dirinya bahwa dirinya telah mati?!" kata Budi.

"Budi dapet dari mana kata-kata itu?!" kata Eko.

"Dari artikel sih Eko!" kata Budi.

"Artikel toh!" kata Eko.

"Kata di artikel....sih. Manusia tidak sadar bahwa dirinya mati, ya seakan-akan sedang bermimpi buruk. Padahal dirinya manusia itu telah di tangisi sama keluarganya karena diri manusia itu meninggal dunia. Manusia itu di kafani dengan baik dan di kuburkan dengan baik," kata Budi. 

"Nama juga artikel. Mengolah dari sudut ini dan itu!" kata Eko. 

"Jadi....gimana pendapat Eko, ya tentang apakah manusia sadar dirinya bahwa dirinya telah mati?!" kata Budi.

Budi mengambil gelas berisi kopi di meja dan di minum dengan baik kopi lah. 

"Ya...pendapat ku sih. Manusia yang belajar ilmu akherat, ya sebenarnya manusia itu tahu bahwa dirinya pasti mati, ya tidak bisa hidup selamanya di muka bumi. Maka itu, manusia yang belajar ilmu akherat membimbing dirinya dengan baik, ya di jalan kebaikan demi dirinya, keluarga dan orang lain," kata Eko.

Eko mengambil gelas berisi kopi di meja di minum dengan baik kopi lah. Budi menaruh gelas berisi kopi di meja. 

"Jadi setiap manusia belajar ilmu akherat....manusia tahu dirinya akan mati, ya tidak bisa hidup selamanya di muka bumi ini," kata Budi, ya menegaskan omongan Eko.

Eko menaruh gelas berisi kopi di meja lah. 

"Keputusan yang di tetapkan Tuhan, ya di sebut Takdir," kata Eko. 

"Takdir. Ya memang sih Takdirnya manusia yang hidup di muka bumi ini, ya pastinya kematian itu menghampiri manusia dengan berbagai jenis kematian yang ini dan itu," kata Budi. 

"Sebagai contoh yang tepat dalam keadaan sekarang ini, ya bencana saja. Berita di Tv, ya ceritanya, ya ada tentang kematian. Jadi semua sudah Takdir yang di putuskan Tuhan Pencipta Alam Semesta," kata Eko. 

"Contoh yang di omongin Eko tepat lah sekali. Ya sudahlah tidak perlu membahas lebih jauh tentang artikel itu. Lebih baik main catur saja!" kata Budi. 

"Ok....main catur saja!" kata Eko. 

Eko mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas meja papan catur. Eko dan Budi, ya menyusun bidak catur di atas papan catur. Keduanya main catur dengan baik. 

GHIBAH

Budi dan Eko duduk di depan rumah Budi, ya sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan lah. 

"Kemarin-kemarin aku menghadiri acara di daerah sini, ya tidak sengaja mendengarkan dua orang tua yang sedang bicara, ya pake bahasa daerah Lampung sih, ya sambil asik merokok gitu. Yang enggak abis pikirkan, ya masih kebiasaan orang Lampung....kalau ngomongin orang dengan pake bahasa daerah Lampung gitu," kata Budi.



"Ghibah," kata Eko.

"Maksudku....itu......ghibah!" kata Budi.

"Nama juga manusia. Ada manusia yang baik dan ada manusia yang buruk," kata Eko.

"Memang sih...aku paham omongan Eko. Nama juga manusia. Masalahnya kan....yang ngomong orang tua dan juga RT lagi. Seharusnya orang tua jadi contoh yang baik untuk pemuda. Ini malah menunjukkan tidak benar. Apalagi asik ngerokok dua orang tua itu, ya padahal ada anak kecil gitu acara tersebut. Menciptakan polusi udara saja dua orang tua yang asik ngobrol pake bahasa daerah Lampung," kata Budi.

"Susah itu mah urusan dengan orang tua seperti itu. Kebiasaan dari muda sampai tua, ya kebiasaan buruk tidak bisa di buang, ya sampai di turunkan ke anak. Sifat ego-egonya manusia yang susah di bimbing jadi baik," kata Eko.

"Aku...yang jadi pemuda, ya berusaha berjalan di jalan yang baik, ya hanya bisa menghelakan nafas dan menunduk kepala dengan baik, ya melihat dua orang tua yang tidak bisa berpikir dua kali," kata Budi.

"Benar kata orang-orang. Belajar ilmu agamanya, ya tidak di pahami dengan baik. Ya jadinya seperti dua orang tua yang ngobrol pake bahasa daerah Lampung, ya ngomongin orang yang ini dan itu, ya agar orang lain tidak tahu. Padahal di pendidikan sekolah di ajarkan bahasa daerah Lampung, ya otomatis tahu lah....obrolannya orang-orang Lampung yang pake bahasa daerah Lampung," kata Eko.

"Bener omongan Eko. Dua orang tua itu, ya tidak bisa memahami ilmu agama. Mau menasehati...juga, ya kita pemuda....jadi males ngurusin dua orang tua yang ego ini dan itu, ya sifat suku Lampungnya di jalankan dengan baik karena merasa pribumi asli di tanah Lampung," kata Budi.

"Sudah ah Budi ngomongin itu. Lebih baik main catur saja!" kata Eko.

"Ok..main catur!" kata Budi.

Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas meja papan catur. Budi dan Eko, ya menyusun dengan baik bidak catur di atas meja.

"Kita....ini termasuk ngomongin orang kan Eko?!" kata Budi.

"Iya," kata Eko.

"Jadi kita ini....cukup menyadarkan kesalahan kita, ya berusaha untuk terus berjalan dengan baik, ya memahami ilmu agama dan di jalankan dengan baik," kata Budi.

"Ya iya lah....ibadah dengan baik dan juga saling menasehati satu dengan lain. Jadinya tetap berjalan dengan baik lah," kata Eko.

"Sudah jadi baik. Maka kita jadi contoh semua orang kan Eko?!" kata Budi.

"Iya," kata Eko.

"Ya sudahlah....fokus main catur!" kata Budi.

"Ok!" kata Eko.

Eko dan Budi, ya msin catur dengan baik. 

Tuesday, December 7, 2021

SUASANA HATI

Budi di halaman depan rumahnya, ya  mengambil pecahan genteng, ya di susun dengan baik sama Budi di lantai, ya menjadi bentuk yang di ingin kan Budi, ya cinta gitu. Keadaan Budi, ya nongkrong di halaman depan rumah, ya main pecahan genteng. 

"Cinta," kata Budi.

Budi terus mengamati dengan baik pecahan genteng berbentuk cinta. Eko sampai di rumah Budi, ya memarkirkan motornya dengan baik di halaman depan rumah Budi.

"Eko dateng," kata Budi.

Eko menghampiri Budi, ya melihat pecahan genteng yang di bentuk jadi cinta gitu. 

"Budi sedang main apa?!" kata Eko.

"Sekedar saja, ya suasana hati.....ingin membentuk pecahan genteng jadi bentuk cinta," kata Budi. 

"Oooooo sekedar suasana hati toh," kata Eko. 

Eko dan Budi duduk dengan baik di depan rumah, ya keduanya sambil menikmati minum teh gelas dan juga gorengan. 

"Eko," kata Budi. 

"Apa?!" kata Eko. 

"Enak kali ya......makan yang di buat sama cewek yang di sukai?!" kata Budi. 

"Ya memang enak sih. Makanan yang di buat cewek yang di sukai. Ya aku pernah mencobain makanan yang di buat Purnama. Rasa cinta Purnama, ya pada ku, ya di tunjukkan pada makanan yang di buatnya," kata Eko. 

"Kalau Eko sih enak, ya merasakan makanan buatan Purnama, ya di buat dengan rasa cinta. Sedang aku, ya belum pernah sih merasakan makanan di buat oleh cewek yang aku sukai," kata Budi. 

"Ya....aku sih maklum dengan Budi yang belum dapet cewek yang di sukai. Budi tidak boleh menyerah mendapatkan cewek yang Budi sukai!" kata Eko. 

"Aku memang tidak menyerah mendapatkan cewek yang di sukai. Tapi kan ada cewek yang benar-benar menolak pernyataan suka cowok pada cewek. Ya jadinya pertengkaran gitu," kata Budi. 

"Kayanya itu sinetron....Budi?!" kata Eko. 

"Bisa jadi sih!" kata Budi. 

"Ya....cowok di tolak cewek. Kalau cowoknya bener-bener cinta sama cewek yang di sukai, ya tidak pernah pantang menyerah lah. Ceweknya, ya bisa di luluhkan dengan baik. Cowok bisa mendapatkan cinta cewek yang di sukainya," kata Eko. 

"Jadinya kisah cinta yang menarik ya....Eko?!" kata Budi. 

"Ya begitulah!" kata Eko. 

Eko dan Budi, ya mengambil gorengan di piring, ya di makan dengan baik lah. 

"Kalau cewek yang di sukai....berulang tahun. Eko berbuat apa?!" kata Budi. 

"Cewek yang aku sukai berulang tahun. Aku berbuat apa ya? Paling aku merayakannya dengan sederhana, ya mengajak makan di restoran saja, ya itu pun sudah cukup!" kata Eko. 

"Oooooo di rayakan sederhana toh. Aku juga ingin kaya Eko, tapi belum dapet cewek yang aku sukai," kata Budi. 

Budi dan Eko, ya mengambil teh gelas di meja, ya di minum dengan baik lah. Lalu setelah minum, ya teh gelas di taruh di meja lah. 

"Main catur saja....Budi!" kata Eko. 

"Ok....main catur!" kata Budi. 

Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas meja lah. Budi dan Eko menyusun dengan baik bidak catur di atas papan catur. 

"Informasi.....begitu cepat sekarang ini karena di pengaruhi oleh kemajuan dari teknologi kan....Eko?!" kata Budi. 

"Ya iyalah. Contohnya : berita di Tv, ya tentang bencana ini dan itu. Ya jadi obrolan masyarakat yang ini dan itu," kata Eko. 

"Sekedar bahan obrolan saja kan....Eko?!" kata Budi. 

"Ya sekedar bahan obrolan saja!" kata Eko. 

"Ya sudahlah fokus main catur!" kata Budi. 

"Emmmmm!" kata Eko. 

Eko dan Budi, ya main catur dengan baik. 

Monday, December 6, 2021

PASAR

Budi dan Eko duduk di depan rumah, ya sambil menikmati kopi dan juga gorengan.

"Hidup ini sementara. Jadi menikmati hidup ini dengan baik, ya di jalan kebaikan, ya kan Eko?!" kata Budi.

Budi mengambil gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik kopi lah. 

"Ya memang hidup sementara, ya hidup harus di nikmati dengan baik.....bagi yang ingin di jalan kebaikan," kata Eko.

Eko mengambil gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik lah kopi. Budi menaruh gelas berisi kopi di meja. 

"Iya juga ya. Bagi yang ingin di jalan kebaikan. Kan polisi masih ada, ya jadi kejahatan, ya masih ada. Berarti masih ada manusia berjalan di jalan keburukan....demi merugikan manusia yang lain. Kalau lebih jelasnya sih....acara Tv tentang kriminal ini dan itu," kata Budi.

Eko menaruh gelas berisi kopi di meja. 

"Acara Tv tentang polisi menangkap penjahat, ya realita kehidupan ini dan itu. Bagus juga sih....acara Tv-nya," kata Eko.

"Kalau begitu main catur saja...Eko!" kata Budi. 

"Ok....main catur saja!" kata Eko. 

Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh lah papan catur di atas meja. Budi dan Eko menyusun dengan baik bidak catur di atas papan catur. 

"Pasar," kata Budi. 

"Ada apa dengan pasar?!" kata Eko. 

"Aku pulang ke rumah, ya lewat pasar sih. Aku melihat dengan baik pasar, ya perubahan ini dan itu," kata Budi. 

"Pasar. Tempat pertemuan penjual dan pembeli. Siklus jual beli berjalan dari dulu sampai sekarang," kata Eko. 

"Memang sih pasar itu tempat pertemuan penjual dan pembeli. Silih berganti....kehidupan di jalankan manusia, ya sampai bangunan ini dan itu, ya semua demi kelangsungan hidup," kata Budi. 

"Orang pasar tipe pekerja keras, ya beda dengan orang-orang yang kerja di kantor, ya apalagi kantor pemerintahan," kata Eko. 

"Omongan Eko....mengarah pada kritik...kan itu!" kata Budi. 

"Aku cuma lulusan SMA. Emangnya omongan aku di dengerin sama orang-orang yang bergelar sarjana yang duduk di kantor swasta sampai pemerintahan?!" kata Eko. 

"Memang aku dan Eko...lulusan SMA, ya kurang di dengerin sama orang-orang gelar sarjana, ya karena kelas berbeda gitu, ya keilmuan gitu. Tapi kalau sudah mengarah pada urusan politik, ya pemilu, ya....omongan lulusan SMA seperti kita, ya di dengerin juga sama orang-orang bergelar sarjana," kata Budi. 

"Memang sih. Kalau urusan sudah berkaitan dengan politik, ya sampai pemilu....ya lulusan SMA di denger juga sih," kata Eko. 

"Pergerakan ini dan itu, ya masih urusan politik dan pemilu. Ya berarti masih banyak orang-orang yang haus dengan kedudukan di pemerintahan, ya jadi pemimpin dan merasa mampu memperbaiki ini dan itu dan mengatur ini dan itu, ya agar pemerintahan berjalan dengan baik," kata Budi. 

"Nama juga manusia, ya impiannya ingin menjadi pemimpin," kata Eko. 

"Oiya.....orang pasar itu, ya tipe pekerja keras, ya bisa di bilang sama dengan Abdul....kan Eko?!" kata Budi. 

"Abdul, ya bisa di bilang orang pasar, ya tipe pekerja keras sih....membangun usahanya dengan baik, ya tujuan kaya sih," kata Abdul. 

"Persaingan terjadi kan Eko?!" kata Budi. 

"Persaingan sih bisa di bilang persaingan dengan jujur sih. Ya kata orang tua, ya rezeki...rezekian, nasif dari garis rezeki yang di tetapkan Tuhan, ya di usahakan dengan baik," kata Eko. 

"Kalau ada yang buruk, ya pedagang yang kelakuaannya buruk gimana....Eko?!" kata Budi. 

"Ya....kalau begitu sih, ya susah di omongin lah. Kaya cerita acara Tv, ya bisa di bilang sinetron sih. Tentang pedagang yang mencari untung besar dari barang dagangannya, ya tapi cara ya menipu pembelinya dari barang dagangannya, ya contohnya : cabe yang di palsukan, ya di warnai....tanda mateng itu cabe," kata Eko. 

"Memang susah di omongin sih. Dan juga, ya sinetron itu jadi contoh yang baik menunjukkan kelakuan buruk manusia yang ini dan itu. Bagi manusia yang belajar dari contoh yang di tunjukkan di acara Tv, ya sinetron, ya berarti.......membimbing dirinya untuk menjadi manusia yang baik lah, ya tidak boleh merugikan orang lain. Yang baik itu, ya saling menguntungkan lah!" kata Budi. 

"Ya memang sih, ya baik itu.....saling menguntungkan itulah yang baik!" kata Eko. 

"Ya...sudahlah tidak perlu di bahas lebih jauh, ya lebih baik fokus main catur!" kata Budi. 

"Ok!" kata Eko. 

Eko dan Budi, ya main catur dengan baik. 

Friday, December 3, 2021

GUBUK DERITA

Budi dan Eko duduk di depan rumah Budi, ya sambil menikmati minum kopi dan juga gorengan.

"Gubuk derita," kata Budi.

"Ada apa dengan gubuk derita?!" kata Eko.

"Zaman sekarang ini. Hidup di kota. Ya terlihat bermacam-macam bangunan rumah yang ini dan itu......pokoknya rumahnya sesuai rencana manusia, ya di buat gedong gitu. Aku teringat lagu gubuk derita dan juga tentang rumahnya orang miskin, ya gubuk sih," kata Budi.

Budi mengambil gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik kopi lah. 

"Nama juga ruang lingkup di kehidupan sehari-hari dari orang kaya sampai miskin," kata Eko.

Eko mengambil gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik kopi lah. Budi menaruh gelas berisi kopi, ya di meja lah. 

"Orang miskin yang hidup di gubuk derita, ya kalau masak masih pake kayu," kata Budi.

Eko menaruh gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik kopi lah. 

"Kaya acara Tv yang menceritakan masak ini dan itu, ya pake tungku sih," kata Eko.

"Hasil makan yang di masak pake tungku, ya enak juga sih," kata Budi.

"Orang desa hidup di gubuk derita masih mau. Karena cinta sih," kata Eko.

"Tapi kan kalau orang kaya, ya mana mau hidup di gubuk derita. Ya terbiasa hidup enak ini dan itu," kata Budi.

"Maka itu Budi. Carilah cewek yang bisa di ajak susah dan senang. Jangan cari cewek yang ingin seneng saja!" kata Eko.

"Omongan Eko sih, ya ada bener sih. Cari cewek itu, ya bisa di ajak susah dan senang. Jangan cari cewek yang inginnya seneng saja, ya cewek kaya raya sih," kata Budi menegaskan omongan Eko. 

"Mengikuti maunya cewek kaya itu, ya jadi kelimpungan banget sih, ya enggak Budi?!" kata Eko. 

"Ya begitulah. Karena harus menyesuaikan derajatnya sih," kata Budi. 

"Main catur saja!" kata Eko. 

"Ok....main catur!" kata Budi. 

Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas meja papan catur. Budi dan Eko, ya menyusun bidak catur di atas papan catur. 

"Eko. Liburan. Main ke pantai," kata Budi. 

"Liburan. Boleh sih main ke pantai. Ya ngajak Abdul juga kan?!" kata Eko. 

"Ya iyalah ngajak Abdul juga," kata Budi. 

"Main ke pantai. Berenang dan juga mancingkan Budi?!" kata Eko. 

"Iya Eko. Berenang dan mancing," kata Budi. 

Budi teringat gubuk di pinggir pantai. 

"Eko....di pinggir pantai, ya ada gubuk kan?!" kata Budi. 

"Ada sih. Tempat yang di sediakan pengelola pantai, ya sampai penginapan. Tujuannya tradisional sih, ya tetap ada moderen juga," kata Eko. 

"Daya tarik, ya kan Eko?!" kata Budi. 

"Iya daya tarik," kata Eko. 

"Kadang orang kaya, yang menghilangkan rasa stresnya hidup di kota, ya main ke pantai dan tinggal di penginapan yang di kelola pantai," kata Budi. 

"Maka itu, ya pengola pantai menyiapkan segala fasilitas yang ini dan itu, ya tujuannya membuat senang pengunjung dan rasa stresnya hilang," kata Eko. 

"Konsep sederhana dalam menjalankan hidup itu lebih baik, ya kan Eko?!" kata Budi. 

"Iya. Konsep sederhana menjalankan hidup lebih baik!" kata Eko menegaskan omongan Budi. 

"Gubuk derita, ya sudahlah. Lebih baik fokus main catur!" kata Budi. 

"Ok!" kata Eko. 

Eko dan Budi, ya main catur dengan baik. 

Wednesday, December 1, 2021

MENIKMATI MAKAN BAKSO

Budi dan Eko duduk di depan rumahnya Budi, ya sedang main catur sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan. Abdul mau ke rumah Budi, ya biasa main sih. Abdul pun membawa motornya dengan baik. Tiba-tiba hujan turun. Abdul pun memutuskan untuk ngiyup di sebuah mesjid. Kebetulan juga azan di kumandang kan.

"Sholat isya," kata Abdul.

Abdul pun mengambil wudu dan melaksanakan sholat berjamaah beserta pengurus mesjid dan warga yang me jalankan ibadah di mesjid. Sholat berjalan dengan khusuk banget, ya sampai selesai. Hujan masih belum berhenti. Abdul masih menunggu hujan berhenti, ya Abdul memutuskan untuk membaca Al Qur'an. Abdul mengambil kitab AL Qur'an di rak, ya segera di baca dengan baik AL Qur'an. Budi dan Eko, ya tetap jojong duduk di depan rumah, ya main catur, ya keadaan masih hujan.

Di tunggu hujan berhenti dengan sabar, ya pada akhirnya hujan pun berhenti. Abdul pun berhenti baca AL Qur'an dan kitab AL Qur'an di taruh di rak. Abdul keluar dari mesjid dan segera mengendarai motornya dengan baik. Ya tujuan Abdul ke rumah Budi. Abdul teringat dengan bakso yang heboh di berita yang perkara ini dan itu, ya bakso sony gitu. Abdul mampir di tempat jual bakso, ya bakso sony. Abdul memesan tiga bungkus bakso, ya segera di siapkan sih sama pegawai yang kerja di bakso sony. Abdul melihat keadaan bakso sony.

"Apa bener berita tentang bakso sony. Kenyataannya...para pelanggan yang menyukai bakso sony, ya jojong saja, ya tidak begitu menganggap berita tentang bakso sony yang perkara ini dan itu," kata hati Abdul. 

Pesanan Abdul telah di siapkan dengan baik sama pegawai bakso sony, ya segera di bayar dengan baik bakso pesan itu. Abdul setelah membeli bakso, ya meninggalkan tempat tersebut dengan baik, ya membawa motornya dengan baik menuju rumah Budi. 

Beberapa saat kemudian Abdul sampai di rumah Budi, ya Abdul memarkirkan motornya dengan baik di depan rumah Budi. Abdul pun menawarkan bakso sony pada Budi dan Eko. Ya Eko dan Budi antusias banget kalau urusan makan, ya seperti masa SMA sampai sekarang ketiganya telah kerja dengan jalan masing-masing meraih masa depan yang di inginkan dan juga harapan ke depannya, ya kaya raya. 

Budi masuk ke dalam rumah, ya langsung ke dapur untuk mengambil mangkok. Ya mangkok pun di bawa ke depan rumah sama Budi. Makok pun di serahkan sama Budi ke Abdul dan Eko. Ketiga segera membuka bungkus bakso dan di taruh di mangkok dengan baik. 

"Bakso yang Abdul beli....bakso siapa?!" kata Budi. 

"Bakso sony yang beritanya perkara ini dan itu," kata Abdul. 

"Bakso sony toh. Yang penting menikmati bakso sony yang enak ini. Berita tentang bakso sony yang perkara ini dan itu, ya aku tidak peduli....cuma lulusan SMA!" kata Budi. 

"Nama juga urusan orang. Kita kan hanya penikmat bakso, ya apalagi bakso gratis dari Abdul!" kata Eko. 

"Yang penting nikmati bakso yang enak ini!" kata Abdul. 

"Ya," kata Budi. 

"Emmmmm," kata Eko. 

Eko, Budi dan Abdul menikmati makan bakso sony yang enak, ya sampai mangkok kosong. Setelah makan bakso, ya ketiganya sepakat main kartu remi, ya sambil menikmati minum kopi dan juga gorengan masih ada sih. 

Monday, November 29, 2021

MAKAN MALAM DI RESTORAN

Eko ke rumah Heru untuk minjem mobil sih. Heru kan anak orang kaya, ya yang kaya orang tuanya lah. Eko dan Heru berteman baik lah dari kecil sampai dewasa, ya satu pengajian gitu. Kalau urusan pendidikan sih, ya jalan masing-masing untuk meraih masa depan. Heru sebagai teman yang baik, ya minjemin mobil ke Eko.

Eko membawa mobil dengan baik ke rumah Purnama, ya tujuannya ngajak makan di restoran. Sampai di rumah Purnama. Ya Purnama masuk ke mobil bersama adiknya, ya menemanin Purnama. Eko membawa mobil dengan baik ke restoran, ya sebut saja nama restorannya alun-alun.

Sampai di restoran. Eko bersama Purnama dan juga adiknya, ya segera makan malam di restoran. Sambil menikmati makan dan minuman, ya suasana memang nyaman sih dan juga ada live musik juga sih. Eko mengamati semuanya dengan baik. 

"Pelayanannya bagus restoran ini," kata hati Eko. 

Eko terus menikmati makan dan minum, ya begitu dengan Purnama dan juga adiknya. Sedangkan Budi dan Abdul sedang duduk santai di rumah Budi, ya sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan. 

"Eko tidak bisa main ke sini, ya Budi?!" kata Abdul. 

"Ya Eko tidak bisa main ke sini, ya ada kencan sama Purnama. Makan malam di restoran gitu," kata Budi. 

"Wiiiii....gaya orang kaya makan malem di restoran. Biasanya makan di pinggir jalan," kata Abdul. 

"Nama juga urusan cinta. Ya kadang di buat spesial gitu demi hubungan di jalin dengan baik gitu," kata Budi. 

"Urusan cinta, ya terkadang di buat spesial sih demi hubungan di jalin dengan baik," kata Abdul menegaskan omongan Budi. 

"Eko bawa mobil, ya demi Purnama," kata Budi. 

"Bawa mobil. Mobil siapa yang di bawa?!" kata Abdul. 

"Heru, ya teman kita. Teman pengajian," kata Budi. 

"Ooooo.....orang tua Heru itu penggurus mesjid, ya kan Budi?!" kata Abdul. 

"Iya lah," kata Budi. 

"Memang Heru, ya anak orang kaya lah," kata Abdul. 

"Iya," kata Budi. 

"Aku juga ingin ngajak Putri...makan malam ke restoran," kata Abdul. 

"Putri di Jakarta. Abdul di Bandar Lampung, ya mana bisa lah!" kata Budi. 

"Memang keadaannya begitu sih. Tapi masa sekolah SMA, ya aku pernah makan bersama Putri di kantin," kata Abdul. 

"Kalau itu sih. Aku, Eko dan Erwin, ya ikutan makan di kantin, ya nemenin Abdul yang ingin dekat sama Putri," kata Budi. 

"Moment itu berkesan," kata Abdul. 

"Memang sih berkesan. Ya kalau di pikir-pikir aku ingin juga kaya Eko. Ya makan malam di restoran bersama cewek yang aku sukai," kata Budi. 

"Kenyataannya....Budi?!" kata Abdul. 

"Kenyataan tetap kenyataan, ya belum ada sih," kata Budi. 

"Kalau begitu, ya sudah ngobrolin ingin kencan dengan cewek dan makan malam di restoran. Lebih baik main catur!" kata Abdul. 

"Ok main catur!" kata Budi. 

Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas meja sih papan catur. Budi dan Abdul menyusun dengan baik bidak catur di atas papan catur. Ya keduanya main catur dengan baik, ya sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan. Sedang Putri yang berada di Jakarta. Putri, ya sedang makan malam di restoran bersama teman-temannya kuliah lah, ya cewek lah. Sedangkan Erwin, ya berada di Jakarta. Erwin di dalam kamarnya sedang asik mengetik di leptopnya, ya mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. 

Beberapa saat kemudian, ya urusan makan malam di restorannya Eko bersama Purnama beserta adiknya Purnama juga sih, ya selesai makan malam di restoran. Eko mengantarkan Purnama pulang bersama adiknya. Ya Eko membawa mobil dengan baik sampai di rumah Purnama. 

Makan malam, ya berkesan baik antara Eko dan juga Purnama sih. Ya Eko pun meninggalkan rumah Purnama. Ya Eko membawa mobil dengan baik, ya mengembalikan mobil ke Heru, ya nama juga mobil pinjaman. 

Setelah mobil sudah di kembali kan ke Heru, ya Eko pulang ke rumahnya dengan motornya.Ya Eko dengan perasaan senang karena urusan kencannya bersama Purnama sukses. 

BUNGA YANG SUSAH UNTUK DI LUPAKAN

Eko duduk di depan rumah, ya sedang baca koran, ya sambil menikmati minum teh gelas dan juga makan gorengan. Budi sampai di rumah Eko, ya memarkirkan motor dengan baik di depan rumahnya. Budi pun duduk di sebelah Eko.

"Asik baca koran....Eko?!" kata Budi.

Eko menghentikan baca korannya dan koran di taruh di meja. 

"Santai-santai lebih baik baca koran. jadi tahu infomasi ini dan itu dari koran," kata Eko. 

"Aku mengerti omongan Eko," kata Budi. 

Budi teringat dengan cerpen yang ia baca di koran, ya baca ya di rumah Budi lah. 

"Bunga yang susah untuk di lupakan," kata Budi. 

Eko mendengarkan omongan Budi, ya merasa aneh sih. 

"Budi....ada masalah?" kata Eko. 

"Ya aku tidak ada masalah sih," kata Budi. 

"Oooo tidak ada masalah toh. Jadi omongan Budi yang tadi, ya bunga yang susah untuk di lupakan?!" kata Eko. 

"Cerita cerpen....Eko!" kata Budi. 

"Oooooo cerita cerpen toh!" kata Eko. 

"Cewek kalau di sukai dengan benar-benar susah untuk di lupakan," kata Budi. 

"Memang sih. Cewek kalau benar-benar di sukai, ya susah untuk di lupakan," kata Eko. 

"Jadi bener toh!" kata Budi. 

"Cerita...cerpen gimana ceritanya Budi!" kata Eko. 

"Aku ceritakan cerpen, ya Eko. Ceritanya tentang seorang cewek bernama Tiara Rahmadani di panggilannya Rara," kata Budi. 

Eko langsung memotong omongan Budi "Tunggu dulu. Kok nama tokoh cewek ya nama artis penyanyi dangdut, ya Rara gitu. Emang cerita cerpen itu beneran nama tokohnya artis Rara?!" 

"Eko. Sebenarnya sih. Tokoh ceweknya nama kurang populer, ya jadi aku ganti dengan tokoh yang populer, ya artis gitu. Kan mau-mau aku bercerita...kan Eko!" kata Budi. 

"Ya sudahlah terserah Budi lah!" kata Eko. 

"Aku lanjutkan ceritanya. Rara sosok cewek yang baik. Rara kuliah di salah satu di Universitas ternama. Bertemulah Rara dengan Dono. Ya awalnya berteman baik sih. Dono punya teman akrab, ya Kasino dan Indro lah. Hubungan Dono dan Rara dari pertemanan sampai terjalin kisah cinta. Rara ternyata di jodohkan sama cowok pilihan orang tuanya, ya nama cowok itu Gunawan. Dono berusaha mempertahankan hubungan dengan Rara. Tapi ternyata, ya harus gagal sih. Rara memilih putus dengan Dono karena Rara tidak ingin jadi anak durhaka yang menentang orang tua. Dono menerima putus dengan Rara. Ya Rara pun menikah dengan Gunawan. Dono, ya tidak dateng di pernikahan Rara. Dono terus menjalankan hidupnya dengan baik. Sampai 2 tahun berlalu. Dono bertemu dengan Rara lagi di sebuah taman, ya tidak sengaja gitu. Ya Rara sudah punya anak dari pernikahan dengan Gunawan. Dono dan Rara, ya sekedar berbicang-bincang selayaknya teman saja. Obrolan singkat saja sih, karena Dono masih banyak urusan. Saat Dono meninggalkan Rara, ya Dono berkata "Bunga yang susah untuk di lupakan"...... Begitulah ceritanya Eko!" kata Budi menceritakan cerita cerpen dengan baik. 

"Begitu ceritanya. Tapi kenapa cerita biasa alur ceritanya ya?!" kata Eko. 

"Kan cuma poin dari cerita cerpen saja, ya tidak di ceritakan intrik ini dan itu yang luar biasa kaya film dan sinetron gitu!" kata Budi. 

"Oooooo poin saja toh!" kata Eko. 

"Gimana cerita cerpennya?!" kata Budi. 

"Bagus sih!" kata Eko. 

"Bagus toh. Bunga itu cuma ungkapan kepada cewek yang di sukai. Ternyata cewek bener-bener di sukai, ya susah untuk di lupakan," kata Budi. 

"Ya iyalah susah di lupakan kalau cewek bener-bener di sukai. Apalagi kalau cewek itu meninggal dunia dan meninggalkan kenangan manis bersama cowoknya. Ya cowoknya susah untuk melupakan cewek yang di sukai," kata Eko. 

"Ya sudah lah..Eko. Tidak perlu di bahas lebih jauh cerita itu. Lebih baik kita main catur saja!" kata Budi. 

"Ok...main catur!" kata Eko. 

Eko mengambil papan catur di bawah meja, ya papan catur di taruh di atas meja. Eko dan Budi, ya menyusun dengan baik bidak catur di atas papan catur. Ya keduanya main catur dengan baik. 

SEANGGUN BIDADARI

Eko duduk di depan rumah, ya sedang baca koran sambil menikmati minum kopi dan juga makan gorengan. Budi sampai di rumah Eko, ya memarkirkan motornya dengan baik di depan rumah Eko. Budi duduk dengan baik di sebelah Eko.

"Cewek cantik penampilannya seanggun bidadari kan?!" kata Budi, ya sambil menghentikan baca korannya.

Eko memang terkejut dengan omongan Budi.

"Kok....tiba-tiba langsung ngomongin cewek cantik penampilannya seanggun bidadari?!" kata Eko.

"Ya karena aku lagi memperhitungkan penampilan seorang cewek cantik, ya ketika cewek itu tampil di acara Tv sih," kata Budi.

"Oooooo memperhitungkan penampilan cewek cantik yang tampil di acara Tv toh. Ya seanggun bidadari....itu sih sama aja memuji sih!" kata Eko.

"Masa?!" kata Budi. 

"Aku teman Budi. Dari kecil sampai dewasa. Ya tahulah kebiasaan Budi!" kata Eko. 

"Ya aku sih merasa omongan ku itu, ya sekedar saja. Biasalah bahan obrolan," kata Budi. 

"Ya memang sih bahan obrolan, ya tetap yang di obrolin cewek cantik yang membuat Budi terkesan karena penampilan di acara Tv," kata Eko. 

"Cewek cantik itu. Sekarang ada di depan aku," kata Budi. 

"Masa?!" kata Eko. 

"Iya beneran!" kata Budi. 

Eko melihat kesana kesini untuk Melihat cewek cantik yang di puji Budi.

"Mana orangnya?!" kata Eko.

"Orangnya adanya di koran lah. Ini fotonya!" kata Budi, ya sambil menyerahkan koran pada Eko, ya menunjukkan foto cewek yang di obrolin dengan baik. 

Eko mengambil koran dari tangan Budi, ya melihat foto di koran dengan baik. 

"Ooooo ceweknya di foto koran toh. Aku kirain beneran ada di sini. Maka itu aku tengok sana sini," kata Eko. 

"Memang maksud ku sih foto di koran!" kata Budi menegaskan

Eko memang mengamati dengan foto di koran sih. 

"Cewek ini. Memang cantik sih, ya seanggun bidadari penampilannya ketika tampil acara Tv," kata Eko, ya mengikuti alurnya dari obrolan Budi lah. 

"Benerkan...cewek cantik di foto di koran, ya penampilannya seanggun bidadari!" kata Budi. 

"Emmmm," kata Eko. 

Eko menaruh koran di meja, ya segera mengambil tahu goreng di piring dan segera di makan tahu goreng yang enak itu.

"Eko kopi?!" kata Budi. 

"Bolehlah kopi!" kata Eko. 

"Tunggu sebentar aku buatkan kopi!" kata Budi. 

"Iya," kata Eko. 

Eko duduk santai depan rumah, ya menikmati makan gorengan. Budi ke dalam rumah, ya langsung ke dapur untuk membuat kopi. Singkat waktu, ya kopi jadi buatlah. Kopi di bawa Budi depan rumah. Budi menaruh kopi di meja, ya sambil berkata "Kopinya Eko!" 

"Iya," kata Eko. 

Eko mengambil gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik kopi lah. 

"Aku ingin dapetin cewek cantik, ya seanggun bidadari," kata Budi. 

Eko menaruh gelas berisi kopi di meja lah. 

"Kebiasaan Budi. Ingin mendapatkan cewek cantik, ya seanggun bidadari penampilannya," kata Eko. 

"Ya kan cuma keinginan saja," kata Budi. 

"Kalau kenyataan gimana Budi?!" kata Eko. 

"Mau banget!" kata Budi. 

"Jadi mau banget mendapat cewek cantik di foto yang ada di koran?!" kata Eko. 

"Kalau itu sih mana mungkin mendapat cewek cantik di foto di koran. Cewek itu artis," kata Budi. 

"Memang mana mungkin. Siapa dia dan siapa Budi?!" kata Eko. 

"Ah....sudah ah ngobrolin cewek yang ada di foto di koran. Artis Tiara Andini, ya penampilannya seanggun bidadari!" kata Budi. 

"Ok...tidak di omongin. Lebih baik main catur seperti biasanya!" kata Eko. 

"Lebih baik main catur!" kata Budi. 

Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas meja. Budi dan Eko menyusun dengan baik bidak catur di atas papan catur. Keduanya main catur dengan baik. 

Friday, November 26, 2021

PROSES HIDUP

Budi duduk dengan baik di depan rumahnya, ya bersama Abdul, ya sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan.

"Abdul. Kita ini berasal dari keluarga miskin....kan?!" kata Budi.

"Iya," kata Abdul.

"Karena dari keadaan kemiskinan, ya jadi berusaha untuk jadi kaya, ya harus kerja keras lebih dari usahanya orang sudah kaya dari lahir kan....Abdul?!" kata Budi.

"Ya memang sih. Kita dari keadaan miskin, ya jadinya kita berusaha lebih keras lagi untuk jadi kaya, ya beda dengan orang lahir dari kecil, ya sudah kaya," kata Abdul menegaskan omongan Budi.

"Sabar dan terus berusaha dengan baik, ya diiringi ibadah yang baik, ya pasti berhasil jadi kaya," kata Budi.

"Omongan Budi bener lah. Contohnya : motor yang masih kredit Budi. Setelah lulus sekolah SMA, ya Budi berusaha dengan baik kerja di perusahaan, ya jadi buruk pabrik. Dari gaji tempat Budi bekerja, ya bisa kredit motor. Padahal awalnya pergi kerja naik angkot. Dari usaha yang keras yang di iringi ibadah yang baik, ada nilai kesabaran tinggi dalam diri Budi. Ya Budi berhasil mengubah nasif dari miskin jadi mampu. Kalau di tekunin dengan baik, ya bisa jadi kaya, ya dengan jalan mengikuti perkembangan zaman, ya lewat pendidikan lah," kata Abdul.

"Memang dengan ketekunan bisa jadi kaya, ya harus mengikuti perkembangan zaman, ya lewat pendidikan," kata Budi menegaskan omongan Abdul.

"Aku saja berusaha dengan baik mengolah usaha ku, ya agar jadi kaya. Walau masih menggunakan ilmu SMA. Tapi aku mengikuti perkembangan zaman, ya membeli buku ini dan itu yang berkaitan dengan usaha ku yang aku jalankan dengan baik, ya agar maju lah usaha ku. Kalau aku berhasil aku kuliah lah, ya ngambil bidang ekonomi lah, ya tujuan aku sih bisa sejajar dengan cewek yang aku sukai, ya Putri. Putri kan kuliah dengan baik di Jakarta," kata Abdul.

"Usaha Abdul berjalan dengan baik, ya karena mengikuti perkembangan zaman. Ya aku memang ingin kuliah juga, ya tujuannya untuk maju jadi orang kaya," kata Budi.

"Sama aja dengan Eko, ya ingin kuliah, ya tujuannya ingin maju dan juga kaya. Karena hidup di tuntut mengikuti perkembangan zaman, ya lewat pendidikan lah untuk mendapat pengetahuan lebih baik lagi," kata Abdul.

"Main catur saja!" kata Budi.

"Ok....main catur!" kata Abdul.

Budi sudah mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh dengan baik papan catur di atas meja. Budi dan Abdul menyusun dengan baik bidak catur di atas papan catur.

"Kalau seandainya aku lahir dari keadaan kaya, ya pastinya aku sudah kuliah, ya sama seperti Erwin. Ya Erwin sedang menjalankan kuliahnya dengan baik di Jakarta," kata Budi.

"Ya kalau lahir dari keadaan kaya. Kenyataan tetap lahir dari keadaan miskin, ya di jalan kan dengan baik. Selama ada jalan untuk mencapai jadi kaya, ya bisa jadi kaya. Contohnya : banyak sekali. Dari keadaan miskin, ya mengikuti proses kehidupan dengan baik, ya jadi kaya, " kata Abdul.

"Ya harus mengikuti proses hidup. Suatu saat aku jadi kaya, ya bisa beli mobil. Mungkin bisa kontan atau kredit, ya beli mobilnya....kan di perhitungkan dari keuangan," kata Budi.

"Hp saja kan Budi bisa kontan. Berarti ada kemungkinan Budi di masa depan yang di ingin Budi, ya bisa beli mobil. Kalau keputusan Budi beli mobil kaya sama beli motor, ya antara kontan atau kredit, ya tidak masalah sih. Kalau aku berhasil dengan usaha ku, ya pasti aku beli mobil sampai rumah," kata Abdul.

"Ya sudahlah tidak perlu di obrolin lebih jauh. Kan masih proses semuanya dalam menjalankan hidup. Ya Abdul fokus main caturnya!" kata Budi.

"Ok!" Abdul.

Abdul dan Budi, ya main catur dengan baik. Sedangkan Eko, ya sedang ada urusan cinta lah seperti biasanya dengan Purnama. Eko dan Purnama sekedar ngobrol saja di ruang tamu. 

Thursday, November 25, 2021

PERMAINAN SEANDAINYA

Budi dan Eko duduk dengan baik di depan rumah Budi, ya sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan. Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya mau main catur lah sama Eko. Ternyata ada koran di bawah meja yang di taruh sama ibu, ya kemungkinan ayah abis baca koran. Budi menaruh papan catur di meja, ya koran di lihat dengan baik sampai ada foto cewek, ya cantik sih menurut Budi. 

"Eko.....pasar sekarang masih lagu-lagu jawa?!" kata Budi. 

"Kalau aku nonton Tv, ya masih lagu jawa di nyanyikan dengan baik," kata Eko. 

"Berarti....cewek ini cantik!" kata Budi. 

Eko memang kaget, ya mendengar omongan Budi, ya memuji cewek cantik. 

"Cewek yang mana yang di puji Budi?!" kata Eko. 

"Cewek yang ada di koran ini lah. Fotonya!" kata Budi.

Eko mengambil koran dari tangan Budi, ya untuk melihat foto cewek yang di puji Budi....cantik.

"Oooooo cewek ini. Relatif lah....cantik," kata Eko. 

"Kok....relatif? Jangan-jangan di kaitan dengan Purnama, ya Eko, ya perbandingan gitu?!" kata Budi. 

"Tidak ada kaitan dengan Purnama untuk menilai sesuatu, ya hanya foto cewek di koran!" kata Eko. 

"Iya deh. Aku mengerti omongan Eko. Ya tidak ada kaitan dengan Purnama. Cewek yang di foto yang di koran itu, ya memang sih cantik itu relatif. Tergantung siapa yang menilai sih?!" kata Budi. 

"Cewek di koran ini. Pernah menjalin asmara dengan cowok, ya sesama penyanyi," kata Eko. 

"Memang sih cewek di koran itu pernah menjalin asmara dengan cowok, ya sesama penyanyi gitu. Kalau main seandainya....aku ingin menjalin kisah cinta sama cewek di koran," kata kata Budi. 

"Khayalan ya Budi?!" kata Eko. 

"Ya...khayalan lah Eko. Kan main seandainya. Kalau sebenarnya, ya tidak mungkin lah. Siapa aku? Siapa dia?" kata Budi. 

"Budi kan. Cowok yang berani bersaing dalam urusan cinta," kata Eko. 

"Memang sih aku cowok yang berani bersaing urusan cinta. Ya modal ku kan cuma modal motor kredit, ya kalau lunas kreditannya jadi milik aku sepenuhnya lah motor lah," kata Budi. 

"Kalau cewek biasa-biasa....Budi. Ya cewek mau sama Budi lah. Karena kan Budi tipe cowok yang pekerja keras dan bertanggungjawab ketika sesuatu telah di putus kan dengan baik," kata Eko. 

"Cewek biasa-biasa saja aku bisa mendapatkan sih. Oiya. Kalau motor ku lunas, ya di modalin untuk lamar cewek. Harga motor naik apa turun?!" kata Budi. 

"Ya motor Budi jadi motor bekas lah, ya harganya turun, ya beda dengan harga motor barulah yang belum di pakai," kata Eko. 

"Paling kisaran harganya, ya sesuai dengan  omongan sana sini tentang harga motor bekas kan Eko?!" kata Budi. 

"Ya begitu lah," kata Eko. 

"Berarti aku kalah dalam permainan kekayaan. Ya tidak bisa mendapatkan cewek yang ada di foto kan...Eko?!" kata Budi. 

"Masih permainan seandainya?!" kata Eko, ya sambil menaruh koran di meja. 

"Ya masih sih!" kata Budi. 

"Masih toh. Ya kalau begitu Budi kalah lah dalam permainan. Cowok yang pernah menjalin asmara dengan cewek di foto di koran, ya karirnya menyanyi bagus, ya kaya gitu. Budi, ya tidak ada apa-apa ya dalam urusan kerjaan dan kekayaan. Apa lagi cewek yang foto ya di koran, ya tipe cewek pekerja keras, ya karir menyanyi lagi bagus-bagusnya. Cewek zaman sekarang ini, ya pinter-pinter, ya hidup tidak bisa makan cinta. Harta itu penting untuk menjalankan hidup, ya jauh dari hidup susah, ya kemiskinan. Kaya itu enak, ya serba bercukupan, ya lebih gitu. Ya kemungkinan sih cewek yang berhasil ini dan itu, ya memilih cowok yang sama kedudukannya, ya jalan hubungan jadi baik gitu," kata Eko. 

"Kalau umur gimana Eko?!" kata Budi. 

"Kalau umur sih tidak ada masa lah sih. Yang penting itu...jaminan hidup!" kata Eko. 

"Ya sudah lah permainan seandainya di sudahin saja, ya sekedar obrolan, ya ngomongin cewek yang fotonya ada di koran. Ya artis Happy Asmara!" kata Budi. 

"Emmmm," kata Eko. 

"Main catur saja!" kata Budi. 

"Ok!" kata Eko. 

Eko dan Budi, ya mulai menyusun bidak catur di atas papan catur. Keduanya main catur dengan baik lah. 

Wednesday, November 24, 2021

MENUNJUKKAN SESUATU!

Budi dan Eko duduk di depan rumah, ya sambil menikmati minum kopi dan juga makan gorengan lah.

"Eko. Gimana tanggapan mu tentang seseorang yang menunjukkan suatu sikap dan juga berkata yang cukup lantang, ya rasa kecewanya pada seseorang, ya biasa ya dalam urusan kerjaan?!" kata Budi.

Budi mengambil gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik kopi lah. 

"Sebelum aku tanggapi. Aku mau tanya. Apakah Budi ada masalah kerjaan?!" kata Eko.

Eko mengambil gelas berisi kopi di meja, ya di minum dengan baik kopi lah. Budi menaruh gelas berisi kopi di meja lah. 

"Ya aku tidak ada masalah dalam kerjaan," kata Budi.

Eko menaruh gelas berisi kopi di meja. 

"Oooo tidak ada masalah kerjaan toh," kata Eko.

"Ya sebenarnya sih. Yang barusan aku omongin itu, ya aku dapatkan dari Tv sih," kata Budi. 

"Ooooo dapet dari Tv toh. Oke aku tanggapi dengan baik. Ya sebenarnya rasa kecewa itu pasti datang ketika waktunya. Dalam urusan kerjaan, ya bisa terjadi sih. Bos kecewa dengan kerjaan anak buahnya. Kata lantang Bos pada anak buahnya, ya mengoreksi kerjaan, ya jadi pecutan untuk anak buahnya berpikir dengan baik dan kerja dengan baik, ya agar hasilnya jadi lebih baik, ya sesuai dengan target," kata Eko. 

"Berarti. Presiden bicara lantang pada anak buahnya, ya urusan kerjaan. Ya pantes saja sih omongan Presiden tentang rasa kecewa dan juga kesalnya pada anak buahnya," kata Budi. 

"Yang kerja di pemerintahan itu orang bergelar sajana dan juga punya pengalaman banyak dalam kerjaan. Jika suatu kerjaan tidak mencapai target, ya biasa sih omongan lantang menunjukkan rasa kecewa dan juga kesal," kata Eko. 

"Para Pejabat menunjukkan rasa kecewa dan kesalnya pada kinerja anak buahnya, ya bisa berdampak buruk pada pemilu berikut ya kan?!" kata Budi. 

"Maksudnya....jika pejabat itu ikut pemilu lagi, ya bisa kalah karena menunjukkan rasa kecewa dan kesal pada anak buahnya, ya kinerjanya anak buahnya di koreksi dengan baik?!" kata Eko. 

"Ya itu yang di omongin Eko!" kata Budi. 

"Mungkin.....ya bisa kalah dalam pemilu karena menunjukkan sesuatu sikap ini dan itu. Ah....cuma perkiraan lulusan SMA yang masih kurang ilmu ini dan itu, ya beda dengan lulusan Universitas yang sudah meneliti ini dan itu," kata Eko. 

"Aku paham omongan Eko. Sekedar obrolan lulusan SMA," kata Budi. 

"Kalau pejabat yang telah duduk selama 5 tahun, ya telah membimbing dengan baik anak buahnya dan terpilih kembali menduduki jabatannya. Contohnya : Presiden. Bos bicara lantang menunjukkan rasa kesal dan kecewa pada anak buahnya, ya kinerja. Jadi hal biasa lah omongannya karena telah mengarahkan selama 5 tahun dengan baik dan ketika 5 tahun berikutnya, ya cara sudah berbeda. Ya pastinya tegas dan tegas!" kata Eko. 

"Ketegasan dalam menujukkan sesuatu itu penting banget untuk anak buah, ya agar kerjaan sesuai dengan rencana dan mencapai target yang telah di perhitungkan dengan baik," kata Budi. 

"Sama halnya. Seorang pemuda menunjukkan rasa kecewa pada pada orang-orang yang bergelar yang lebih tinggi di bidang agama. Ya pemuda itu berhasil mendengar kan suara roh, ya pemuda itu di bimbing dengan baik sama roh. Berbeda dengan orang-orang yang bergelar tinggi, ya maksudnya....profesor, ya tidak bisa mendengarkan roh. Jadinya hal yang aneh?!" kata Eko. 

"Jadinya aneh. Penuh dengan tanda tanya," kata Budi. 

"Ya sudah lah tidak perlu di obrolin lebih jauh. Lebih baik main catur saja!" kata Eko. 

"Ok....main catur!" kata Budi. 

Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas meja lah. Eko terkejut dengan warna papan catur berwarna berbeda. 

"Papan catur biasanya warna hitam dan putih. Kok warnanya.....merah dan biru?!" kata Eko. 

"Kan tidak selamanya papan catur berwarna hitam putih, ya aku ganti dengan warna merah dan biru!" kata Budi. 

Eko pun mengambil bidak catur dan berkata "Bidak catur pun warnanya merah dan biru, ya biasanya warna hitam dan putih. Ya sudah lah main saja!" 

"Ya!" kata Budi. 

Budi dan Eko menyusun dengan baik bidak catur di atas papan catur. 

"Eko. Gimana tanggapan Eko tentang orang yang mutrad dari ajaran agama yang di yakininya?!" kata Budi. 

"Kalau itu sih aku malas banget membahasnya. Karena aku akan menunjukkan rasa kecewa pada orang keluar dari agama, ya mutrad itu," kata Eko. 

"Oooooo menunjukkan sesuatu sikap rasa kecewa pada seseorang yang keluar dari agama, ya mutrad itu," kata Budi. 

"Sebaiknya itu membimbing dengan baik agama yang di yakini, ya sampai agama yang di yakini menunjukkan kebenaran. Contohnya : pemuda yang bisa mendengar kan roh, ya di bimbing dengan baik sama roh," kata Eko. 

"Ya aku paham omongan Eko," kata Budi. 

"Fokus main caturnya!" kata Eko. 

"Ok!" kata Budi. 

Budi dan Eko main dengan baik caturnya. 

Saturday, November 20, 2021

RUKUN

Di sebuah rumah di kota Jakarta, ya tepatnya di rumah Indro dan juga Kasino. Indro duduk di halaman belakang, ya sedang asik main game di Hp-nya. Kasino dari tadi di halaman belakang, ya merawat tanaman dengan baik. Sedangkan Dono, ya di kota Batam, ya di rumahnya. Dono sedang asik nonton Tv dengan acara agama sih. Dono memang berganti-ganti chenel di Tv, ya dari acara agama islam, agama hindu, agama budha, agama kristen protestan, agama kristen katolik dan juga agama kong hu cu. Sampai-sampai Dono menghelakan nafas dan berkata "Semua acara agama yang aku tonton chenel Tv ini dan itu.....cuma begin saja." 

Dono tetap menonton acara Tv, ya sampai selesai. 

"Sampai gelar profesor di bidang agama ini dan itu....tetap tidak menunjukkan mereka semua di bimbing roh, ya sampai mendengarkan roh seperti aku. Aku merasa kecewa!" kata Dono. 

Dono mematikan Tv pake remit dan remot di taruh di meja. Dono masuk ke dalam kamarnya, ya mengetik di leptopnya membuat cerita ini dan itu di Blog-nya, ya seperti biasanya. 

Selang berapa saat, ya Kasino selesai merawat tanaman di potnya. Kasino mencuci tangannya dengan sabun dan juga air keran lah. Setelah itu. Kasino duduk dengan baik. Indro berhenti main game di Hp-nya. 

"Kasino," kata Indro. 

"Apa?!" kata Kasino. 

Kasino menuangkan tekok berisi teh ke cangkir. Segera Kasino meminum teh dengan baik. 

"Berita...Terorisme....Kasino," kata Indro. 

Kasino menaruh cangkir berisi teh di meja. 

"Telor asin," kata Kasino. 

Indro terkejut dengan omongan Kasino. 

"Kok....telor asin?!" kata Indro. 

"Telor asin itu enak di makan, ya jadi lauk makan," kata Kasino. 

"Telor asin memang enak di makan. Tetap saja Kasino.....itu mah mengalihkan topik yang mau di omongin," kata Indro. 

"Sebenarnya untuk apa membicarakan tentang berita Terorisme?!" kata Kasino. 

"Sekedar bahan obrolan saja. Ya kaya acara Tv. Membahas ini dan itu," kata Indro. 

"Sekedar obrolan toh," kata Kasino. 

"Kan ada kaitannya dengan agama," kata Indro. 

"Agama. Sampai-sampai berita ini dan itu tentang MUI dibubarkan, ya jadinya kontrafersi ini dan itu," kata Kasino. 

"Memang ada sih berita tentang MUI ini dan itu. Ya tetap saja berita," kata Indro. 

"Hidup tenang begini. Jadi tidak ada masalahkan?!" kata Kasino. 

"Memang sih. Kehidupan kita tenang, ya jadi tidak ada masalah sih," kata Indro. 

"Hidup harus saling menghormati dan menghargai antar umat beragama, ya agar rukun. Jadinya jauh dari konflik ini dan itu," kata Kasino. 

"Omongan Kasino, ya bener sih," kata Indro menegaskan omongan Kasino. 

"Ya sudah cuma sekedar obrolan saja. Lebih main game di Hp aku!" kata Indro. 

"Main game itu lebih baik. Dari pada membicarakan agama yang ini dan itu.....sampai Terorisme dan juga MUI yang ini dan itu. Kalau begitu aku main game juga!" kata Kasino. 

Kasino pun main game di Hp-nya. 

"Makan telor asin enak," celoteh Kasino. 

Indro yang asik main game, ya memang mendengar omongan Kasino. 

"Memang telor asin enak di makan," celoteh Indro. 

Indro dan Kasino, ya terus asik main game di Hp-nya. 

BALAS BUDI BURUNG GAGAK

Budi duduk di depan rumah, ya sedang baca buku cerita yang ceritanya asalnya dari Turki, ya di tulis dengan baik di buku lah. Ya Budi sambil menikmati makan gorengan dan juga minum kopi lah. 

Isi cerita yang di baca Budi di buku cerita :

Jauh sekali dari masa sekarang, ketika manusia masih berkendara dengan kuda dan istana-istana para sultan masih baru selesai di bangun, hiduplah seorang lelaki tua yang sering keluar masuk hutan untuk menangkap burung-burung. Burung-burung itu ia jual kepada siapa pun yang bersedia membelinya. Kemudian, lelaki tua itu menggunakan uangnya untuk menghidupi dirinya dan anak lelaki semata wayangnya yang bernama Nasir.       

Suatu pagi, Nasir mencoba membangunkan ayahnya di pembaringan. Namun, ayahnya tak kunjung bangun. Bahkan, ia tidak bangun untuk selamanya. Pagi itu, ayah Nasir meninggal dunia. Sepeninggal ayahnya, Nasir merasa sedih. Ia juga kebingungan karena uang dalam kantung kulit keledai peninggalan ayahnya tinggal sekeping.     

“Jika aku kehabisan uang, maka aku tidak akan bisa membeli makanan dan bisa mati kelaparan... Ah, aku harus bekerja!” pikir Nasir.       

Tanpa sengaja, mata Nasir tertumbuk pada sesuatu di sudut ruangan. Sebuah buntalan kain yang di bawa ayahnya untuk bekerja setiap hari. Nasir membuka buntalan itu dan menemukan sebuah jaring untuk menangkap burung. Wajah Nasir terlihat lebih cerah. 

“Jika Ayah bisa, maka aku juga bisa melakukannya!”       

Nasir bergegas berangkat menuju hutan untuk menangkap burung. Sesampainya di hutan, Nasir segera membentangkan jaringnya di atas pohon. Ia cukup beruntung karena pernah belajar menangkap burung bersama teman-temannya sewaktu kecil. Setelah membentangkan jaringnya, Nasir menunggu di bawah pohon. Tak berapa lama kemudian, ia melihat seekor burung gagak hitam hinggap di atas pohon, tepat pada bagian yang berjaring. Nasir langsung meringkus burung itu dengan cepat. Krosak! Krosak!       

“Yap! Aku berhasil!” seru Nasir senang.       

“Kaok…! Tolong, Tuan... tolong... lepaskan saya...” Burung gagak itu memohon sambil meronta-ronta. 

 “Maaf, Burung Gagak. Tapi, aku harus menangkapmu. Aku akan menjualmu agar aku akan mendapatkan uang untuk membeli makanan,” jawab Nasir.   

“Tolonglah, Tuan.... lepaskan saya. Saya masih ingin hidup bebas. Saya berjanji akan membalas kebaikan Tuan dengan sesuatu yang lebih bagus.” 

Burung Gagak terus mengiba kepada Nasir. Nasir akhirnya merasa kasihan melihatnya. 

“Aku tidak tahu apa yang bisa dilakukan oleh seekor burung gagak untukku. Tetapi, karena aku kasihan padamu, engkau bisa bebas sekarang.”        

Begitu terlepas dari jeratan jaring, Burung Gagak mengangguk-anggukkan kepalanya yang hitam lalu berkata, “Terima kasih, Tuan! Terima kasih! Saya tidak akan melupakan kebaikan Tuan!”        

Nasir memandang kepergian burung gagak itu dengan berat hati. Tetapi, kesedihannya tak berlangsung lama. Ia kembali membentangkan jaringnya di atas pohon. Kali ini, sebentar saja, seekor burung lain terbang mendekat dan hinggap di atas pohon yang telah dipasangi jaring oleh Nasir. Hup! Nasir menangkap burung itu dengan sigap. Ketika ia membuka jaring, tampaklah seekor burung yang sangat indah dengan helai-helai bulu halus mengilap dan berwarna pelangi.   

“Aku belum pernah melihat burung secantik ini.” 

Nasir berdecak kagum. Burung ini, benar-benar, lebih bagus daripada burung gagak tadi.        

“Tuan, saya telah menepati janji, bukan?” Burung gagak, yang dilepaskan Nasir tadi, hinggap di dahan pohon dekat Nasir berdiri. 

“Sekarang, juallah burung itu kepada Sultan. Beliau akan membelinya dengan senang hati.”         

Nasir menuruti nasihat Burung Gagak. Ia pun pergi ke istana Sultan hendak menawarkan burung berbulu pelangi itu kepada beliau. Namun, Penasihat Istana dan beberapa pengawal mencegahnya.

“Hei, berani sekali seorang penjual burung datang ke istana! Pergi!” bentak Penasihat Istana sambil mengangkat dagu. 

Ia adalah seorang lelaki tinggi kurus berwajah congkak. Walaupun mendapat penolakan, Nasir tidak menyerah. Ia tetap bersikukuh ingin menemui Sultan.        

“Saya yakin Sultan akan menyukai burung ini. Burung ini benar-benar tiada duanya di seluruh negeri. Saya mohon, izinkanlah saya bertemu Sultan.”        

Mendengar suara ribut-ribut di luar istana, Sultan tampak datang menghampiri mereka. Beliau melihat Nasir membawa seekor burung yang sangat menakjubkan.       

“Ah, indah nian burung yang engkau bawa ini. Aku belum pernah menjumpai burung seindah ini di seluruh negeri! Anak muda, siapakah namamu?” Sultan bertanya dengan wajah gembira.   

 “Saya Nasir, Yang Mulia Sultan.” 

Nasir membungkuk hormat, memperkenalkan dirinya.        

“Baiklah, Nasir. Berikan burung berbulu pelangi ini kepadaku. Sebagai gantinya, kau akan mendapatkan seratus kantung emas!”    

Seratus kantung emas! Nasir bersorak-sorai dalam hati. Dengan seratus kantung emas, ia yakin tidak akan kelaparan lagi dan bisa hidup lebih baik. Melihat banyaknya hadiah untuk Nasir, Penasihat Istana menjadi iri. Ia berbisik di telinga Sultan, mencoba memengaruhi beliau. 

“Tidakkah terlalu mahal untuk seekor burung yang—aneh, Tuanku?” 

“Apa kau bilang? Aneh? Mulai hari ini, burung ini adalah burung milik Sultan. Siapa pun yang menghina burung ini sama dengan menghina Sultan!” seru Sultan kepada penasihatnya.

Penasihat Istana tampak malu karena dibentak Sultan sedemikian rupa di depan Nasir dan para pengawal. Wajahnya menjadi merah padam, menahan malu dan amarah.

“Tunggulah pembalasanku, Anak Muda!” Penasihat Sultan berkata geram dalam hati. 

Ia tidak bisa mencegah Sultan membeli burung yang ditangkap Nasir. Sultan memasukkan burung berbulu pelangi itu ke dalam sebuah sangkar yang istimewa. Sangkar itu berukuran besar supaya sang burung bisa bergerak leluasa. Sultan juga meletakkannya di bawah sebuah pohon rindang di taman belakang istana. Sangkar burung itu pun bukan sembarang sangkar karena ukiran-ukirannya terbuat dari emas. Sangkar emas itu akan terlihat semakin berkilau megah ketika sinar mentari menyentuhnya. Dan, saat sinar bulan di malam hari meneranginya, sangkar itu bersinar lebih anggun dari pada bulan purnama di kegelapan. Akan tetapi, meski sangkar itu sangat indah, keindahannya tetap tak bisa menandingi keindahan sang burung berbulu pelangi. Selama berhari-hari, Sultan mengagumi peliharaannya yang baru. Kecintaannya pada burung itu pun semakin bertambah dari hari ke hari.       

“Yang Mulia, Anda memang benar. Burung dalam sangkar emas ini memang sungguh istimewa. Sayangnya, sangkar emas bukanlah sangkar terbaik di dunia,” komentar Penasihat Istana suatu hari.

“Sangkar emas bukan sangkar terbaik? Lalu, sangkar apakah yang terbaik?” tanya Sultan ingin tahu.

“Sangkar terbaik adalah sangkar yang terbuat dari gading gajah, Tuanku. Burung ini pasti akan lebih senang tinggal di dalam sangkar gading daripada sangkar emas.” 

 “Sangkar gading? Kita pasti membutuhkan banyak gading gajah untuk membuat sebuah sangkar gading yang besar. Hmm, lalu bagaimana aku bisa mendapatkan gading gajah?” Penasihat Istana menyeringai licik. Ia menyembunyikan sebuah rencana jahat. 

“Pemuda yang berhasil menangkap burung ini pasti bisa membawakan gading gajah untuk Baginda Sultan.”         

Sultan menganggukkan kepala tanda setuju. Maka, Nasir pun di panggil ke istana untuk menghadap Sultan.         

“Oh, Yang Mulia Sultan, bagaimana saya bisa mendapatkan gading? Saya bahkan belum pernah bertemu dengan gajah seumur hidup saya,” kata Nasir.       

Namun, Sultan tidak mau tahu kesulitan Nasir.

“Jika dalam waktu empat puluh hari kau tidak berhasil mendapatkan cukup gading untuk sangkar burungku, maka kau akan mendapatkan hukuman!” perintah Sultan.    

Nasir gemetar ketakutan. Ia sungguh tidak tahu apa yang harus ia perbuat untuk memenuhi permintaan Sultan. Dengan langkah gontai, Nasir berjalan menuju hutan, hendak mencari cara untuk mendapatkan gading gajah.       

“Tuan! Tuan! Kaok! Mengapa Tuan berwajah muram?” tanya sebuah suara.         

Nasir mendongak. Ia melihat Burung Gagak sedang bertengger di sebuah dahan pohon.    

“Ah, Kawanku, Burung Gagak. Aku mendapatkan tugas berat dari Sultan,” jawab Nasir. 

Ia menghela napas, panjang, sebelum akhirnya menceritakan perintah Sultan.        

“Kaok! Kaok!” seru Burung Gagak. 

“Itu sangat mudah, Tuan. Di balik hutan ini, ada kawanan gajah yang tinggal di sana. Mintalah kepada Sultan, empat puluh kereta kuda berisi minuman anggur. Lalu, tuanglah minuman anggur itu ke dalam kolam tempat minum gajah-gajah itu.”        

Nasir mengangguk paham. 

“Baiklah. Terima kasih atas saranmu. Aku akan segera menghadap Sultan.”         

Beberapa hari kemudian, bersama empat puluh kereta kuda berisi minuman anggur yang dikendarai oleh empat puluh prajurit istana, Nasir datang ke tempat yang telah ditunjukkan oleh Burung Gagak. Di balik hutan, terdapat sebuah padang luas yang dihuni oleh banyak gajah berukuran besar. Ketika gajah-gajah itu pergi, Nasir segera meminta para prajurit istana menuangkan minuman anggur secara diam-diam. Kemudian, semua orang bersembunyi, menunggu apa yang akan terjadi. Saat siang tiba, kawanan gajah itu datang dan berkumpul di kolam tempat mereka biasa minum. Gajah itu minum seperti biasa, namun, dalam sekejap, sesuatu mulai terjadi.       

“Wah! Gajah-gajah itu mulai limbung!” seru Nasir dalam hati. 

Minuman anggur telah membuat para gajah lemas dan mengantuk. Tak lama kemudian, binatang-binatang besar itu jatuh berdebum ke atas tanah, tertidur dengan nyenyaknya.       

“Tolong, bantu saya mengambil gading-gading itu. Tetapi, kita jangan sampai menyakiti atau melukai mereka.” Nasir memberikan aba-aba kepada para prajurit istana.       

Setelah Nasir mendapatkan cukup gading gajah, ia segera kembali ke istana untuk menghadap Sultan. Sultan sangat gembira karena Nasir berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Ia pun tidak menghukum Nasir, tetapi justru menghadiahkan empat puluh kereta kuda pembawa anggur yang berisi dengan berbagai macam benda-benda berharga. Keberuntungan Nasir membuat Penasihat Sultan semakin iri. Ia pun kembali merancang rencana jahat untuk mencelakakan Nasir.      

“Benar-benar sangkar gading yang indah, Baginda Sultan,” puji Penasihat Sultan di suatu pagi yang cerah.       

“Tentu saja. Aku belum pernah merasa sepuas ini,” jawab Sultan sambil menikmati keindahan burung berbulu pelangi dalam sangkar gading. 

“Ah, seandainya burung ini bisa berkicau, pasti suaranya sungguh merdu.” Penasihat Istana mulai menjalankan rencana liciknya. 

Sultan berpikir sejenak. 

“Kau benar, Penasihat Istana. Burung ini tak pernah berkicau sejak kedatangannya. Siapa gerangan yang bisa membuatnya berkicau?”       

“Pemilik asli burung ini pasti bisa membuatnya berkicau, Tuanku,” jawab Penasihat Istana. 

“Pemuda yang menangkap burung ini dan membawa gading gajah untuk sangkarnya, pasti tahu siapa pemilik aslinya.”        

Sultan kembali memanggil Nasir ke istana. Ia memerintahkan Nasir untuk menemukan pemilik asli burung berbulu pelangi. Nasir harus menemukan pemiliki burung tersebut jika ia tidak ingin dihukum oleh Sultan.         

“Burung Gagak, Sahabatku, bagaimana aku bisa menemukan pemilik burung indah itu? Sedangkan aku, kan, hanya menangkapnya secara tak sengaja di hutan,” keluh Nasir pada Burung Gagak. 

“Jangan bersedih, Tuan. Saya tahu siapa pemilik burung itu karena sayalah yang mendatangkannya,” hibur Burung Gagak. 

“Kali ini, Tuan harus meminta sebuah kapal laut yang indah dan berukuran besar kepada Sultan. Kapal itu harus berukuran cukup besar untuk diisi dengan sebuah taman dan pemandian. Lalu, bawalah kapal laut itu berlayar menuju arah kanan. Apabila Tuan menjumpai sebuah gunung, berlayarlah lurus. Jika Tuan sudah mencapai pantai, menepilah. Di sana, tinggal seorang ratu bidadari. Dialah pemilik burung itu. Persilakan dia memasuki kapal untuk melihat-lihat, tetapi jangan biarkan para pelayannya masuk,” nasihat Burung Gagak.        

Nasir tak meragukan perkataan sahabatnya, si Burung Gagak. Ia lalu menemui Sultan untuk meminta kapal laut, sesuai dengan nasihat Burung Gagak. Setelah semuanya siap, Nasir memulai pelayarannya.  

“Ah! Itu dia pantainya!” Nasir berteriak gembira ketika mencapai pantai yang dimaksud oleh Burung Gagak.        

Di sana, Nasir melihat seorang wanita yang sangat cantik sedang berjalan-jalan di tepian pantai dengan diiringi oleh empat puluh pelayan wanita. Saat wanita itu melihat keindahan kapal laut yang dibawa Nasir, ia mendatanginya dengan rasa kagum.      

“Tuan, apakah bagian dalam kapal laut ini seindah bagian luarnya?” tanya Ratu Bidadari dengan lembut. 

“Apa yang ada di dalam kapal ini lebih indah daripada luarnya. Ratu boleh melihatnya, tetapi para pelayan Ratu harus menunggu di luar kapal,” kata Nasir.  

Ratu Bidadari menyetujui persyaratan Nasir. Ia memerintahkan para pelayannnya untuk menunggu di luar kapal. Ia pun memasuki kapal itu sendirian.       

“Wah, saya belum pernah melihat taman di dalam sebuah kapal laut.” 

Ratu Bidadari terpesona dengan apa yang dilihatnya. Taman itu persis seperti taman-taman istana, lengkap dengan pepohonan, semak-semak berbunga, rerumputan hijau, bebatuan, dan air mancur. Bahkan, ia melihat sebuah tempat pemandian yang tak kalah menariknya.        

“Aku telah masuk sampai sejauh ini. Sepertinya sayang sekali jika aku tidak mencoba pemandian ini,” batin Ratu Bidadari. 

Ia pun berendam di dalam kolam dan menikmati segarnya air pemandian. Nasir, yang mengetahui bahwa Ratu Bidadari telah masuk ke dalam pemandian, segera berlayar meninggalkan tempat itu. 

Ketika Ratu Bidadari selesai mandi, ia begitu panik karena kapal telah berlayar meninggalkan tempat tinggalnya. 

“Oh, Tuan! Ke manakah kapal ini hendak berlayar?” 

 “Jangan khawatir, Ratu. Kita akan menuju ke sebuah istana Sultan. Tempat itu sangat indah dan penuh dengan orang-orang baik,” hibur Nasir.

Sesampainya di istana Sultan, suara kicauan burung yang melengking merdu menyambut kedatangan Ratu Bidadari. Burung berbulu pelangi, yang selama ini tak pernah berkicau, langsung bernyanyi begitu melihat Ratu Bidadari memasuki ruangan!       

“Andakah pemilik sebenarnya dari burung ini?” sambut Sultan gembira. 

Beliau juga terpesona melihat keanggunan Ratu Bidadari. 

“Benar, Yang Mulia Sultan. Burung ini terlepas dari istana saya, dan menghilang entah ke mana,” jawab Ratu Bidadari.

Kali ini, untuk ketiga kalinya, Nasir berhasil menjalankan tugas dari Sultan dengan baik. Sultan pun tak segan-segan mengganjarnya dengan hadiah yang lebih besar lagi dari sebelumnya. Selain itu, Sultan juga mengundang Nasir ke pesta pernikahannya dengan Ratu Bidadari. Pesta pernikahan Sultan dan Ratu Bidadari berlangsung sangat meriah selama empat puluh hari empat puluh malam. Nasir terlihat amat bahagia. Hal ini membuat rasa iri Penasihat Istana semakin menjadi-jadi. Penasehat Istana kembali berencana untuk mencelakakan Nasir. Ia menunggu saat yang tepat untuk menjalankan rencananya itu. Ia menunggu selama berminggu-minggu, hingga datanglah kesempatan itu. Suatu hari, Ratu Bidadari jatuh sakit, hingga tak sadarkan diri. Ratu Bidadari hanya bisa sembuh dengan meminum obat yang hanya bisa diperoleh di Negeri Bidadari, tempat asal Ratu Bidadari. 

“Aku akan berangkat sendiri untuk mengambil obat bagi permaisuriku! Aku tak akan gentar, meski permaisuriku pernah berkata bahwa gerbang istananya dijaga oleh dua ekor singa yang buas!” tekad Sultan.         

Namun, Penasihat Istana buru-buru mencegah Sultan.

“Jangan, Tuanku! Jika terjadi sesuatu pada Yang Mulia Sultan, rakyat akan kehilangan pemimpin. Akan lebih baik jika Nasir yang mengambilkannya untuk Paduka. Bukankah ia pernah pergi ke sana?” Sultan termenung sejenak, lalu menyetujui usul Penasihat Istana.       

“Hahaha! Bagus! Kali ini, celakalah engkau Nasir! Tenggelamlah ke dasar laut atau diterkam singa penjaga gerbang Istana Bidadari! Jangan pernah kembali lagi ke sini!” Penasihat Istana tertawa riang dalam hati. 

Nasir sangat terkejut ketika mendengar perintah Sultan untuk mencari obat di Negeri Bidadari. Ia sama sekali tak tahu bagaimana cara mendapatkan obat itu. Tetapi, ia tak punya pilihan lain. Ia pun mulai berangkat menuju Negeri Bidadari. Ketika berada di kapal laut yang membawanya ke Negeri Bidadari, Burung Gagak kembali menemui Nasir.         

“Kaok! Kaok! Tuanku, Anda hendak pergi ke mana?”    

 “Aku mendapatkan tugas lagi dari Sultan. Ratu Bidadari sedang sakit, sehingga aku harus mencari obatnya di Negeri Bidadari. Sebenarnya aku tidak tahu bagaimana caranya mendapatkan obat itu, tapi aku harus tetap berangkat ke sana.”    

“Tuan, jangan khawatir. Aku mengetahui tempatnya. Apakah Tuan masih ingat dengan gunung yang Tuan tuju untuk bertemu dengan Ratu Bidadari?”     

“Ya, aku ingat.”   

“Obat untuk Ratu Bidadari ada di dalam Istana Bidadari, di balik gunung itu. Penjaga pintu gerbangnya adalah dua ekor singa bersurai emas dan bertaring setajam pedang. Ambillah sehelai buluku, dan usapkan pada mulut mereka.”   

Burung Gagak mencabut sehelai bulu dengan paruhnya. Nasir menerimanya dengan penuh rasa terima kasih. Ia segera menyimpan bulu hitam mengilat itu dengan baik. 

“Terima kasih, Kawan. Mengapa engkau begitu baik padaku? Berkat jasamu, aku bisa melaksanakan tugas-tugas dari Sultan dan hidup berkecukupan.”     

“Tuan pernah berbaik hati membebaskan saya dari jaring. Inilah balas budi saya kepada Tuan. Semoga Tuan kembali dengan selamat. Kaok!” Usai membantu Nasir, Burung Gagak terbang. Nasir tak ingin membuang-buang waktu. 

Ia segera berlayar ke arah kanan, hingga melihat sebuah gunung. Kemudian, ia berlayar lurus menuju pantai di tepian gunung dan menepi di sana. Untuk mencapai istana di balik gunung, Nasir terus mendaki, menembus semak belukar berduri dan rapatnya pepohonan berakar sulur, sampai akhirnya ia melihat sebuah istana yang amat cantik. Dan, seperti perkataan Burung Gagak, gerbang istana itu dijaga oleh dua ekor singa dengan surai emas yang berkibar tertiup angin gunung. Kedua singa itu tampak memamerkan taring-taringnya yang setajam pedang. Mereka diam bersiaga, layaknya sepasang patung singa.            

“Aku harus berani!” Nasir memegang erat bulu Burung Gagak sambil berjalan mendekat dengan hati-hati.           

Nasir semakin dekat dengan kedua singa itu. Tetapi, singa-singa itu tetap diam mematung. Tak bergerak. Tak menyerang. Hanya menggeram, menyeringai, dan menatap tajam ke arah Nasir, seolah memberi peringatan.          

“Tenang, singa-singa baik. Aku hanya ingin meminta obat untuk ratu kalian.” 

Nasir mengusap-usap kedua mulut singa itu secara bergantian menggunakan bulu Burung Gagak. Tak disangka, singa-singa itu menutup mulutnya, lalu duduk seperti kucing penurut. Para singa merebahkan kepala bersurai emas mereka di kaki dan menggoyang-goyangkan ekor.       

“Wah! Ajaib! Singa-singa ini menjadi jinak setelah terkena bulu gagak ini.” Nasir berseru senang dengan jantung yang berdebar-debar. 

Ia pun melewati pintu gerbang dengan berjalan pelan-pelan. Di dalam istana, para pelayan Ratu Bidadari mengenali Nasir dan segera tahu bahwa ratu mereka sedang sakit.        

“Tolong, minumkan obat ini kepada ratu kami. Semoga, beliau lekas sehat seperti sedia kala,” kata salah satu pelayan dengan wajah sedih. Nasir menjawab dngan anggukan. 

Usai berpamitan, Nasir berlayar pulang dan bergegas menemui Sultan. Burung Gagak yang mengetahui kepulangan Nasir, juga ikut masuk ke dalam istana Sultan, sembari bertengger di pundak Nasir. Penasihat Istana, yang melihat keberhasilan Nasir, merasa semakin jengkel saat melihat kedatangan Nasir. Apalagi rencananya kembali gagal untuk kesekian kali. “Huh! Lihat saja pembalasanku!” gumamnya sendirian.  

Burung Gagak, yang mengetahui niat jahat Penasihat Istana, segera mengingatkan Nasir. “Berhati-hatilah, Tuan. Penasihat Istana bermaksud buruk kepada Anda.”   

“Baginda Sultan! Tunggu! Jangan minumkan obat itu kepada Baginda Ratu!” cegah Penasihat Istana.

Saat itu Sultan hendak meminumkan obat itu kepada Ratu Bidadari yang berbaring tak sadarkan diri di ranjang. Sultan terkejut mendengar peringatan itu. 

“Katakan kepadaku, apa alasannya?”   

“Nasir tidak mungkin bisa mendapatkan obat dari Negeri Bidadari. Bagaimana ia bisa melewati dua singa buas penjaga gerbang Istana Bidadari?” Penasihat Istana mengemukakan alasannya.  

“Sa...ya…. Sa...ya menggunakan bulu burung gagak ini untuk menjinakkan mereka.” Nasir menjelaskan dengan terbata-bata.  

Semua orang yang berada di situ tertawa mendengarnya, kecuali Sultan. Ia menyimak penjelasan Nasir dengan sungguh-sungguh.         

“Bagaimana mungkin sehelai bulu burung bisa menjinakkan dua ekor singa? Ini pasti penipuan! Obat itu pasti palsu! Ratu bisa meninggal kalau meminum obat itu! Nasir itu seorang pembohong, Yang Mulia!” teriak Penasihat Istana.       

“Nasir berani membohongi Sultan! Dia harus dihukum! Harus dihukum!” seru yang lain.  

Nasir gemetar menahan marah. Ia tidak menyangka jika Penasihat Istana menuduhnya berbohong.  

“Tenang semua!”

 Sultan mengangkat tangannya. Ia menatap Nasir dengan tegas. 

“Anak muda, selama ini, engkau belum pernah mengecewakan aku. Katakanlah, dari mana engkau mendapatkan obat ini?”  

 “Dari Istana Bidadari, Tuanku. Pelayan Ratu yang memberikannya kepada saya,” kata Nasir mencoba bersikap setenang mungkin.         

“Apakah aku bisa memercayaimu?” tanya Sultan. 

Nasir mengangguk yakin. 

“Ya, Anda bisa mempercayai saya, Tuan.”   

Sultan memercayai perkataan Nasir. Beliau meminumkan obat itu ke mulut Ratu Bidadari. Semua yang hadir menunggu dengan tegang, menunggu reaksi obat. Perlahan-lahan, wajah Ratu Bidadari bersemu segar, lalu membuka mata, dan bangkit duduk di tempat tidur. Orang-orang langsung berseru lega, kecuali Penasihat Istana. Wajahnya tampak pucat pasi. Sementara itu, Nasir terlihat sangat lega karena ia terbukti tidak berbohong kepada Sultan. Ratu Bidadari memanggil Nasir untuk mendekat. “Aku telah mendengar cerita tentang keberanianmu. Terima kasih, Anak Muda,” ucap Ratu Bidadari, inikah burung gagak yang telah membantumu?” 

Ratu menatap Burung Gagak yang bertengger di pundak Nasir.        

“Benar, Yang Mulia. Dia adalah sahabat terbaik saya,” kata Nasir. 

“Aku akan memberi tahumu satu hal. Sebenarnya, burung gagak ini adalah jelmaan dari salah satu pelayanku. Dulu, dia melanggar perintahku, sehingga aku mengubahnya menjadi seekor burung gagak. Tetapi, kini, aku telah melihat kebaikannya dalam membantumu dan menyelamatkan nyawaku. Oleh karena itu, aku memaafkan segala kesalahannya dahulu.”         

Tiba-tiba, tubuh Burung Gagak bergetar hebat, hingga jatuh ke lantai. Begitu tubuhnya menyentuh lantai, sapuan angin menderu lembut. Burung Gagak telah berubah kembali ke rupa aslinya, yaitu seorang bidadari pelayan Ratu.          

“Terima kasih, Baginda Ratu!” Bidadari itu bersujud penuh hormat.

Hari itu, semua kisah berakhir dengan kebahagiaan, kecuali kisah Penasihat Istana. Oleh karena ia telah melontarkan tuduhan palsu terhadap Nasir, ia diusir dari Istana Sultan. Sebagai gantinya, Sultan mengangkat Nasir sebagai penasihatnya yang baru. Nasir juga tak lupa untuk berterima kasih kepada Burung Gagak yang telah kembali menjadi seorang bidadari. Tanpa bantuan burung gagak itu, Nasir tidak mungkin berhasil melewati semua rintangan ini. Tak lama sesudah kejadian itu, Nasir dan sang bidadari memutuskan untuk menikah. Mereka pun hidup bahagia selama-lamanya. 

***

Eko sampai di rumah Budi, ya memarkirkan  motornya dengan baik di depan rumah Budi. Eko pun duduk sebelah Budi. Ya Budi selesai baca buku cerita, ya di taruhlah buku di mejalah. 

"Lagi suka baca buku cerita ya Budi?!" kata Eko. 

"Iya Eko lagi suka baca cerita, ya cerita dari Turki, ya di tulis di buku itu sih!" kata Budi. 

"Cerita dari Turki. Kaya ceritanya bagus," kata Eko. 

"Memang sih Eko ceritanya bagus. Cerita tentang balas budinya buruk gagak pada seorang cowok bernama Nasir. Ya ternyata burung gagak itu seorang bidadari yang di hukum sama Ratu Bidadari, ya karena berbuat salah sih," kata Budi sedikit menceritakan isi buku cerita pada Eko. 

"Oooooo begitu," kata Eko. 

"Main catur saja!" kata Budi. 

"Main lain ada apa enggak?!" kata Eko. 

"Ada sih mainan yang lain. Ya main ular tangga tapi aku modifikasi, ya bisa di bilang baru," kata Budi. 

"Ular tangga di modifikasi sama Budi. Boleh juga kalau itu di mainkan," kata Eko. 

Budi mengambil barang di bawah meja dan di taruh di atas meja. 

"Ini mainan ular tangga yang telah aku modifikasi, ya jadinya mainan baru," kata Budi. 

Eko melihat dengan baik mainan ular tangga yang telah di modifikasi sama Budi. Ya Budi menjelaskan dengan baik cara mainnya. Eko mengerti penjelasan Budi, ya keduanya main deh dengan baik.

CAMPUR ADUK

JEFF, WHO LIVES AT HOME

Malam hari, ya bintang berkelap-kelip di langit. Setelah nonton Tv yang acara menarik dan bagus....FTV di chenel AllPlay Ent, ya seperti bia...

CAMPUR ADUK