CAMPUR ADUK

Friday, August 20, 2021

SESUAI DENGAN RENCANA

Kasino dan Indro duduk di bawah pohon yang rindang di atas bukit. Keduanya melihat keadaan lingkungan dengan baik.

"Di sini tenang banget, ya Kasino," kata Indro.

"Iya," kata Kasino.

Indro membawa teropong, ya segera melihat lingkungan dengan lebih baik lagi sih. Kasino minum minuman botolnya.

"Keadaan lingkungan seperti biasanya," kata Indro.

Indro menghentikan meneropong keadaan lingkungan. Kasino tetap asik minum minuman botolnya. 

"Kaya aku lama-lama mabuk nie," kata Kasino becandaan.

"Becandakan Kasino?!" kata Indro.

"Iya deh. Cuma becanda. Mana mungkin minuman bersoda memabukan," kata Kasino.

Kasino tetap meminum minumannya. Indro segera minum juga minuman botolnya.

"Emmmm. Seger juga minuman bersoda. Sesuai dengan iklannnya," kata Indro.

"Indro kalau ngomong begitu. Bisa di bilang promosiin jualan orang tahu. Bahwa minuman itu memang enak rasanya," kata Kasino.

"Sekedar obrolan saja. Kalau di anggap gitu. Memangnya kita di bayar. Kaya orang-orang di Tv mempromosikan jualan ini dan itu. Pada akhirnya. Orang-orang tertarik dengan barang di promosiin itu, ya di belilah jualannya," kata Indro.

"Dengan cara di promosiin, ya menggerakkan sektor perekonomian dengan baik. Walau keadaan katanya masih menanggulangi covid-19. Tetap saja ekonomi berjalan sesuai dengan rencana manusia. Pelan-pelan, tapi pasti sampai tujuannya," kata Kasino.

"Manusia jika berusaha dengan baik, ya pasti mengubah apa-apa pun. Demi hidup dengan layak," kata Indro.

"Seperti contohnya : perlombaan menyanyi di Tv. Dari keadaan tidak di kenal orang, ya menjadi di kenal orang. Kaya dan terkenal. Semua berkat kerja keras yang baik dalam mencapai tujuan dengan baik pula," kata Kasino.

"Ngomong-ngomong acara perlombaan menyanyi kemarin malam. Bagus apa enggak Kasino?!" kata Indro.

"Seperti biasanya bagus sih. Walau ada sesuatu sih yang aneh," kata Kasino.

"Oooooo aku paham Kasino. Ada artis yang menonjol dengan kecantikannya," kata Indro.

"Bunga itu terlihat cantik banget," kata Kasino.

"Tidak perlu di sebutkan namanya, ya Kasino?!" kata Indro.

"Ya tidak perlu di sebutkan nama tuh artis. Untuk menciptakan obrolan misteri gitu," kata Kasino.

"Makin misteri makin menarik di obrolkan. Benar-benar tuh artis...cantik banget. Membuat terkesan yang menonton acara Tv," kata Indro.

"Eeeeemmmm," kata Kasino.

Kasino dan Indro terus minum minuman di botol.

"Kadang lebih enak. Ada cewek di sini, ya Kasino?!" kata Indro.

"Kalau ada cewek di sini. Namanya pacaran. Lagian enggak asik lagi lah. Niat duduk di sini kan menikmati keadaan lingkungan dari atas bukit," kata Kasino.

"Iya sih. Omongan Kasino bener," kata Indro menegaskan omongan Kasino.

Indro dan Kasino terus minum minuman botolnya sampai habis.

"Pulang yuk Indro. Udahan di sininya!" kata Kasino.

"Ya. Udahan santai-santai di sini melihat keadaan lingkungan di atas bukit," kata Indro.

Indro dan Kasino beranjak dari duduknya dari pohon yang rindang di atas bukit. Keduanya berjalan dengan baik menuju rumah. Dono sedang berada di rumah Rara. Dono duduk di ruang makan bersama Rara, ya sedang makan makan enak yang di buat Rara dengan baik.

"Mas Dono gimana rasa masakan yang di buat Rara?!" kata Rara.

"Enak...dek. Makan yang di buat dek Rara," kata Dono yang jujur.

"Rara senang mendengarnya," kata Rara.

"Emmmm," kata Dono.

Dono dan Rara menikmati makan yang enak itu, ya ceritanya benar benar romantis sih kalau penjelasan tentang makan yang enak sih lebih baik acara di Tv yang menjelaskan makan yang enak ini dan itu. Apalagi yang menjelaskan makan enak itu artis yang terkenal dan populer. Dari makan kelas rakyat biasa sampai makanan kelas atas, ya bisa di bilang hanya mampu di beli orang kaya raya gitu. Pasti ceritanya tetap makan itu enak banget. Kuliner di Indonesia, ya enak semuanya sih. Singkat waktu, ya Kasino dan Indro telah berada di dalam rumah. Kasino duduk di ruang tengah, ya sedang asik nonton Tv yang acaranya bagus banget gitu. Indro duduk di ruang tamu sedang memainkan gitarnya dan bernyanyi lagu yang populer gitu dengan judul 'Jang Ganggu'.

Lirik lagu yang di nyanyikan Indro dengan baik :

Boh sayang, ko itu sa punya
Jang ada yang mo ganggu tong dua
Karna ko deng sa sama-sama bahagia
Ludah-ludah dong yang tra suka
Oh adoh-adoh jang ganggu
Yang itu sa punya jang ganggu
Ko pi cari yang lain sudah
Tra usah jadi pengganggu
Sa su stay dengan dia dari lama
Jang ko datang toki dengan ko pu drama
Sio tabe sayang ko tabuang
Jang ganggu yang itu sa punya jang ganggu
Tra usah ko mo datang cari-cari tau (tra usah ko mo datang cari tau)
Tabe di tra usah main ganas
Masih kalah jauh kurang berkelas
Kaka dong kurang kols ade trobos foll
Maaf de pu hati sa yang deluan kasih ko
Tuani saja jang coba datang par mo ganggu
Nyong pu my lowva nanti tageser jauh
Ini sa pu leide cinta buat crazy
Deng ko saja baby jujur bukan parlente
Jang takut seng ada yang lain
Nyong pu cinta utuh ini seng bermain
Nona pu manja-manja nona pu sifat bajaga
Nyong jaga hati jang mo tester nanti lain masuk testi
Oh adoh-adoh jang ganggu
Yang itu sa punya jang ganggu
Ko pi cari yang lain sudah
Tra usah jadi pengganggu
Sa su stay dengan dia dari lama
Jang ko datang toki dengan ko pu drama
Sio tabe sayang ko tabuang
Boleh kah jang ganggu dia de itu sa pu maitua
De su bahagia akan selalu setia sampe di hari tua
Tong tetap akan bersatu
Jadi kam sei jauh jauh
Sa mohon eh jan kam begitu
Aduh sio eh macam tra mampu
De pu mama su setuju saja ni anak mantu
Maskawin tong su atur langsung tong menuju
Ko sei sudah dari pada masalah
Lebih baik jang ganggu itu sa yang punya
Jang jadi pengganggu ko tu cuma benalu
Yang di saat di butuh kalo keluar rumah
Ko stop sudah dengan ko pu takalekang
Karna tong dua bangun tingkat tara gampang
Ko kasih pisah tong dua
Oh tra bisa
Oh adoh-adoh jang ganggu
Yang itu sa punya jang ganggu
Ko pi cari yang lain sudah
Tra usah jadi pengganggu
Sa su stay dengan dia dari lama
Jang ko datang toki dengan ko pu drama
Sio tabe sayang ko tabuang

***

Indro selesai menyanyikan lagu dan main gitarnya.

"Nonton Tv saja ah!" kata Indro.

Indro menaruh gitarnya di meja dan beranjak dari duduknya dari ruang tamu ke ruang tengah. Duduklah Indro di ruang tengah bersama Kasino untuk nonton Tv dengan baik.

"Indro. Terdengar Indro menyanyikan lagu dan main gitar di ruang tamu. Lagu apa yang di nyanyikan Indro?!" kata Kasino.

"Lagu...'Jang Ganggu'..," kata Indro.

"Ooooo. Lagu 'Jang Ganggu' toh. Memang sih lagu itu bagus banget," kata Kasino memuji.

"Di Youtobe. Banyak artis penyanyi menyanyikan lagu 'Jang Ganggu'...," kata Indro.

"Berarti lagu itu benar populerlah," kata Kasino.

"Kenyataannya begitu," kata Indro.

Indro dan Kasino terus nonton Tv yang acaranya bagus gitu.

"Oooo iya Kasino. Ingin tanggapan mu tentang orang yang pindah agama dari Islam ke Kristen?! Ya berita ada di jaringan internet sih. Rakyat kecil bisa, ya pejabat juga bisa," kata Indro.

"Tanggapan ku. Bukan urusan aku. Aku tidak mau ikut campur urusan orang yang pindah agama!" kata Kasino yang tegas.

"Omongan Kasino ada benarnya sih. Tidak perlu ikut campur urusan orang yang pindah agama. Berarti jika terjadi masalah di negara lain, ya urusan pemerintahan dan juga perang. Jawabannya Kasino, ya tetap tidak ikut campur!" kata Indro.

"Ya ilah. Tidak perlu ikut campur urusan pemerintahan negara lain yang ini dan itu sampai perang. Orang kita ini rakyat kecil mana ada pengaruhnya ngurusin urusan pemerintahan ini dan itu. Kalau kita pejabat pemerintahan, ya mungkin dapat mempengaruhi keadaan," kata Kasino yang tegas.

"Jadi status jabatan di pemerintahan dapat mempengaruhi keadaan. Contoh saja : proses penangulangan covid-19 yang mempengaruhi keadaan lingkungan sampai tempat ibadah saja. Tata cara ibadah, ya ada yang berubah sih dengan tujuan disiplin segala-galanya," kata Indro.

"Maka itu jika ingin mempengaruhi keadaan. Terjun ke politik dan jadilah pejabat yang dapat mengubah segala-galanya. Agar jadi lebih baik, ya jalan kehidupan manusia ini!" kata Kasino yang tegas.

"Aku tidak tertarik terjun ke politik dengan tujuan jadi pejabat pemerintahan. Jadi rakyat biasa saja!" kata Indro yang tegas.

"Ya..ya..ya," kata Kasino.

Kasino dan Indro terus nonton acara Tv yang bagus itu. Dono dan Rara selesai makan di ruang makan, ya duduk di ruang tengah. Keduanya nonton Tv dengan acara film yang bagus banget sambil ngobrol yang romantis...pokoknya ceritanya kaya orang nonton di bioskop gitu tapi setnya di rumah saja!.

Thursday, August 19, 2021

KEPUTUSAN TUHAN

Indro duduk di ruang tengah sedang asik nonton Tv. Kasino selesai urusan kerjaannya, ya keluar dari kamarnya ke ruang tengah untuk nonton Tv. Duduklah Kasino di ruang tengah, ya bersama Indro dengan baik. 

"Berita...acara Tv ya Indro?!" kata Kasino.

"Iya...Kasino. Acara Tv-nya berita," kata Indro.

"Beritanya masih mengenai tentang penyakit ini dan itu.....covid-19. Sampai jenuh yang nonton dan sampai jenuh yang menjalankan kehidupan ini yang harus beradaptasi dengan penyakit ini dan itu berkembang dengan ekosistem seperti ini adanya," kata Kasino.

"Mau di kata apa lagi Kasino? Keadaannya!" kata Indro.

Indro dan Kasino menonton acara Tv dengan baik.

"Nyawa pada manusia di ibaratkan dengan lilin yang menyalakan Kasino?!" kata Indro.

"Nyawa pada manusia di ibaratkan lilih yang menyala. Ya bisa di bilang begitu sih Atau nyawa pada manusia itu di ibaratkan dupa yang menyala," kata Kasino.

"Tuhan tinggal meniup tuh api lilin dan pada akhirnya manusia mati," kata Indro

"Tuhan maha pencipta menciptakan manusia dan juga makluk seisi dunia ini. Pada akhirnya Tuhan lah yang memutuskan untuk matikan semua makluk seisi dunia ini dengan berbagai jenis kematian.Yang paling di takutkan manusia adalah murka Tuhan, ya dunia seisi di hancurkan.....kiamat," kata Kasino.

"Penyakit berkembang saat ini, ya keputusan Tuhan untuk mematikan manusia," kata Indro.

"Manusia kan berusaha dengan baik, ya agar hidup lebih lama lagi agar sembuh dari penyakit atau berusaha tidak kena penyakit," kata Kasino.

"Apa yang kita makan, minum dan tingkah laku......bisa menyebabkan kematian. Sadar atau tidak sadar sih manusia itu," kata Indro.

"Berarti manusia itu di dalam dirinya terkontaminasi penyakit. Maka itulah perlunya di vaksin agar meningkatkan imun tubuh. Kebal dari penyakit," kata Kasino.

Kasino dan Indro terus nonton Tv dengan baik.

"Orang donor darah. Berarti darahnya harus terbebas dari penyakit. Agar tidak menularkan penyakit lewat tranfusi darah, ya kan Kasino?!" kata Indro.

"Omongan Indro bener. Orang yang mendonorkan darah harus terbebas dari penyakit. Agar darah yang di tranfusikan ke orang membutuhkan tidak terkena penyakit bawaan ini dan itu," kata Kasino menegaskan omongan Indro.

"Kerjaan di bidang urusan donor darah, ya harus teliti banget," kata Indro.

"Memang harus teliti," kata Kasino.

Kasino dan Indro masih terus menonton acara Tv dengan baik.

"Oooo iya Kasino. Apa tangggapan Kasino dengan sebuah cerita  seperti ini : tentang seorang cowok ganteng sih, ya perilakunya menunjukkan dirinya Sok Kegantengan atau di sebut Sok Kecakepan. Ada cewek yang menyukai cowok itu tapi tidak di tanggapi dengan baik. Cewek itu merasa jengkel, ya berkata Sok Kecakepan," kata Indro.

"Cowok yang Sok Kecakepan itu di nasehatin dengan baik agar perilakunya berubah menjadi rendah diri. Tidak lagi menunjukkan ke sombongan pada paras. Sedangkan untuk cewek sadar dirilah dengan sifat malu lebih baik dan juga lebih baik diam dari pada menilai seseorang ini dan itu karena diri cewek itu menunjukkan tidak jauh beda dengan cowok yang di omongin itu," kata Kasino.

"Omongan Kasino, ya bener sih. Harus sadar diri baik cowok dan cewek," kata Indro.

"Sudahlah tidak perlu di bahas ini dan itu. Fokus nonton Tv!" kata Kasino.

"Iya. Hanya sekedar obrolan saja!" kata Indro.

Indro dan Kasino, ya fokus nonton Tv. Sedangkan Dono di ruang tamu sedang asik baca bukunya.

HARUSKAH AKU MATI

Dono sedang asik duduk di halamam belakang, ya menikmati keadaan malam bertabur bintang sambil minum teh dan makan keripik pisang. Kasino sedang asik nonton Tv di ruang tengah. Acara Tv yang di tonton Kasino, ya musiklah karena banyak bintang-bintang yang populer saat ini, ya sering muncul di Tv sih. Indro memang masih mengerjakan kerjaan di kamarnya dan pada akhirnya, ya selesai sih kerjaannya Indro.

"Istirahatlah," kata Indro.

Indro menyimpan dengan baik hasil kerjaannya dan leptop di matikan sih. Indro mengambil gitarnya berada di kasur dan segera keluar dari kamarnya, ya menuju halaman belakang. Sampai di halaman belakang, ya Indro duduk dengan baik.

"Indro mau main gitar dan menyanyi?" kata Dono.

"Iya...Don," kata Indro.

Indro segera memainkan gitar dan menyanyikan lagu dengan judul 'Haruskah Aku Mati'. Dono bernyanyi bersama Indro dengan baik sih.

Lirik lagu yang di nyanyikan Indro :

Andai kau merasakan
Sakit yang kau berikan kepada ku
Ku yakin kau tak akan
Sanggup untuk beratahan
Andai yang kau lakukan
Dapat ku kembalikan kepada mu
Ku pastikan diri mu
Lebih rapuh dari ku
Namun ku tak ingin
Lukai hatimu
Aku sekuat hati bertahan
Kamu sebisanya menghancurkan
Aku mengalah kerana cinta
Kamu sengaja menggores luka
Dengan cara apa lagi
Kau melunakkan hati
Haruskah diriku mati
Agar kau bisa hargai
Andai kau merasakan
Sakit yang kau berikan kepada ku
Ku yakin kau tak akan
Sanggup untuk beratahan
Andai yang kau lakukan
Dapat ku kembalikan kepadamu
Ku pastikan dirimu
Lebih rapuh dariku
Namun ku tak ingin
Lukai hatimu
Aku sekuat hati bertahan
Kamu sebisanya menghancurkan
Aku mengalah kerana cinta
Kamu sengaja menggores luka
Dengan cara apa lagi
Kau melunakkan hati
Haruskah diriku mati
Agar kau bisa hargai

***

Indro selesai menyanyikan lagu dan main gitar, ya Dono berhenti menyanyikan lagu lah.

"Indro kenapa menyanyikan lagu 'Haruskah Aku Mati'...?!" kata Dono.

"Jangan Don. Jangan mati karena cinta pada wanita, ya bisa masuk neraka. Lebih baik mati di jalan kebenaran membela agama," kata Indro yang niatnya becanda.

"Di tanya. Malah lebay!" kata Dono.

"Becanda boleh kan!" kata Indro.

"Boleh banget!" kata Dono.

"Kenapa aku menyanyikan lagu 'Haruskah Aku Mati'...?!" kata Indro.

Dono langsung memotong omongan Indro dan berkata "Jangan Indro. Jangan mati karena cewek yang buruk sifatnya. Lebih baik kau tinggal cewek yang sifatnya buruk itu. Kembali ke jalan yang baik di ridhoi Allah SWT. Cewek ahli surga banyak Indro....di Mesjid, ya tinggal di pilih saja dan jadikan istri!" kata Dono niatnya becanda. 

"Dono. Bales ya?!" kata Indro.

"Becanda!!!" kata Dono.

"Ya sudahlah satu sama!" kata Indro.

"Indro kenapa kamu menyanyikan lagu yang baru kamu nyanyikan?!" kata Dono.

"Aku tertarik saja. Karena yang menyanyikan lagu itu. Penyanyi yang cantik dan populer saat ini sih. Dari tontonan aku di Youtobe sih," kata Indro.

"Aku memang nonton Youtobe sih. Memang banyak penyanyi yang menyanyikan lagu itu," kata Dono.

"Memang sih lagu itu bagus. Lirik itu sebagai nasehat saja bagi ku....jika menjalankan suatu hubungan dengan cewek," kata Indro.

"Hubungan kisah cinta memang tidak selamanya mulus. Pasti ada lika likunya. Pertengkaran ini dan itu kaya cerita film dan sinetron jadinya seperti kenyataan banget gitu," kata Dono.

"Aku sebagai cowok, ya berusaha dengan baik memahami sifat dari cewek yang aku sukai. Agar hubungan langgeng sampai tujuan sih...pernikahan," kata Indro.

"Aku juga sama Indro. Karena aku lebih tua dari cewek yang aku sukai, ya lebih banyak mengalahlah. Demi kebaikkan hubungan dari kisah cinta yang baik," kata Dono.

"Kalau tidak perlu di bahas lebih jauhlah Don. Aku mau main game saja!" kata Indro

"Emmmm!" kata Dono.

Dono menikmati minum tehnya dengan baik. Indro telah menaruh gitarnya di samping tempat duduknya dan segera main game di Hp-nya dengan baik. Kasino masih asik di ruang tengah, ya nonton Tv dengan acara Tv yang bagus gitu.

Wednesday, August 18, 2021

KU LEPAS DENGAN IKHLAS

Kasino sedang asik nonton Tv di ruang tengah. Acara Tv yang di tonton Kasino, ya acara perikahannya artis Lesti dengan artis Risky Billar......pokoknya menarik di tonton sih. Dono dan Indro di ruang tamu sedang main catur sih. Indro memajukan pionnya dengan baik.

"Don," kata Indro.

Dono memajukan pion caturnya dengan baik juga dan berkata "Apa?" 

"Seandainya Dono meninggal karena sakit parah, ya tidak tertolong lagi. Bagaimana kisah cinta Dono dengan Rara?!" kata Indro.

Indro memajukan pion caturnya dengan baik.

"Seandainya toh. Mati muda ya. Ya aku sih terima dengan baik takdir ku. Karena aku belajar ilmu agama dengan baik. Urusan ku dengan Rara, ya ku lepas Rara dengan ikhlas," kata Dono.

Dono memajukan pionnya dengan baik.

"Rara di lepas dengan ikhlas," kata Indro.

Indro memajukan langkah kuda dengan baik.

"Rara kan berhak bahagia dengan orang lain lebih baik dari aku. Kesedihan berlarut-larut tiada gunanya," kata Dono.

Dono memajukan peluncurnya dengan baik.

"Bahagia. Kaya lagu...yang di nyanyikan artis dangdut....Bahagia," kata Indro.

Indro memajukan pionnya dengan baik.

"Bahagia. Lagu itu bagus banget, ya kena dengan persoalan sih," kata Dono.

Dono memajukan langkah kudanya dengan baik.

"Kalau aku meninggal dunia di usia muda. Ya aku sama pola berpikirnya dengan Dono. Aku lepas dengan ikhlas Saskia," kata Indro.

Indro memajukan pionnya dengan baik.

"Kita hidup ini hanya sementara waktu. Ya pinter-pinter saja menikmati hidup dengan baik," kata Dono.

Dono menggunakan kuda memakan pionnya Indro.

"Kisah cinta sampai pada pernikahan. Harus di syukurin dengan baik, ya kan Don?!" kata Indro.

Indro melangkahkan peluncurnya dengan baik.

"Iyalah. Kisah cinta sampai di pernikahan harus di syukurin dengan baik. Karena ada yang tidak sampai ke pernikahan....kisah cinta. Putus karena konflik ketidak cocokan. Putus karena takdir kematian," kata Dono.

Dono memajukan langkah peluncurnya dengan baik.

"Kisah cintanya Artis Lesti dan Risky Billar, ya sampai pada pernikahan," kata Indro.

Indro dengan kudanya memakan pionnya Dono.

"Hubungan sampai pernikahan, ya banyak-banyak bersyukur dengan baik," kata Dono.

Dono melangkahkan pionnya dengan baik.

"Berdoa dan berusaha dengan baik. Alloh SWT menjabah doa orang-orang yang menjalin hubungan kisah cinta sampai pernikahan. Dan pada akhirnya anak lahir di dunia ini dengan baik. Sama dengan kisah orang tua yang hidup bahagia dengan kisah cinta yang baik," kata Indro.

Indro memajukan pionnya dengan baik.

"Emmmm," kata Dono.

Dono dengan peluncurnya memakan pion Indro. Permain catur makin seru. Dono dan Indro makin serius permainan caturnya. Kasino masih nonton Tv dengan baik.

"Acara pernikahan artis Lesti dan Risky Billar....bagus," kata pujiannya Kasino.

Kasino terus menonton acara Tv yang bagus itu.

JAWABAN KEBENARAN

Dono di halaman belakang sambil menikmati minum teh dan makan keripik pisang. Kasino di kamarnya, ya sedang mengerjakan kerjaannya dengan baik. Indro selesai menonton Tv, ya Tv di matikan lah pake remot. Indro ke halaman belakang. Duduklah Indro dan segera menuangkan tekok berisi teh ke cangkir, ya segera di minum dengan baik. Dono menaruh cangkir berisi teh di meja dan berkata "Indro."

"Apa....Don?" kata Indro sambil menaruh cangkir berisi teh di meja.

"Guru yang mengajarkan ngaji aku pada masa kecil. Telah meninggal dunia," kata Dono.

"Inalillahi wainailaihi rojiun," kata Indro.

"Saat aku sakit parah. Guru mengajiku itu. Khawatir aku meninggal dunia. Ternyata aku bisa bertahan hidup dengan baik," kata Kasino.

"Aku sebagai teman juga khawatir dengan keadaan Dono. Tapi ternyata Dono kuat dalam menghadapi ujian sakit itu. Sekarang malah kabarnya. Guru mengaji Dono, ya meninggal dunia," kata Indro.

"Guru ngaji ku itu penyebab kematiannya, ya sakit sih," kata Dono.

"Kebanyakan manusia meninggal karena sakit. Kaya berita di Tv saja. Tentang orang sakit ini dan itu, ya pada akhirnya meninggal juga," kata Indro.

"Aku sakit sebenarnya karena membuktikan kebenaran, ya mencari jawaban dari pertanyaan ku saja. Aku berhasil dan dapet mendengarkan Roh, ya di jelaskan kebenaran ini dan itu dengan baik," kata Dono.

"Ujiannya yang berat, ya Don," kata Indro.

"Berat banget. Mendekati ajal," kata Dono.

"Ternyata Roh membimbing dengan baik seluruh umat manusia yang ingin berjalan dengan baikkan, ya kan Don?!" kata Indro.

"Semua manusia yang berjalan di jalan kebaikkan. Memang di bimbing dengan baik sama Roh. Semua atas perintah Tuhan Penguasa Alam Semesta," kata Dono.

Dono mengambil keripik pisang, ya segera di makan dengan baik. Indro mengambil keripik pisang, ya di makan dengan baik.

"Oooo. Iya Don. Apa tanggapan mu tentang acara Tv Artis Lesti menikah dengan artis Risky Billar, ya menggelar acara adat sih?!" kata Indro.

"Bagus saja sih!" kata Dono.

"Bagus toh," kata Indro.

"Bidadari yang cantik artis Lesti. Artis Risky Billar, ya pria beruntung mendapatkan artis Lesti," kata Dono.

"Bidadari. Jangan-jangan Dono jatuh hati pada artis Lesti?!" kata Indro.

"Indro. Indro. Aku pernah menulis cerita dengan judul Bidadari Lesti. Jadi hal biasa buat ku menyebutkan Bidadari," kata Dono.

"Aku kirain. Sama dengan Kasino. Menyembutkan Bidadari. Berarti jatuh hati pada artis yang di tonton di Tv, ya Selfi gitu," kata Indro.

"Aku kan beda Indro. Lagian aku lebih tua dari artis Lesti. Kadang kalau di pikir dengan baik, ya lebih baik jadi kakak. Menyesuaikan dengan cerita yang aku buat dengan baik," kata Dono.

"Aku paham Don. Memang cerita yang di buat Dono yang menggunakan nama artis Lesti, ya Dono jadi Kakak. Tapi kenapa dengan nama artis Rara di jadi pasangan?!" kata Indro.

"Nama juga permainan dalam cerita. Rara yang dunia kenyataan dengan Rara di dunia maya," kata Dono.

"Ya....ya...ya," kata Indro.

Indro mengambil cangkir berisi teh di meja dan segera di minum dengan baik. Dono mengambil keripik pisang di plastik, ya di makan dengan baik sih.

"Perlombaan menyanyi yang diadakan di Tv, ya bagus. Pesertanya berkulitas semuanya," kata Dono.

Indro menaruh cangkir berisi teh di meja.

"Memang bagus sih Don. Pesertanya menyanyi di Tv berkualitas semua. Aku saja terkesan dengan gadis cantik," kata Indro.

"Itu sih kebiasaan Indro," kata Dono.

"Kan Dono juga sama. Terkesan juga dengan cewek cantik juga!" kata Indro.

"Ya...ya..ya," kata Dono.

Dono mengambil cangkir berisi teh dan meminumnya dengan baik.

"Main game ah!" kata Indro.

Indro segera main game di Hp-nya dengan baik. Dono menaruh cangkir berisi teh di meja.

"Kebiasaan Indro, ya main game di Hp. Kalau begitu aku baca buku!" kata Dono.

Dono mengambil buku di meja dan segera di baca dengan baik. Kasino di kamarnya, ya masih sibuk dengan urusan kerjaannya yang di jalankan dengan baik.

Tuesday, August 17, 2021

MEMPROMOSIKAN BUDAYA

Kasino sedang asik nonton Tv di ruang tengah. Indro selesai mengerjakan kerjaanya, ya keluar dari kamarnya untuk nonton Tv. Duduklah Indro bersama Kasino di ruang tengah. Acara Tv yang di tonton, ya beritlah......pokoknya menarik di tonton dengan baik.

"Acara Tv-nya ada berita tentang Lampung, ya Kasino?" kata Indro.

"Ya di kaitkan ini itu saja," kata Kasino.

"Jangan-jangan mau nyari keberadaan Kasino. Kan Kasino...orang Sumatra," kata Indro.

"Aku memang orang Sumatra. Aku orang Bengkulu, ya bukan Lampung sih," kata Kasino.

"Jangan-jangan karena Dono pernah menulis cerita tentang Lampung Tengah ya?!" kata Indro.

"Itu kan cerita lama," kata Kasino.

"Ooooo jangan-jangan ada kaitannya dengan artis dan juga peserta menyanyi asal Sumatra jadi di naikin beritanya," kata Indro.

"Mungkin sih," kata Kasino.

Kasino dan Indro terus menonton acara Tv dengan baik.

"Berita sih memang masih ada kaitan urusan pemerintahan. Benar atau tidak. Kita cuma penonton yang baik kan Kasino?!" kata Indro.

"Cuma penonton yang baik," kata Kasino.

"Ooooo jangan-jangan karena artis Lesti mengadakan hajatannya pernikahaannya dengan adat Sumatra ya Kasino?!" kata Indro.

"Mungkin sih," kata Kasino.

"Atau jangan-jangan tujuannya untuk naikkan nilai pariwisata di daerah Sumatra. Contohnya saja : Danau Toba," kata Indro.

"Kalau itu sih program kerjanya pemerintahan," kata Kasino.

"Banyak kemungkinannya. Berita yang di naikin propinsi-propinsi di Sumatra, ya di kaitkan dengan artis dan juga peserta lomba menyanyi," kata Indro.

"Dan juga peserta lomba memasak yang dari Sumatra," kata Kasino.

"Ya aku nonton tuh acara memasak. Memang sih ada peserta dari Sumatra sih," kata Indro.

Indro dan Kasino terus menonton berita dengan baik.

"Semakin populer suatu daerah. Makin jadi target wisata yang baik, ya Kasino?!" kata Indro.

"Ya iyalah. Tujuannya promosi ini dan itu. Di kaitkan dengan ini dan itu. Contoh : Presiden Joko Widodo memakai baju adat," kata Kasino.

"Nilai kebudayaan Indonesia," kata Indro.

"Kebanggaan setiap suku di Indonesia kan. Budaya di hargai dan di hormati dengan baik di dalam maupun di luar negeri," kata Kasino.

"Menggerakkan sektor ekonomi dengan promosi ini dan itu dengan tujuan Indonesia maju dengan baik sesuai dengan program pemerintahan yang di jalankan dengan baik," kata Indro.

"Kenyataannya begitu sih," kata Kasino.

"Kalau begitu tidak perlu di bahas lebih jauh. Sekedar obrolan saja. Fokus nonton Tv!" kata Indro.

"Emmmm," kata Kasino.

Kasino dan Indro, ya fokus nonton Tv dengan baik. Sedangkan Dono sedang asik baca bukunya di ruang tamu.

BAGUS ACARA TV

Dono duduk santai di ruang tamu, ya sambil baca buku. Kasino dan Indro di ruang tengah sedang asik nonton Tv sambil menikmati minum kopi dan juga makan roti sih. Acara Tv yang di tonton dengan baik sama Kasino dan Indro, ya berita sih.....memang menarik di tonton.

"Hari ini. Beritanya 17 Agustusan Hut RI ke 76," kata Indro.

"Memang berita begitu," kata Kasino.

"Acara upacara benderanya bagus ya Kasino?!" kata Indro memuji.

"Ya," kata Kasino.

"Berita tentang ini dan itu, ya masih di kaitkan dengan 17 Agustusan. Bagus ya Kasino?!" kata Indro.

"Iya," kata Kasino.

Kasino dan Indro terus menonton acara Tv dengan baik.

"Pinter semua yang buat acara di Tv," kata Indro memuji dengan baik.

"Kenyataannya. Orang Tv itu pinter semuanya. Membuat acara Tv yang bagus. Jadi di puji dengan baik sama Indro. Yang menonton dengan baik acara Tv yang ini dan itu," kata Kasino menegaskan omongan Indro.

Kasino dan Indro minum kopinya dengan baik sambil menikmati tontonan dengan baik. Dono selesai baca bukunya dan buku di taruh di meja.

"Nonton Tv ah!" kata Dono.

Dono pindah duduknya dari ruang tamu ke ruang tengah untuk duduk bersama dengan Kasino dan Indro, ya nonton Tv.

"Acara berita nie?!" kata Dono.

Kasino dan Indro menaruh gelas kopi di meja. 

"Iya Don. Acaranya berita," kata Indro.

Kasino mengambil roti di piring, ya di makan dengan baik. Dono menonton acara Tv dengan baik. 

"Beritanya memberitakan tentang merayakan Hut RI ke 76 dengan baik. Di mana- mana sih," kata Dono.

"Kenyataan begitu sih di beritakan Don!" kata Indro.

"Ya Don. Namanya berita. Semua memang bagus sih...beritanya," kata Kasino sambil makan roti.

"Don. Aku ingin ngomong sesuatu," kata Indro.

"Tentang apa?" kata Dono.

"Ya tentang mahar batu yang di berikan pada cewek. Ya ceweknya marah apa tidak?" kata Indro.

"Indro. Omongan yang kemarin-kemarin tentang mahar batu. Kan sudah ku bilang dengan baik. Tergantung ceweknya. Memahami ilmu dengan baik," kata Kasino.

"Obrolan itu telah di obrolkan dengan baik sama Indro dan Kasino. Jadi untuk apa aku menanggapinya," kata Dono.

"Ayolah Don. Tanggapin dengan baik," kata Indro.

"Dasar Indro," kata Kasino.

"Baiklah. Mahar batu. Sebenarnya itu kan cuma cerita saja. Cowoknya menguji ceweknya saja. Kalau cewek benar-benar cinta sama cowoknya, ya menerima dengan baik sih mahar apa pun. Contoh ceritanya seperti ini : Ada cowok yang kaya yang ingin menikah dengan seorang cewek yang baik.. Ternyata cewek yang ingin di nikahi itu kakak beradik. Cowok memutuskan dengan ujian mahar batu. Yang kakak malah marah-marah dan membuang batu tersebut, ya merasa di hina dengan mahar batu. Adiknya mengambil batu tersebut yang telah di buang oleh kakaknya dan menerima pinangan dari cowok itu. Ya cowok dan cewek itu menikah dengan baik. Setelah ijab kobul. Barulah cowoknya menerangkan masksud dari mahar batu. Batu itu adalah bagian pondasi dari rumah. Cewek senang banget karena maharnya ternyata sebuah rumah yang megah banget," kata Dono bercerita.

"Kan sudah ku bilang pahami ilmunya. Dono menjelaskan dengan baik," kata Kasino.

"Aku sih paham sih. Sekedar obrolan saja!" kata Indro.

"Ada yang lain?!" kata Dono.

"Tidak ada," kata Indro.

"Kalau tidak ada fokus saja nonton Tv-nya. Karena memang acaranya bagus!" kata Indro.

"Iya," kata Kasino dan Indro bersamaan.

Ketiganya fokus nonton Tv yang acaranya bagus banget gitu.

Monday, August 16, 2021

NASIONALISME

Indro duduk di ruang tamu sedang asik nonton vidio-vidio di Hp-nya tentang HUT RI ke 76. Dono di kamarnya sedang asik mengetik di leptopnya dengan baik. Kasino di ruang tengah asik nonton Tv sih. 

"Vidio bagus-bagus," kata Indro.

Indro terus menonton vidio-vidio di Hp satu persatu sampai selesai sih semuanya.

"Apa aku buat vidio juga......tujuannya merayakan HUT RI ke 76?!" kata Indro berpikir dengan baik.

Cukup lama Indro berpikir dan berkata "Buat saja lah vidionya. Aku harus ngajak Kasino dan Dono juga!" 

Indro pun beranjak dari duduknya di ruang tamu, ya ke ruang tengah. Ya Indro di ruang tengah duduk sebelah Kasino yang sedang asik nonton Tv.

"Kasino," kata Indro.

"Apa?" kata Kasino.

"Lihat ini Kasino!" kata Indro sambil menunjukkan vidio di Hp-nya.

Kasino menonton vidio tersebut dengan baik banget, ya sampai selesai sih.

"Gimana Kasino dengan vidio yang baru di tonton?!" kata Indro.

"Bagus sih. Vidio yang baru di tonton itu kayanya buatan anak-anak game. Teman Indro main game online," kata Kasino.

"Ya memang sih. Vidio itu yang buat anak-anak game sih. Tujuannya memeriahkan HUT RI ke 76," kata Indro.

"Tujuannya bagus," kata Kasino.

"Jadi...Kasino mau kan buat vidio menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia....?!" kata Indro.

"Ok," kata Kasino.

Kasino dan Indro sepakat membuat vidio menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia...tujuannya merayakan HUT RI ke 76. Dono selesai dari mengetiknya di leptopnya, ya keluar dari kamarnya ke ruang tengah untuk nonton Tv sih. 

"Don," kata Indro.

Dono memang belum duduk sih dan berkata "Apa Indro?"

"Aku dan Kasino telah sepakat membuat vidio menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia untuk merayakan HUT RI ke 76. Dono harus ikut juga!" kata Indro.

"Ikut aja maunya Indro!" kata Kasino.

"Ikut itu gampang. Membuat vidio itu....tujuannya perlombaan apa tidak?" kata Dono.

Dono pun duduk.

"Bukan untuk perlombaan ini dan itu. Lihat vidio di Hp aku!" kata Indro sambil memberikan Hp-nya ke Dono untuk melihat vidio.

Dono mengambil Hp di tangan Indro dan segera menonton vidio di Hp tersebut.

"Bagus vidionya," kata Dono.

Dono menonton vidio itu sampai selesai sih dan Hp di berikan pada Indro. Ya Indro mengambil Hp dari tangan Dono.

"Gimana Don...ikutan kan?!" kata Indro.

"Ikutan saja Don!" kata Kasino.

"Boleh sih buat vidio menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia tujuannya merayakan HUT RI ke 76. Kaya itu vidio. Temannya Indro. Anak-anak game," kata Dono.

"Memang Don. Teman Indro main game online," kata Kasino dengan tegas.

"Nama juga mengikuti zaman. Online ini dan itu. Merayakan HUT RI ke 76 dengan cara membuat vidio saja!" kata Indro.

"Ok. Aku ikut!" kata Dono.

Dono, Kasino dan Indro telah sepakat untuk membuat vidio menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia dengan tujuan marayakan HUT RI ke 76. Indro mematikan Tv. Dono mengambil alat musik seruling, ya adanya itu di kamarnya Dono. Indro mengambil gitar di kamarnya dan juga bendera merah putih untuk latar belakang vidio yang mau di buat. Kasino menyiapkan kamera bagus untuk merekam vidio yang mau di buat dengan baik, ya pake Hp-nya Kasino. Ketiganya ke halaman belakang karena latar belakangnya bagus sih ada tanaman potnya Kasino.

Di halaman belakang, ya mulailah Ketiga membuat vidio. Dono memainkan serulingnya dengan baik. Indro main gitarnya dengan baik. Kasino menyanyi lagu kebangsaan Indonesia karena memang suara yang lumayan bagus....Kasino lah. Sampai pembuatan vidio selesai dan bagikan ke teman-temannya Indro, ya anak-anak gamelah. Indro mendapatkan tanggapan baik dari teman-temannya, ya nilai nasionalime sih. Dono dan Kasino, ya senang juga dengan tanggapan yang baik itu juga.

Sunday, August 15, 2021

PAHAMI DENGAN ILMU

Kasino dan Indro duduk santai di bawah pohon rintang di atas bukit. Indro melihat keadaan lingkungan dengan menggunakan teropong yang ia bawa. Kasino melihat keadaan sih, ya asik minum minuman botol, ya rasanya minuman sesuai dengan apa yang di iklan di Tv.

"Kadaan lingkungan seperti biasanya," kata Indro berhenti meneropong, ya melihat lingkungan.

"Aku pinjam teropongnya!" kata Kasino.

"Nei...Kasino!" kata Indro memberikan teropong ke Kasino.

Kasino mengambil teropong di tangannya Indro. Ya Indro membuka botol minumannya dan segera di minum dengan baik. Kasino menggunakan teropong dengan baik, ya melihat lingkungan dengan baik lah.

"Benar-benar lingkungan yang bagus," kata Kasino.

Kasino terus melihat lingkungan dengan teropong.

"Kasino," kata Indro.

"Apa?" kata Kasino.

Kasino berhenti meneropong keadaan lingkungan.

"Kalau di pikir dengan baik. Enak hidup orang miskin yang rumahnya geribik ya?" kata Indro.

"Hidup orang miskin kan susah payah. Kok di katakan enak.....Indro?" kata Kasino.

"Orang miskin mati kan tidak mikirin harta, ya hidupnya cuma bertahan hidup saja. Beda dengan orang kaya, ya kalau matikan mikirin hartanya," kata Indro.

"Oooo. Omongan Indro ada benarnya sih. Orang miskin mati, ya tidak mikirin harta karena hidupnya hanya bertahan hidup. Kalau orang kaya, ya kenyataannya matinya mikirin hartanya karena selama hidup orang kaya, ya rumah bagus dan gedong dan isinya harta ini dan itu. Orang kaya juga takut kehilangan hartanya, ya di curi atau di rampok.....jadi miskin," kata Kasino menegaskan omongan Indro.

"Harta itu tidak di bawa mati, ya di usahakan dengan baik untuk kelangsungan hidup. Menikmati hidup saja," kata Indro.

"Memang harta tidak di bawa mati. Kalau manusia sadar dari melihat banyaknya kematian dari penyakit ini dan itu...yang di tayangkan di Tv dengan baik," kata Kasino.

"Yang sadar maka ia bersudut pada Tuhan karena jalan hidupnya salah," kata Indro.

"Semua tergantung dari ilmu yang di ajarkan orang tua, ya maksudnya agama yang di jalankan orang tua dan di berikan pada anaknya...untuk menjalankan hidup di muka bumi ini," kata Kasino.

"Agama itu awalnya....kepercayaan saja kan?!" kata Indro.

"Agama itu awalnya ajaranya kepercayaan saja. Jadinya di yakini saja dan jalankan dengan baik," kata Kasino.

"Agama di Indonesia yang di tulis di Undang Undang, ya hanya 6 saja kan....Kasino?!'' kata Indro.

"Kenyataannya di tulis di Undang Undang, ya hanya 6 saja!" kata Kasino menegaskan omongan Indro.

"Padahal ada ajaran kepercayaan ini dan itu, ya lebih cenderung di sebut orang-orang budaya saja," kata Kasino.

"Nama juga ajaran kepercayaan pribumi. Padahal ajaran itu juga bener," kata Indro.

"Semua karena datangnya ajaran dari negeri lain. Orang-orang pendatang yang hidup di negeri ini. Berkembang dengan baik ajaran negeri lain dan di kukuhkan di Undang Undang. Sedangkan ajaran kepercayaan negeri ini.....mau di bilang kata apa lagi....budaya tetap budaya!" kata Kasino.

Kasino minum minuman botolnya dengan baik, ya begitu juga Indro. 

"Kasino," kata Indro.

"Apa...Indro?" kata Kasino.

"Kalau cewek di kasih maharnya batu. Marah apa tidak?!" kata Indro.

"Maharnya batu. Itu sih tergantung ceweknya. Sejauh apa cewek memahami ilmunya," kata Kasino.

"Kalau cewek yang tidak memahami ilmu, ya pasti mahar batu di tolak," kata Indro.

"Emmmm," kata Kasino.

"Kasino udahan duduk di sini, ya melihat keadaan lingkungan dengan baik. Pulang yuk!" kata Indro.

"Ok kita pulang!" kata Kasino.

Kasino dan Indro beranjak dari duduknya di bawah pohon di atas bukit. Keduanya berjalan dengan baik menuju arah pulang ke rumah. Sedangkan Dono sedang nonton Tv, ya acara berita hari ini....pokoknya menarik sih...tentang orang pemerintahan yang ini dan itu.

Saturday, August 14, 2021

DOSA

Hari minggu. Kasino di halaman belakang sedang merawat tanaman di potnya dengan baik. Dono di ruang tamu sedang membaca buku. Indro di ruang tengah sedang asik nonton Tv.

"Acara Tv...bagus," kata Indro.

Indro terus menonton Tv yang acara Tv bagus gitu. Sampai akhirnya acara Tv, ya film selesai gitu. Tv di matikan sama Indro. Ya Indro pindah duduknya ke ruang tamu.

"Don," kata Indro.

Dono berhenti baca bukunya "Apa?"

"Aku ingin bertanya sesuatu Don!" kata Indro.

"Tentang apa...Indro?" kata Dono.

"Dosa. Don!" kata Indro.

"Dosa!" kata Dono berpikir dengan baik maksud dari omongan Indro.

"Don. Siapa yang paling banyak berdosa di muka bumi ini dan siapa yang tidak memiliki dosa.....Don?" tanya Indro dengan baik ke Dono.

"Yang paling banyak sih orang telah membangun pradaban dunia ini. Banyak pradaban di bangun dari fakta dan mitos. Bisa di bilang si....orang tua saja lah, ya lulur sih maksudnya! Sedang yang tidak punya dosa, ya anak bayi yang baru lahir!" kata Dono.

"Jadi. Orang tua saja yang banyak dosanya karena menjalankan hidup lebih dulu dari kita. Generasi selanjutnya mengikuti dari dosa itu. Karena peradaban di bangun dari fakta dan mitos," kata Indro

"Semua itu ada alasannya...Indro. Kadang kebohongan di buat tujuannya mendidik anak agar jadi baik, ya seperti cerita yang di buat ketakutan sih. Contohnya : kaya Film horor saja....Indro!" kata Dono.

"Kebohongan itu salah, ya Dosa. Untung saja Dono membuktikan kebenaran dengan proses penelitian yang panjang sampai ajal itu mendekat. Dono menceritakan kejujuran dengan baik," kata Indro.

"Tetap saja Indro. Mana ada percaya dengan kejujuran aku. Tetap aku di bilang pembohong besar," kata Dono.

"Hal yang mustahil tidak bisa di buktikan sama manusia yang lain. Cuma Dono sendiri yang bisa membuktikan hal mustahil dan akhirnya di ceritakan tentang kebenaran awal dan akhir dari peradaban manusia," kata Indro.

"Kenapa manusia menjalankan hidup ini dan memilih ajaran untuk dirinya, keluarga dan orang lain....?Berdasarkan keyakinan saja!" kata Dono.

"Dari sekian anak cucu adam. Lahirlah satu yang dapat membuktikan kebenaran awal dan akhir," kata Indro.

"Ketika aku mati. Maka akan lahir kembali dari anak cucu adam, ya membuktikan kebenaran awal dan akhir," kata Dono.

"Siklus terus seperti itu dengan baik!" kata Indro.

"Emmmm," kata Dono.

"Ajaran Dono. Tidak pernah di tulis di sejarah maupun di kitab ajaran agama pun. Karena itu manusia menolak," kata Indro.

"Semua itu karena kata Nabi Terakhir. Jadi tidak ada jawaban lagi. Mutlaklah...Nabi Terakhir membuktikan kebenaran ajaran," kata Dono.

"Kalau ada Nabi lagi tetap di anggap pembohong besar. Semua karena kata Nabi Terakhir," kata Indro.

"Emmmm," kata Dono.

"Ya sudahlah Don. Tidak perlu di bahas lebih jauh lagi. Sekedar obrolan saja!" kata Indro.

"Emmmm," kata Indro.

"Aku main game di Hp ku!" kata Indro.

"Emmmm," kata Dono.

Dono melanjutkan baca bukunya dengan baik. Indro main game di Hp-nya dengan baik pula lah. Ya Kasino, ya telah selesai dari merawat tanaman di potnya dengan baik. Kasino duduk santai, ya sambil menikmati minum teh dan juga makan keripik singkong yang enak banget.

DITINGGAL PAS SAYANG SAYANGE

Indro duduk di halaman belakang sedang main gitar dan menyanyikan lagu dengan judul Ditinggal Pas Sayang Sayange. Dono menemani Indro, ya menyanyi.

Lirik lagu yang dinyanyikan Indro dan Dono :

Loro rasane ati
Nganti ra biso lali
Tresno tulus songko ati dilarani
Kowe janji tresno tulus songko ati
Nyatane kowe gawe loro ati
Piye kabarmu sayang
Opo kowe eling aku
Biyen sing mbok tinggal tanpo mesakne
Kowe ninggal aku pas sayang sayange
Lungamu ninggal tatu neng atiku
Tatu neng atiku loro rasane
Nganti koyo diiris iris rasane
Mergo naliko aku sayang sayange
Kowe mutus tresno cukup sakmene
Keronto ronto ati rasane
Koyo ra biso tak ibaratake
Amung mergo masalah sing sepele
Kowe nduwe tresno liyane
Loro rasane ati
Nganti ra biso lali
Tresno tulus songko ati dilarani
Kowe janji tresno tulus songko ati
Nyatane kowe gawe loro ati
Piye kabarmu sayang
Opo kowe eling aku
Biyen sing mbok tinggal tanpo mesakne
Kowe ninggal aku pas sayang sayange
Lungamu ninggal tatu neng atiku
Tatu neng atiku loro rasane
Nganti koyo diiris iris rasane
Mergo naliko aku sayang sayange
Kowe mutus tresno cukup sakmene
Keronto ronto ati rasane
Koyo ra biso tak ibaratake
Amung mergo masalah sing sepele
Kowe nduwe tresno liyane

Indro selesai main gitar dan menyanyinya.

"Don," kata Indro.

"Apa?" kata Dono.

"Ditinggal Pas Sayang Sayange. Sakit banget ya Don?!" kata Indro.

"Sakit banget," kata Dono.

"Dia telah tidur selamanya, ya kan Don?!" kata Indro.

"Iya," kata Dono.

"Wulan. Cewek yang baik. Sudah Qodarnya, ya mau di kata apa kan Don?!' kata Indro.

"Iya. Kalau ngobrolin Wulan. Luka lama terbuka kembali," kata Dono.

"Maaf. Aku cuma sekedar nyanyi saja Don dan juga mengkaitkan dengan obrolan saja!" kata Indro.

"Ya, aku maafkan," kata Dono.

"Cewek itu paling jengkel kalau membicarakan cewek yang lebih baik dari dirinya," kata Indro.

"Iyalah. Contohnya. Aku suka sama Rara. Ada cewek temennya Rara, Selfi sajalah....sebenarnya aku juga sama Selfi juga tapi tersamarkan gitu. Aku memuji Selfi di depan Rara. Selfi lebih baik dari Rara gitu. Otomatislah Rara jengkel sama aku," kata Dono menjelaskan.

"Kalau begitu sih. Aku sering memuji Saskia dengan baiklah. Tidak akan membandingkan dengan cewek lain. Agar Saskia tidak akan marah dengan ku. Kalau sampai marah. Saskia milih cowok lain. Aku Ditinggal Pas Sayang Sayange," kata Indro.

"Padahal banyak cerita. Cowok yang meninggalkan cewek. Cewek sakit hatilah," kata Dono.

"Iya deh. Dono yang sering nulis cerita. Tahu tentang banyak cerita ini dan itu," kata Indro.

"Hanya sekedar saja membuat cerita di Blog," kata Dono dengan tegas.

"Ya sudah Don. Tidak perlu di bahas panjang lebar lagi. Aku berhenti main gitar dan juga menyanyi. Biasa main game di Hp ku!" kata Indro.

Indro menaruh gitar di meja dan segera main game di Hp-nya.

"Kalau begitu aku baca buku saja!" kata Dono.

Dono mengambil bukunya di meja dan segera di baca dengan baik. Keduanya di halaman belakang, ya tetap menikmati keadaan yang tenang. Sedangkan Kasino di ruang tengah, ya sedang nonton Tv. Acara Tv yang di tonton dengan baik, ya perlombaan menyanyi sih...dangdut gitu.

KERA DAN AYAM

Lily selesai bermain dengan adiknya Lulu di ruang tengah. Lily duduk santai di ruang tamu, ya membaca buku cerita yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah sih.

Isi buku yang di baca Lily :

Kisah kera dan ayam, merupakan cerita rakyat daerah Sulawesi Tenggara. Menceritakan hubungan pertemanan antara kera, ayam dan kepiting. Kera memiliki sifat selalu usil terhadap ayam, sehingga ayam dan kepiting bersekongkol untuk memberi pelajaran pada kera.

Dikisahkan di suatu daerah hiduplah seekor kera yang berteman dengan seekor ayam. Namun sayang, kera memilik sifat buruk seringkali menjahili ayam. Pada suatu sore yang cerah, seperti biasa si kera mengajak ayam berjalan-jalan. 

"Ayam ayo kita berjalan-jalan sore hari ini mengusir penat," ajak kera.

"Baik. Ayo kita jalan-jalan hai Kera," jawab ayam.

Mereka berdua pun berjalan-jalan. Menjelang senja, kera merasa perutnya sangat lapar lalu keluarlah sifat jahilnya. Kera menangkap ayam kemudian mencabuti bulu-bulunya. Ayam merasa marah dengan tingkah laku kera.

"Hai kera apa yang kau lakukan? aku temanmu kenapa kau selalu usil padaku? Lepaskan aku...lepaskan...!" teriak si ayam sangat marah.

Ayam meronta-ronta berusaha keras melepaskan diri dari cengkeraman kera. Namun si kera tak perduli ia terus mencengkeram si ayam dengan terus berusaha mencabuti bulu-bulunya. Dengan susah payah, akhirnya si ayam bisa melepaskan diri dari kera. Ayam segera lari ketakutan tidak tentu arah. Setelah jauh dari si kera, ayam pergi menuju ke tepian sungai untuk menemui sahabatnya si kepiting. Ayam pun menceritakan kelakuan si kera pada kepiting.

"Sungguh keterlaluan si kera, ia berusaha mencabuti bulu-buluku. Entah apa yang ia pikirkan, mungkin ia hendak memakanku padahal aku kan temannya." kata ayam pada kepiting dengan nafas masih tersengal-sengal.

Kepiting sebagai sahabat ayam sangat marah. Kepiting tidak bisa menerima kelakuan si kera. Kepiting berkata pada ayam bahwa mereka harus membalas kelakuan kera agar ia jera.

"Kurang ajar nian si kera. Kita harus memberinya pelajaran agar ia tidak berani berbuat macam-macam lagi." kata si kepiting.

"Apa yang akan kita lakukan untuk membalas tingkah laku kera hai kepiting? Engkau punya gagasan?" tanya ayam.

"Mudah saja, kita akan mengajak si kera rakus berjalan-jalan menggunakan perahu tanah liat menyeberangi sungai. Kita berbagi tugas, aku akan membuat perahu dari tanah liat, sedangkan kamu ayam, tugasmu membujuk si kera agar mau ikut bersama kita. Jika sudah tiba di tengah sungai, aku akan memberi tanda agar kau melubangi perahu." kata kepiting.

"Baiklah kepiting aku akan membujuk si kera agar mau ikut dengan kita." kata ayam menyetujui rencana kepiting.

Sementara si kepiting membuat perahu dari tanah liat, si ayam pergi ke tempat si kera membujuk agar ia mau berjalan-jalan dengan mereka.

"Hai kera, engkau memang sering jahil padaku tapi bagaimanapun juga engkau tetap temanku. Aku bersama kepiting hendak pergi berjalan-jalan menyeberangi sungai, marilah engkau ikut kami?" kata ayam pada kera.

"Memang ada apa si seberang sungai hai ayam?" tanya kera pada ayam.

"Di seberang sungai banyak sekali buah-buahan. Engkau bisa makan sepuasnya di sana." kata ayam.

"Oh benarkah begitu ayam. Baiklah aku akan ikut berjalan-jalan bersama kalian." kata si kera.

Tanpa curiga si kera berjalan mengikuti ayam menuju pinggir sungai dimana si kepiting telah menunggu mereka di dekat perahu tanah liatnya. Akhirnya, ketiga binatang tersebut menaiki perahu tanah liat. Sebelumnya, kepiting dan ayam telah sepakat menggunakan kata-kata sandi. 

Jika kepiting berkata "lubangi", maka ayam akan mematuk-matuk perahu kayu untuk melubanginya.

Setelah perahu yang ditumpangi ketiganya telah berada di tengah sungai yang berair deras lagi dalam, si kepiting memberi isyarat pada ayam dengan mengatakan "lubangi". 

Ayam pun mengerti kemudian segera mematuk-matuk perahu tanah liat tersebut hingga bocor. Si kera mengetahui perahu tersebut bocor. Ia menjadi sangat panik karena tidak bisa berenang.

"Apa yang kau lakukan hai ayam? Kau ingin menenggelamkan perahunya? Kau kan tahu aku tak bisa berenang!" si kera ketakutan setengah mati.

Air sungai sangat cepat memasuki perahu melalui lubang yang dibuat si ayam. Akhirnya perahu tersebut tenggelam karena terlalu banyak air sungai masuk. Kepiting dengan mudahnya berenang sementara si ayam melompat sambil mengepak-ngepakan sayapnya kemudian mendarat di seberang sungai. Sedangkan si kera mati tenggelam bersama perahu tanah liat di tengah sungai berair deras. Si kera yang selalu jahil pada temannya sendiri dan keras kepala tidak pernah mau mendengarkan nasehat, kini mendapatkan ganjarannya.

***

Lily selesai membaca buku cerita, ya buku di tutup dan di taruh di meja. Ibu menyuruh Lily untuk membeli sayur dan tempe di warung ibu Minah. Lily segera menjalankan perintah ibunya dengan baik, ya membeli sayur dan tempe di warung ibu Minah. Setelah membeli sayur dan tempe, ya segera pulanglah Lily ke rumahnya. Sayur dan tempe di berikan pada ibu untuk di masaklah, ya Lily membantu ibu masak di dapur. Sampai masakan mateng semuanya. Lily makan bersama keluarga di ruang makan.

TIGA RAMUAN AJAIB

Sobia Tezeen selesai dengan kerjaanya, ya duduk santai sambil membaca buku cerita yang ceritanya asal dari Korea Selatan sih.

Isi buku yang di baca Sobia Tezeen :

Rim berdiri di depan kandang sapinya. Ia tertegun mendapati seekor sapinya berbaring tak bernyawa. Selama beberapa hari ini, sapinya mati satu per satu. Ia belum menemukan penyebab kematian binatang peliharaannya itu. Namun, ia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi terus-menerus. 

“Kyo!” Rim berteriak, memanggil anak tertuanya. 

Seorang anak laki-laki berkepala gundul datang mendekat. Matanya yang sipit menatap ayahnya penuh tanya. “Ada apa, Ayah?” Kyo mendekati kandang sapi, tempat sang ayah berdiri. 

“Sapi kita ada yang mati lagi.” 

Mereka berdua masuk ke dalam kandang, memeriksa sapi mereka. 

“Nanti malam, kamu jaga kandang sapi ini. Jangan sampai sapi kita mati lagi,” perintah Rim. 

Kyo mengangguk patuh. Malam itu Kyo sudah bersiap di dekat kandang sapinya. Ia memerhatikan keadaan sekitarnya dengan teliti. Bulan nyaris purnama. Cahayanya yang keemasan menerobos dedaunan. Walau tanpa nyala lampu, Kyo bisa melihat sekelebat bayangan mendekati kandang sapinya. Bayangan itu terlihat berhenti sejenak. Wajahnya mendongak menatap bulan. Kyo mengenali bayangan itu. Meski terheran-heran, Kyo memerhatikan bayangan itu tanpa berkedip. Pemilik bayangan itu tampak menari-nari beberapa saat. Kemudian ia melumuri kedua tangannya dengan minyak wijen yang dia bawa. Perlahan-lahan ia membuka kandang sapi dan masuk. 

Secepat kilat ia memasukkan tangannya ke dalam tubuh sapi. Lalu tangan itu keluar lagi dengan menggenggam hati sapi. Darah mulai berceceran. Tanpa rasa jijik ia memasukkan hati sapi itu ke dalam mulutnya. Kyo, yang memerhatikan kejadian itu dengan saksama, tiba-tiba merasa jijik dan mual. Dengan sekuat tenaga ia menahannya. Ia tidak ingin pengintaiannya diketahui. Kyo menahan napasnya selama beberapa saat dengan terpaksa. Setelah sosok itu pergi, Kyo menghembuskan napasnya dengan lega. Ia lalu berjalan pulang dengan kaki gemetaran. Keesokan harinya, Kyo menceritakan kejadian yang dilihatnya semalam kepada ayahnya. Akan tetapi, Rim tidak percaya dan justru marah pada Kyo.

“Tidak mungkin, kamu pasti tertidur saat berjaga,” bantah ayahnya. 

“Tidak Ayah.”

“Atau kamu bermimpi buruk, hah!” gertak ayahnya dengan suara keras. 

“Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, Ayah. Adik kecil kita yang telah melakukannya.” Kyo berusaha meyakinkan ayahnya.

Namun Rim semakin berang. “Pergi kamu dari hadapanku. Mulai sekarang, kamu bukan anakku lagi,” usir Rim. 

Kyo segera pergi dari rumah tanpa membawa apa-apa, selain rasa sakit hati pada ayahnya. Kemarahan Rim meluap. Ia tidak percaya jika anak perempuannya  melakukan hal itu. Anak perempuannya hanyalah seorang gadis kecil. Ia tidak mungkin melakukan hal-hal, seperti yang telah diceritakan Kyo. Rim sangat menyayangi anak perempuannya, si bungsu. Dulu Rim rela berdoa selama berbulan-bulan di atas gunung karena dia begitu mendamba kehadiran anak perempuan di dalam keluarganya. Dalam keputus-asaannya itulah dia berkata, “Ya Tuhan, berikanlah aku seorang anak perempuan, walaupun ia seekor rubah.”

Beberapa saat kemudian, doa Rim dikabulkan. Sang istri hamil dan melahirkan seorang anak perempuan. Mereka menamainya Yulmi. Yulmi tumbuh seperti anak-anak lainnya. Akan tetapi, setelah usianya mencapai enam tahun, kejadian aneh sering terjadi. Kejadian-kejadian itu tidak membuat Rim berpikiran buruk terhadap anaknya, apalagi kepada putri kesayangannya. Yulmi adalah permata hatinya. Setelah Kyo pergi, Rim menugaskan anak keduanya, Nam, untuk menggantikan tugas Kyo. Selama satu bulan Nam berjaga, tidak ada seekor sapi pun yang mati. Rim merasa senang karena itu berarti Nam menjalankan tugas yang diamanahkan padanya dengan baik. 

“Ini baru anak Ayah,” puji Rim. 

Nam tersenyum bangga. Ia senang mendapat pujian dari ayahnya. Nam terus menjalankan tugasnya. Seperti malam sebelumnya, setelah makan malam Nam bersiap di sekitar kandang sapi. Malam terasa lebih terang karena bulan bersinar sempurna. Cahaya keemasannya membuat tempat itu terang benderang. Tiba-tiba Nam terperanjat ketika melihat seseorang keluar dari dalam rumah. Ia memerhatikan orang itu dengan saksama. Orang itu tampak menari sambil berdiri menengadahkan wajahnya ke arah bulan purnama. Lalu ia melumuri kedua tangannya dengan minyak yang ia bawa dari rumah. 

Setelah selesai, ia bergegas masuk ke kandang sapi. Nam mengikuti orang itu dari belakang. Tiba-tiba, dengan gerakan yang tidak di duga oleh Nam, orang itu memasukkan tangannya ke dalam tubuh sapi dan mengambil sesuatu. Sapi itu langsung tersungkur tanpa suara. Binatang itu mati seketika. Nam tersentak. Ia sama sekali tidak menduga akan melihat kejadian itu. Ia lebih kaget dan jijik ketika melihat orang itu memakan hati sapi mentah-mentah. Nam bergidik. Ia tidak sanggup melihat kejadian selanjutnya. Ia langsung berlari masuk ke dalam rumah. Sesampai di kamar, ia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, tanpa memejamkan mata hingga pagi tiba.

“Yah, ternyata adik kita, Yulmi, yang membunuh sapi-sapi itu,” lapor Nam dengan tubuh gemetar.

“Apa? Itu tidak mungkin terjadi. Katakan yang sebenarnya Nam!” Rim membentak anak keduanya itu.

Melihat kemarahan ayahnya, Nam semakin gemetar. “I...itu...lah yang sebenarnya terjadi Ayah,” kata Nam terbata. 

“Kau pasti bermimpi buruk. Ayah sudah begitu percaya kepadamu. Selama ini kamu sudah menjalankan tugas dengan baik. Tapi kali ini, kamu mengkhianati kepercayaan yang ayah berikan. Pergi kamu dari rumah ini. Ayah tidak ingin melihat mukamu lagi.”

Nam terkejut. Matanya terbelalak kaget. Ia tidak menyangka ayahnya akan berkata seperti itu. Ia juga tidak menduga jika harus mengalami nasib yang sama dengan Kyo, kakaknya. Maka Nam meninggalkan rumah dengan berat hati. Tugas menjaga ternak dilanjutkan oleh Daiji, anak ketiga Rim. Seperti kedua kakaknya, setiap malam Daiji berjaga di dekat kandang sapi. Meski ia takut berada di luar sendirian, tapi ia tidak bisa menolak tugas dari ayahnya setelah kdua kakaknya pergi. Ia pun bertekad untuk menjalankan tugas itu dengan sebaik-baiknya. 

Ia tidak ingin bernasib serupa dengan kedua kakaknya. Selama satu bulan, keadaan aman terkendali. Sapi-sapi mereka sehat dan gemuk. Tidak ada yang mati seekor pun. Namun ketika bulan purnama tiba, bayangan seorang gadis kecil tampak keluar dari dalam rumah. Gadis itu menatap purnama dengan senyum menyeringai. Kemudian ia melumuri kedua tangannya dengan minyak wijen dan masuk ke kandang sapi. Ia pun melakukan hal yang sama dengan dua purnama sebelumnya. Dengan lahap gadis kecil itu memakan hati sapi yang baru diambilnya. Daiji mematung, tak bergerak di tempatnya. Kejadian itu sungguh diluar dugaannya. Ia dapat melihat darah yang belepotan di mulut Yulmi. Sungguh mengerikan. Keesokan harinya, Rim memanggil Daiji karena seekor sapi mereka mati lagi.

“Apa yang terjadi sehingga sapi itu bisa mati?” tanya sang ayah ingin tahu.

“Tadi malam, saya merasa kehausan. Lalu saya masuk ke dalam rumah untuk mengambil minum. Setelah saya keluar lagi, sapi kita sudah mati Ayah,” kata Daiji berbohong. 

Ia menghela napas, berharap ayahnya tidak mengetahui kebohongannya. 

“Semua sapi kita mati pada saat bulan purnama. Mungkin, mereka takut pada cahaya bulan, sehingga mereka mati, Ayah,” lanjutnya lagi.

Daiji kembali berbohong. Ia tidak mengatakan yang sebenarnya karena tidak ingin diusir dari rumah.

“Bagus, kamu sudah menjalankan tugasmu dengan baik. Kamu akan menjadi pewaris harta Ayah, setelah Ayah tiada,” kata Rim dengan bangga. 

Daiji menghembuskan napas lega karena ayahnya tidak marah. Sementara itu, Kyo dan Nam bertemu di jalan. Mereka pun hidup menggelandang, tanpa mempunyai rumah untuk berteduh dan pekerjaan untuk mendapatkan sedikit makanan. Mereka terus berjalan hingga sampai di sebuah gunung. Di atas gunung itu terdapat sebuah kuil, tempat tinggal para biksu. Setelah Kyo dan Nam menceritakan kejadian yang mereka alami, para biksu mengizinkan mereka untuk tinggal di kuil. Di kuil tersebut, mereka belajar untuk melupakan sakit hati kepada ayah mereka dan menyerap berbagai ilmu yang diberikan dengan giat. Setelah satu tahun berlalu, Kyo dan Nam sudah berhasil menguasai ilmu yang diberikan sang biksu dengan baik. Mereka pun berkeinginan untuk menengok ayah dan adik mereka. 

“Kami ingin menengok ayah dan adik-adik kami, Biksu,” kata Kyo meminta izin kepada gurunya.

“Tunggulah sampai besok, aku akan membuatkan kalian ramuan ajaib untuk melindungi diri,” kata sang biksu bijak. 

Keesokan harinya, sang biksu menyerahkan tiga buah botol kecil berwarna putih, biru, dan merah sambil memberikan petunjuk bagaimana cara menggunakannya. 

“Gunakan ramuan di botol ini sesuai dengan perintahku. Niscaya kalian akan dapat mengalahkan semua musuh, termasuk adik perempuan kalian, si rubah itu.” 

Sang biksu memberikan wejangan kepada Kyo dan Nam sebelum mereka berangkat. 

“Terima kasih, Guru. Kami akan mengingat nasihat Guru.” 

Kedua kakak beradik itu pun turun gunung. Mereka menempuh perjalanan yang cukup lama, hingga akhirnya mereka sampai di desa tempat mereka tinggal dulu. Namun, mereka berdua kaget melihat keadaan rumah yang tidak terurus. Halaman rumah penuh dengan ilalang tinggi, atap rumah sudah bocor di sana-sini, dan pintu depan penuh dengan bekas cakaran, hingga nyaris hancur. 

“Mungkin Ayah dan Adik sudah pindah dari rumah ini, Kak,” kata Nam ragu. 

“Tidak mungkin, Nam. Tanah ini adalah warisan dari leluhur yang harus tetap dijaga. Sebaiknya kita lihat dulu ke dalam,” ajak Kyo kepada Nam. 

Mereka berdua masuk ke dalam rumah dan kaget mendapati Yulmi sedang duduk di dalam rumah seorang diri. 

“Di mana Ayah dan Daiji?” tanya Kyo.

“Mereka sudah meninggal,” kata Yulmi dengan wajah sedih.

Yulmi tidak menjelaskan mengapa Ayah dan Daiji meninggal, namun Kyo dan Nam dapat menduga apa yang terjadi pada Ayah dan Adik mereka. 

“Sekarang aku sendiri, Kak. Tinggallah bersamaku di sini. Aku membutuhkan perlindungan kalian,” pinta Yulmi mengiba. 

“Tidak, kami sudah menemukan hidup kami sendiri.” 

Nam menolak keras. Ia dan Kyo tahu bahwa Yulmi hanya bersandiwara belaka. Yulmi menatap kedua kakaknya dengan pandangan aneh. Namun hal itu tidak disadari oleh Kyo dan Nam. 

“Hari sudah mulai malam, kalian bisa melanjutkan perjalanan esok hari,” bujuk Yulmi lagi. 

Kyo dan Nam berpikir sejenak. Jalan menuju tempat sang biksu memang melewati hutan lebat. Hal itu akan sangat berbahay bagi mereka. Apalagi jika mereka melakukan perjalanan pada malam hari. Mereka pun memutuskan untuk tinggal di rumah tiu selama satu malam. Yulmi segera menyiapkan makanan dan minuman lezat untuk kedua kakaknya. Kebaikan hati Yulmi membuat Kyo dan Nam curiga. Mereka pun memutuskan untuk berjaga sepanjang malam. Akan tetapi, perjalanan yang melelahkan dan perut yang kenyang membuat mereka tidak dapat terjaga dan justru tertidur dengan lelapnya. Saat tengah maalm, Kyo terbangun karena ingin buang air kecil. Ia berpikir bahwa Nam masih terjaga karena ia mendengar suara orang sedang makan. 

Namun, alangkah kagetnya Kyo ketika ia melihat meja makan yang penuh dengan belatung dan darah yang berbau anyir. Tak berapa lama, Kyo mendengar suara orang mengunyah dari sebuah kamar. Kyo pun mendekat dan langsung terperanjat. Ia mendapati Nam telah meninggal karena Yulmi telah mengambil dan memakan hati saudaranya itu. 

“Apakah kau tidur dengan nyenyak, Kak?” tanya Yulmi dengan tenang. 

“Aku membutuhkan satu hati manusia lagi agar aku bisa menjadi manusia yang sempurna,” kata Yulmi sambil tersenyum menyeringai. 

Nyali Kyo menciut. Ia merasa takut. Perutnya juga bergolak karena merasa mual. Dengan terhuyung-huyung, ia berlari ke luar rumah. Ia berusaha berlari sejauh-jauhnya, menghindar dari Yulmi. Akan tetapi, ia tersandung akar pohon yang melintang. Tubuhnya jatuh tersungkur, sehingga Yulmi dapat menyusulnya dengan mudah. 

“Kau mau pergi ke mana Kakakku?” tanya Yulmi seraya berdiri di hadapan Kyo. 

Kyo semakin ketakutan. Ia segera teringat dengan pesan gurunya. Ia pun mengambil botol kecil berwarna putih dan menaburkan isinya di depan Yulmi. Tiba-tiba muncul asap berwarna putih dan semak belukar lebat. Semak-semak itu menghalangi jalan Yulmi. Yulmi marah dan meraung dengan keras. Tubuhnya langsung berubah ke wujud aslinya, seekor rubah. Dengan wujud aslinya itu, Yulmi lebih mudah menerobos semak belukar di hadapannya. Sementara itu, Kyo berlari kencang dengan sekuat tenaga. Ia tidak ingin menjadi santapan adik perempuannya itu. Namun naas, Yulmi dapat menyusulnya. Ia menjulurkan kaki depannya dan meraih baju Kyo dengan cakarnya yang tajam. Kyo segera merogoh kantungnya dan mengambil botol kecil berwarna biru. Ia langsung melemparkan botol itu kebelakang. 

Botol itu melayang di udara selama beberapa saat. Ketika botol itu menyentuh tanah, timbul percikan yang membuat tanah itu berubah menjadi danau berwarna biru yang sangat luas. Rubah Yulmi semakin geram karena ia tidak dapat berenang. Ia pun berjalan mondar-mandir di tepi danau, mencari cara untuk menyeberangi danau. Tak lama kemudian, pandangan Yulmi tertumbuk pada sebuah batang kayu besar. Ia segera menarik kayu itu ke dalam air dan mendayung dengan ekornya. Meski lambat, Yulmi dapat sampai di seberang. Keempat kakinya langsung meloncat dengan lincah. Ia mengejar Kyo yang mulai kelelahan dengan kecepatan penuh. Kali ini Kyo terjatuh lagi. Tubuh rubah Yulmi melompat tinggi ke udara, hendak menerkam kakaknya. Pada saat bersamaan, Kyo melemparkan botol berwarna merah.

“Terimalah ramuan ajaib ini!” teriak Kyo lantang. 

Dengan sisa tenaga yang ia miliki, ia melempar botol itu ke arah adik perempuannya. Dan... “Duaaarrrr...” Botol itu mengenai tubuh rubah Yulmi. 

Kemudian muncul cahaya yang menyilaukan mata. Kyo menutup matanya rapat-rapat. Ia pasrah dengan kejadian yang akan menimpa dirinya. Tubuhnya sudah tidak bertenaga lagi. Rubah Yulmi meraung. Suaranya membahana hingga ke segala penjuru mata angin. Tubuhnya terbakar oleh kobaran api yang timbul dari ledakan tadi. Kyo menarik napas lega karena Rubah Yulmi akhirnya mati. Ia pun dapat selamat dari ancaman Rubah Yulmi dan bisa kembali ke kuil berkat tiga ramuan ajaib dari sang guru. 

***

Sobia Tezeen selesai membaca bukunya.

"Bagus ceritanya," kata Sobia Tezeen.

Sobia Tezeen menutup buku dan di taruh di meja saja sih.

"Lapar," kata Sobia Tezeen.

Sobia Tezeen keluar dari kamarnya, ya ke dapurlah untuk memasak mie instan yang enak sesuai dengan iklan di Tv sih. Beberapa saat. Mie instan jadi, ya segera di santap dengan baik sama Sobia Tezeen di meja makanlah.

ASAL-USUL BUAH EMAS

Chesa selesai membuat makan, goreng pisang sih di dapur. Chesa duduk di ruang makan, ya sambil menikmati makanan yang ia buat. 

"Enak goreng pisang yang aku buat," kata Chesa.

Chesa mengambil buku di meja, ya majalah sih. Di buka lembar demi lembar majalah sampai Chesa tertarik dengan judul cerita pendek Asal-Usul Buah Emas. Chesa membaca cerita pendek tersebut dengan baik yang asal cerita berasal dari Filipina, ya di tulis di majalah dengan baik sih.

Isi buku yang di baca Chesa :

Dahulu kala hiduplah seorang gadis bernama Pina. Ia hidup bersama ibunya yang sangat memanjakannya. Sejak kecil Pina selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Ibunya selalu memasak makanan yang disukai oleh Pina. Apa pun yang diinginkan oleh Pina ibunya akan mengabulkannya. Pina pun tidak diijinkan untuk mengerjakan pekerjaan apa pun di rumah. Setiap hari Pina selalu bangun siang. Setelah mandi ia merengek kepada ibunya untuk dibuatkan makanan yang sangat enak. Dengan senang hati ibunya pun mengabulkan permintaan Pina. Ia membuat semangkuk bubur yang sangat lezat. Pina merasa gembira sekali.

Kegiatan Pina hanya bermain ke sana kemari bersama teman-temannya. Setelah bosan bermain Pina akan kembali ke rumah. Di rumah, ibunya telah menyiapkan semua keperluan Pina. Jika Pina merasa lapar, ibunya tidak segan-segan untuk menyuapinya hingga kenyang. Pina pun tidak perlu membantu ibunya mengerjakan pekerjaan di rumah. Ia sungguh seperti seorang putri raja di rumahnya.

Tetangga mereka sering menasihati ibu Pina agar tidak terlalu memanjakannya agar kelak ia bisa menjadi anak yang mandiri. Akan tetapi, ibu Pina tidak pernah mendengarkan nasihat para tetangga karena ia begitu menyayangi anak perempuan satu-satunya itu. Pada suatu pagi yang sangat dingin, Pina terbangun karena merasa kedinginan. Ia masih merasa enggan untuk meninggalkan tempat tidurnya, tapi ia merasa sangat lapar. Ia pun berteriak dengan kencang memanggil ibunya.

“Ibu! Aku lapar!”

Pina berkali-kali berteriak memanggil ibunya. Suaranya hampir habis untuk berteriak kencang namun ia tidak juga mendengar suara langkah ibunya yang terburu-buru untuk menghampirinya. Biasanya jika ia berteriak seperti ini, dalam sekejap saja ibunya akan langsung datang menghampirinya. Namun kali ini, meskipun ia berteriak berkali-kali, ibunya tidak datang menghampirinya. Dengan sangat kesal Pina terpaksa bangkit dari tempat tidurnya.

Pina berjalan menuju dapur tempat ibunya biasa berada ketika pagi seperti ini. Dengan langkah yang diseret serta malas-malasan karena merasa kesal dengan ibunya, Pina segera membuka pintu dapur. Namun ia tidak bisa menemukan ibunya. Pina pun menggerutu. Tidak lama kemudian terdengar suara ibunya memanggil namanya.

“Pina... Pinaaa...”

Suara ibu Pina terdengar sangat lemah. Pina segera mencari suara itu. Ia melihat ibunya tengah berbaring di tempat tidur. Rupanya ibunya sedang sakit sehingga waktu ia memanggil tidak ada suara yang menyahut.

“Pina, Ibu sedang sakit,” kata ibunya.

Bukannya menolong ibunya, Pina justru menggerutu dan merasa semakin kesal.

“Ibu, aku sangat lapar. Kenapa tidak ada makanan di dapur?” Pina berkata sambil merengek-rengek.

“Pina, tolong buatkan secangkir teh panas untuk Ibu,” pinta ibunya.

Ibunya memang tidak pernah sekali pun menyuruh Pina untuk melakukan pekerjaan di rumah. Namun kali ini ibu Pina tidak sanggup bangkit dari tempat tidur sehingga dengan sangat terpaksa menyuruh anak kesayangannya tersebut.

“Ibu, aku tidak tahu cara membuat teh panas,” jawab Pina dengan kesal.

Dengan panjang lebar ibu Pina menjelaskan kepada anaknya bagaimana cara membuat teh panas. Meski dengan perasaan kesal Pina segera pergi ke dapur. Ia berusaha melakukan seperti apa yang diperintahkan oleh ibunya. Namun, ia tidak melihat gelas satu pun berada di dapur. Ia pun berteriak kepada ibunya.

“Ibu, tidak ada gelas di dapur! Bagaimana aku bisa membuatkan teh tanpa gelas?”

“Gelas itu ada di dalam lemari,” kata ibu Pina dari dalam kamar.

Pina terlalu malas untuk mencari gelas itu. Ia tidak pernah melakukan apa pun di rumah ini sehingga ia merasa sangat enggan untuk melakukan perintah ibunya. Diam-diam Pina menyelinap keluar. Ia pergi bermain bersama teman-temannya. Pina baru kembali ke rumah sore harinya. Ia melihat ibunya yang masih terbaring lemah di tempat tidur. Melihat Pina sudah pulang, ibunya menyuruh Pina untuk membuatkannya bubur.

“Pina, tolong buatkan Ibu bubur,” kata ibunya.

“Aku tidak tahu bagaimana cara membuat bubur,” jawab Pina kepada ibunya.

“Kamu hanya perlu memasukkan beras ke dalam panci lalu tuangkan air sebanyak-banyaknya dan masaklah di atas api hingga beras itu menjadi lembek,” terang ibu Pina.

Dengan langkah gontai Pina menuju ke dapur. Ia sudah menemukan beras dan air. Namun ia tidak melihat sendok di sekitarnya. Ia pun segera bertanya kepada ibunya.

“Di mana Ibu menyimpan sendok?”

Ibu Pina yang merasa semakin lemah mulai hilang kesabaran kepadanya.

“Ibu menyimpannya di lemari. Kamu harus mencarinya!”

Pina merasa sangat malas untuk membuka lemari dan mencari sendok.

“Tidak ada sendok di mana pun. Bagaimana aku bisa membuatkan Ibu bubur jika aku tidak bisa menemukan sendok?”

Ibu Pina yang berada di dalam kamar mulai kesal. Ia kini menyesal telah memanjakan Pina dan tidak pernah menyuruhnya melakukan pekerjaan di rumah. Ibu Pina mengabaikan nasihat para tetangga yang berpikir bahwa Pina terlalu dimanjakan di rumah ini. Kini saat ibu Pina sedang sakit, anak perempuannya itu tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantunya.

“Kenapa kamu sangat malas, Pina? Kamu mungkin harus mempunyai seratus mata agar bisa melihat di mana sendok itu berada.”

Ibu Pina mulai memaki di dalam kamar. Pina yang merasa tidak bersalah hendak meninggalkan dapur. Namun setelah ibu Pina mengucapkan kata-katanya, tiba-tiba sebuah petir bergemuruh di langit. Cahayanya berkilauan menerangi seluruh rumah. Setelah itu Pina pun menghilang. Keesokan paginya, ibu Pina terbangun dari tidur. Ia masih merasa sangat lemah dan tidak bisa bergerak. Ia berniat memanggil Pina untuk membawakannya air dan berpikir mungkin saja Pina telah berubah dan mau berusaha menolongnya.

“Pinaaa.....” panggil ibunya dari dalam kamar.

Ibu Pina memanggil anaknya berkali-kali namun tidak ada sahutan yang ia dengar. Meskipun sekujur tubuhnya terasa sakit, ibu Pina terpaksa bangkit dari tempat tidur menuju dapur. Ia sangat haus dan harus minum air agar tubuhnya tidak semakin lemas. Ia masih terus memanggil nama Pina berharap gadis itu segera menemuinya. Setelah meminum air sebanyak-banyaknya ibu Pina berusaha mencari anaknya di kamar. Dengan hati-hati ia membuka pintu. Namun, tidak ada Pina di kamarnya. Ia terus memanggil Pina namun sepertinya ia tidak berada di rumah. Ia pun berpikir mungkin Pina sedang bermain di luar rumah.

Mengetahui ibu Pina sedang sakit, para tetangga berdatangan membantunya. Mereka merasa Pina sangat keterlaluan karena membiarkan ibunya yang sakit berada sendiri di rumah. Semua tetangga merasa yakin bahwa Pina pastilah sedang bermain di luar bersama teman-temannya dan enggan merawat ibunya yang tengah sakit. Mereka kembali menasihati ibu Pina agar mengajari gadis itu melakukan pekerjaan di rumah.

Ibu Pina menyadari bahwa ia mendidik anaknya dengan cara yang salah. Ia pun bertekad setelah ia sembuh dan Pina kembali, ia akan mengajari anaknya dan tidak lagi memanjakan gadis itu. Setelah beberapa hari, ibu Pina kembali sehat seperti semula. Ia berpikir Pina pasti telah kembali ke rumah. Namun di luar dugaannya. Ketika ia terbangun dan mencari Pina di dalam dan di luar rumah, ia tetap tidak bisa menemukan anaknya itu. Ibu Pina mulai khawatir tentang anaknya. Ia pun segera ke luar rumah dan bertanya kepada para tetangga. Namun tidak ada satu pun yang telah melihat Pina akhir-akhir ini. Teman-teman bermain Pina juga tidak ada yang mengetahui keberadaan Pina.

Ibu Pina kembali ke rumah sambil menangis. Ia tidak bisa menemukan anak kesayangannya. Ia pergi ke dapur untuk memasak bubur karena ia sangat lapar. Ketika hendak mengambil beras untuk dicuci, ibu Pina melihat sesuatu berwarna kuning yang berbentuk bulat. Benda itu berada di sudut dapur rumahnya. Benda itu mirip sekali dengan kepala manusia. Ibu Pina pun mendekati benda itu agar bisa melihat dengan jelas. Ia mengambil benda itu dan melihat ada banyak bulatan seperti mata di sekelilingnya.

Tiba-tiba ibu Pina teringat makiannya terhadap Pina ketika ia menyuruhnya memasakkan bubur. Tangannya mulai gemetar. Ia tidak percaya pada apa yang ia lihat sekarang. Rupanya Pina telah berubah menjadi benda yang ada di tangannya kini. Ibu Pina pun menangis. Ia menyesal telah memaki anak kesayangannya tersebut. Ibu Pina merasa sangat kesepian. Untuk itulah ia menanam benda tersebut. Benda itulah yang kini dikenal sebagai buah nanas. Ibu Pina terus menanam sebanyak-banyaknya buah nanas untuk mengenang anak kesayangannya. 

***

Chesa selesai membaca cerita pendek di majalah.

"Bagus ceritanya," kata Chesa.

Chesa berhenti membaca majalah, ya di taruh saja di meja. Chesa terus menikmati goreng pisangnya, ya sampai perutnya kenyang.

ZANIN YANG CERDIK

Amena membantu ibu beres-beres rumah. Maklum ayah telah lama pergi. Amena membantu ibu dengan baik, ya meringankan beban ibu yang kerja keras sebagai tulang punggung keluarga. Amena duduk dengan santai di ruang tengah, ya sambil membaca buku cerita asal Arab di tulis dengan baik sih.

Isi buku yang di baca Amena :

Ali berlarian ke sana kemari mencari anak lelakinya, Hisyam. Anak itu masih berumur sepuluh tahun. Tadi Ali mengajaknya ke pasar untuk berdagang. Ali lalai mengawasinya karena sibuk dengan pembeli. Hisyam pun pergi entah ke mana. 

“Apa kau melihat anakku?” tanya Ali pada pedagang di sebelahnya.

“Tadi kulihat dia berlarian di dekatmu. Tapi aku kurang memerhatikan lagi ke mana dia pergi.”

Ali pun menyusuri pasar. Ia bertanya pada setiap orang yang ditemui, terutama para pedagang. Sayangnya tak ada yang tahu persis di mana anak lelakinya sekarang. Pasar sedang ramai. Banyak orang lalu lalang. Ali kesulitan mencari Hisyam. Ali kembali ke tempatnya berdagang. Ia duduk termenung di lapaknya. Ali mencari cara agar bisa menemukan anak itu. Ia tak mungkin pulang tanpa Hisyam. Istrinya bisa marah besar bila mengetahui apa yang terjadi. 

“Ali, jangan-jangan anakmu diculik?” ujar seorang pedagang lain. 

“Siapa yang mau menculik anak pedagang kecil sepertiku?” ujar Ali. 

“Mereka mungkin tak tahu anakmu punya orang tua pedagang kecil sepertimu. Anakmu tampan dan bersih. Pakaiannya pun tampak rapi. Ia begitu polos dan lugu.” 

Ucapan pedagang itu semakin membuat Ali khawatir. Ali menanti hingga sore tiba. Pasar mulai sepi. Ali kembali menyisir pasar. Ia mencari anaknya sampai ke kolong-kolong lapak orang. Sayangnya usaha Ali tak membuahkan hasil. Ia tak juga menemukan anaknya. 

“Apa anakku benar-benar diculik?” gumam Ali.

Ali terkejut saat seseorang menepuk bahunya kencang. Ia hampir jatuh terjengkang dari kursinya.

“Maafkan aku, Ali. Aku tak bermaksud membuatmu terkejut,” ucap Zahin seraya membantu Ali berdiri.

“Ya, ya. Tidak apa-apa, Zahin,” jawab Ali sambil menepuk-nepuk celananya yang kotor. 

“Sudah hampir petang sekarang. Biasanya kau sudah pulang. Ada urusan apa kau masih di pasar?” tanya Zahin.

“Aku kehilangan anak lelakiku,” ucap Ali sedih. 

“Bagaimana bisa?”

“Tadi aku mengajaknya berjualan. Aku membiarkannya bermain sendiri. Aku sibuk melayani pembeli. Tiba-tiba saja anakku menghilang. Sudah kucari sampai ke sudut pasar tapi tak kutemukan juga. Aku tak bisa pulang sebelum menemukannya.”

“Mungkin dia bermain lalu tersesat,” hibur Zahin. 

“Entahlah. Aku juga sudah mencarinya ke sekitar pasar juga ke lorong-lorong kecil. Ada yang bilang mungkin anakku diculik.” 

“Bisa saja itu terjadi, Ali. Sekarang ini banyak anak-anak diculik lalu dijual sebagai budak. Aku berharap anakmu bukan salah satunya.”

“Jangan membuatku semakin khawatir, Zahin!” 

Zahin terdiam. Dia ikut memikirkan cara untuk mencari anak Ali yang hilang. Zahin pun menawarkan bantuan. 

“Sebaiknya malam ini kau pulang ke rumahku saja. Kita pikirkan bersama cara untuk menemukan anakmu. Aku akan berusaha membantumu.” 

Ali akhirnya bersedia menerima tawaran Zahin. Ia tak mungkin pulang tanpa anaknya. Sementara malam juga segera datang. Rumah Zahin lebih dekat dengan pasar. Dengan begitu dia bisa segera ke pasar lagi esok hari untuk mencari anaknya. Zahin menerima Ali di rumahnya dengan baik. Ia menyiapkan tempat istirahat yang layak untuk Ali. Zahin juga menyediakan makanan dan minuman untuk Ali. Setelah makan malam, Zahin mulai membicarakan rencananya dengan Ali. 

“Aku sangat berterima kasih atas kebaikanmu ini, Zahin,” ucap Ali merasa sungkan. 

“Sesama manusia memang sudah seharusnya saling menolong,” jawab Zahin sambil tersenyum. 

“Lalu, apa rencanamu?” tanya Ali tak sabar. 

“Kau yakin anakmu diculik?” 

“Kurasa begitu. Hisyam bukan anak yang nakal. Biasanya dia selalu patuh padaku. Kalau dia pergi jauh dariku, dia selalu meminta izin terlebih dulu.”

“Bagaimana bila dia tersesat?”

“Aku sudah mencarinya ke seluruh pasar. Juga ke sudut-sudut kampung di sekitar pasar. Tapi aku tak menemukannya. Jika dia hanya tersesat, pasti aku sudah menemukannya.” 

“Baiklah kalau begitu. Dengarkan rencanaku.”

Zahin pun menyampaikan rencananya pada Ali. Keesokan harinya, Ali datang lagi ke lapaknya di pasar seperti biasa. Dia tetap berjualan. Dia sudah memercayakan urusan anaknya pada Zahin. Saat pasar sedang ramai-ramainya, Zahin berkeliling pasar. Dia berteriak-teriak membuat pengumuman.

“Pengumuman-pengumuman! Putra kawanku, Ali, telah hilang. Dia anak laki-laki berumur sepuluh tahun. Wajahnya tampan dan kulitnya bersih. Namanya Hisyam bin Ali. Barang siapa yang menemukannya, Ali akan memberinya imbalan seribu keping dinar.” 

Zahin mengulang-ulang pengumumannya. Tak hanya di pasar, Zahin juga berkeliling kampung. Berita itu pun menyebar dengan cepat. Orang-orang menyebarkannya dari mulut ke mulut. Tak sedikit yang mencoba mencari Hisyam demi mendapatkan seribu keping dinar dari Ali. Sebenarnya Hisyam sedang disekap di sebuah rumah tak jauh dari pasar. Seorang pria telah menculiknya dan membawa Hisyam ke rumahnya. Pria itu juga telah mengetahui pengumuman Zahin. Tadinya dia akan mengirim pesan kepada Ali untuk meminta tebusan. Tapi sekarang tak perlu lagi karena Ali sudah menawarkan hadiah yang besar. 

“Sebaiknya aku tak tergesa-gesa membawa anak itu pada ayahnya. Hari ini dia menawarkan seribu dinar. Besok pasti ayahnya menawarkan lebih banyak lagi karena terlalu khawatir pada keadaan anaknya,” gumam si penculik. 

Penculik kembali ke rumahnya dan memastikan Hisyam tidak kabur. Hisyam bersandar lemas di ruangan yang gelap. Tangan dan kakinya terikat. Sudah seharian dia tidak makan. Dia menolak menerima makanan apa pun dari si penculik. Hisyam berharap penculik menjadi kesal dan dia dilepaskan. Sekarang perutnya melilit karena lapar. Penculik menghampiri Hisyam dan menaruh sekerat roti di dekatnya. Ikatan tangan Hisyam dilepaskan. 

“Cepat makan! Aku tak mau kau mati. Kalau sampai kau mati, sia-sia sudah usahaku. Aku tak bisa mendapatkan apa-apa dari ayahmu!” bentak penculik itu. 

Hisyam mulai tergoda. Perutnya keroncongan minta diisi. Dia pun mengambil roti tersebut dan memakannya dengan lahap. 

“Cepat habiskan!”

Setelah rotinya habis, tangan Hisyam kembali diikat dengan tali. Penculik itu meninggalkan Hisyam sendiri. Ia pergi entah ke mana. Sudah seharian Zahin dan Ali menanti kabar tentang Hisyam. Tapi tak ada satu pun petunjuk. Mereka semakin yakin Hisyam diculik. 

“Simpan dulu seribu dinarmu. Besok kita coba lagi,” ucap Zahin. 

Ali tertunduk lesu. Ia khawatir rencana Zahin tak berhasil. Keesokan harinya, Zahin kembali berkeliling pasar dan kampung. Ia meneriakkan lagi pengumumannya. 

“Pengumuman-pengumuman! Putra kawanku, Ali, telah hilang. Dia anak laki-laki berumur sepuluh tahun. Wajahnya tampan dan kulitnya bersih. Namanya Hisyam bin Ali. Barang siapa yang menemukannya, Ali akan memberinya imbalan lima ratus keping dinar.”

Orang-orang yang mendengarnya bertanya-tanya, mengapa imbalan yang ditawarkan justru lebih sedikit dari hari kemarin. Padahal biasanya hadiah semakin hari semakin bertambah. Yang lebih terkejut lagi tentu penculik yang telah menyembunyikan Hisyam. Ia berpikiran sama seperti orang-orang lainnya. Ketamakan membuatnya menahan Hisyam semakin lama bersamanya. Namun, yang terjadi justru tak seperti yang dia perkirakan. 

“Seharusnya hadiah bertambah besar. Ini malah berkurang separuhnya. Jangan-jangan aku salah dengar. Bukan lima ratus dinar, tetapi lima ribu dinar. Ya, ya, aku pasti salah dengar. Lebih baik aku menahannya dulu bersamaku. Paling tidak sampai ayahnya menawarkan sepuluh ribu dinar,” gumam penculik itu sambil menyeringai.

Ali kembali kecewa. Usaha Zahin belum juga menampakkan hasil. Tak ada satu pun orang yang bahkan mengaku melihat putranya, Hisyam. 

“Zahin, bagaimana bila anakku tak juga ditemukan? Aku sangat khawatir sekarang,” keluh Ali.

“Tenang saja, Ali, besok anakmu pasti akan kembali.”

“Bagaimana kau bisa begitu yakin?” tanya Ali penasaran.

“Anakmu diculik oleh orang yang tamak. Hari pertama saat aku menawarkan seribu dinar, dia masih menahannya. Dia berharap mendapat tebusan yang lebih besar. Tadi saat tebusan kukurangi menjadi lima ratus dinar, dia masih belum juga menyerahkan. Dia masih bimbang, jangan-jangan besok tebusannya naik lagi. Dia ingin memastikan dulu.”

“Kau yakin besok dia pasti mengembalikan anakku?”

“Ya. Besok aku akan mengurangi tebusannya menjadi seratus dinar saja. Dia pasti merasa rugi bila terus menahan Hisyam,” ucap Zahin meyakinkan Ali. 

“Baiklah. Semoga rencana kita berjalan dengan baik.”

Sementara itu, saat si penculik pulang ke rumah, istrinya sudah menunggu dengan membawa gagang sapu. Ia marah pada suaminya. 

“Dasar bodoh! Harusnya kau kembalikan anak itu pada ayahnya kemarin. Kita akan mendapatkan seribu dinar. Sekarang, ayahnya hanya mau memberi lima ratus dinar!” serbu istrinya.

“Masa? Bukannya mau memberi lima ribu dinar?” ujar penculik itu.

“Buka telingamu! Atau tanyakan saja pada orang-orang di pasar. Semua tahu tebusannya hanya menjadi lima ratus dinar saja. Sebaiknya kau kembalikan anak itu sekarang juga. Jangan-jangan semakin hari tak ada lagi tebusan yang akan dia berikan!” balas istrinya semakin marah. 

“Tenang saja dulu. Aku yakin itu tak akan terjadi. Besok pasti ayahnya menawarkan hadiah lebih besar lagi.” 

“Aku tak yakin. Lagi pula kita harus memberi makan anak itu juga. Seharian ini dia sudah dua kali meminta makan padaku.” 

“O ya? Kemarin-kemarin dia tak mau makan. Malah aku sempat memaksanya,” kata penculik heran.

“Lihat saja sendiri jika tak percaya!” omel istrinya. 

Penculik itu bertahan dengan pendapatnya. Ia masih menahan Hisyam di rumahnya. Ia akan melihat keadaan besok. Ia masih berharap tebusan yang ditawarkan Ali kembali naik. Keesokan harinya, penculik kembali datang ke pasar. Ia menunggu-nunggu Zahin berkeliling memberi pengumuman. Ia berpura-pura makan di kedai kecil di tengah pasar. Pagi itu Zahin berkeliling lagi ke pasar. Ia meneriakkan pengumuman yang sama seperti hari-hari kemarin. 

“Pengumuman-pengumuman! Putra kawanku, Ali, telah hilang. Dia anak laki-laki berumur sepuluh tahun. Wajahnya tampan dan kulitnya bersih. Namanya Hisyam bin Ali. Barang siapa yang menemukannya, Ali akan memberinya imbalan seratus keping dinar.” 

Zahin mengulang-ulang pengumumannya. Penculik itu benar-benar terkejut mendengarnya. Ia tak mengira ternyata ucapan istrinya benar. Hadiah tebusan yang ditawarkan semakin berkurang jumlahnya. Ia pun mendekati Zahin. 

“Tuan, beberapa hari lalu aku dengar kau mengumumkan imbalan yang akan diberikan seribu dinar. Kemudian kemarin aku dengar menjadi lima ratus dinar. Sekarang, mengapa semakin sedikit? Hanya seratus dinar?” tanya penculik itu. 

Ia berpura-pura sedang berbelanja di pasar. 

“Yah, memang begitu seharusnya. Imbalan yang ditawarkan sebanding dengan harga anak yang hilang itu.”

“Maksud Anda?” tanya si penculik semakin penasaran.

“Ketika hari pertama anak itu hilang, dia pasti menolak makanan apa pun yang diberikan oleh orang asing kepadanya. Ia mempertahankan harga dirinya. Maka orang tuanya menganggap anak itu sungguh berharga bagai emas karena bisa menjaga kehormatannya. Imbalan seribu dinar kepada siapa yang menemukannya dirasa setimpal.”

“Ya, saya setuju denganmu Zahin,” ucap seorang pedagang yang juga menyimak pembicaraan Zahin dan si penculik. 

“Sayangnya ia tak segera kembali. Anak itu pasti mulai lapar. Ia tak lagi malu menerima makanan pemberian dari orang asing. Bagi orang tuanya, ia telah menurunkan sedikit harga dirinya. Karena itu imbalan yang diberikan pun harus setimpal. Lima ratus dinar saja sudah cukup.” 

“Lalu hari ini, kenapa turun lagi menjadi seratus dinar?”

“Itu karena dia mulai putus asa. Dia berani meminta makanan pada orang asing demi mengisi perutnya yang lapar. Ia sungguh telah mempermalukan orang tuanya dengan meminta-minta. Karena itu orang tuanya menganggap seratus dinar cukup untuk imbalan bagi siapa pun yang menemukan anaknya. Bila tak juga kembali, orang tuanya tak akan memberi imbalan apa pun pada orang yang menemukannya.”

“Mengapa begitu?”

“Karena anak itu bukan hilang tersesat atau diculik. Ia pasti pergi atas kemauannya sendiri. Dan dia akan kembali dengan kemauannya sendiri.”

“Bagaimana Anda bisa tahu anak itu akan berlaku demikian?” tanya penculik lagi.

“Karena aku telah menanyakan tabiatnya pada ayahnya. Tapi kenapa Anda ingin tahu sekali tentang hal ini?” Zahin balik bertanya. 

Penculik pun gelagapan. 

“E... e... maaf aku harus segera pergi,” jawab si penculik. 

Penculik itu bergegas pulang ke rumahnya. Ia akan menyuruh istrinya untuk mengantarkan anak itu kembali pada ayahnya. Setidaknya ia bisa menerima seratus dinar sebagai imbalan. Zahin diam-diam mengikuti penculik itu karena curiga, namun si penculik tak menyadarinya. Ia segera masuk ke dalam rumah dan mencari istrinya. “Aku tak mau. Kembalikan saja sendiri!” tolak istri penculik itu. 

“Tapi pria yang memberi pengumuman tentang anak hilang itu akan mengenaliku. Dia pasti mengira aku telah menculiknya.”

“Memang kau yang telah menculiknya, kan?”

“Ya. Dan aku tidak akan mendapatkan sepeser pun uang dari mereka. Bisa-bisa mereka meringkusku dan mengirimku ke pengadilan,” kilah penculik itu.

“Aku atau kau yang mengembalikannya, tak ada bedanya. Anak itu pasti bisa bercerita kepada ayahnya.” 

Sang istri tetap menolak permintaan suaminya. 

“Sebelum anak itu bercerita, ambil uangnya lalu segera pergi,” pinta penculik itu lagi.

“Lebih baik kau lakukan saja sendiri!”

Tiba-tiba pintu didobrak dari luar. Zahin, Ali, dan beberapa orang pria berdiri di luar. Zahin sempat menguping pembicaraan si penculik dan istrinya. Ia lalu segera kembali ke pasar untuk memanggil Ali. Beberapa pedagang yang berjualan di dekat lapak Ali ikut serta. 

“Kembalikan anakku!” teriak Ali. Ali dan Zahin segera masuk ke dalam rumah untuk mencari Hisyam, sementara beberapa pria lain memegangi penculik dan istrinya agar tidak kabur. 

Ali dan Zahin menemukan Hisyam meringkuk di sudut kamar yang gelap. Mereka segera melepaskan ikatan tali di tangan dan kaki Hisyam. Penculik dan istrinya menangis memohon ampun. Mereka meminta maaf pada Ali. Ali lega anaknya sudah kembali, ia pun memaafkan perbuatan penculik itu.

“Ali memang memaafkan kalian. Tetapi kalian tetap harus dibawa ke pengadilan agar kalian jera. Biar pengadilan yang memutuskan hukuman untuk kalian,” ucap Zahin.

Ali tak jadi kehilangan uang untuk imbalan orang yang menemukan anaknya. Ia menyedekahkan uang yang telah ia siapkan sebagai rasa syukur. Selama ini ia hanya menyiapkan seratus dinar. Cuma itu yang ia miliki. Imbalan seribu dan lima ratus dinar hanyalah taktik dari Zahin saja.

***

Amena selesai membaca bukunya dan berkata dengan baik "Cerita yang bagus."

Amena menutup bukunya dan buku di taruh di rak bukulah. 

"Belajar ah!" kata Amena.

Amena ke kamarnya untuk belajar, ya mengulas pelajaran yang di berikan guru dengan baik...agar anak pintar yang membanggakan ibu.

CAMPUR ADUK

JEFF, WHO LIVES AT HOME

Malam hari, ya bintang berkelap-kelip di langit. Setelah nonton Tv yang acara menarik dan bagus....FTV di chenel AllPlay Ent, ya seperti bia...

CAMPUR ADUK