CAMPUR ADUK
Thursday, October 31, 2019
OH TUHAN KU CINTA DIA
Wednesday, October 30, 2019
DAYANG RINDU
AIR SUNGAI SEKAMPUNG RASA MANIS
Untuk membunuh si Raja Raksasa ini, Agus Wirow Kencana mengandalkan sebilah keris yang diberi nama "Sekian Duo Jariy". Dinamakan demikian karena keris itu dimanapun saja dititipkan maka ujung keris itu akan berlebih dua jari.
Agus Wirow Kencanapun berangkatlah mencari Raja Gegasiy. Langkah pertama Agus Wirow Kencana menuju Pelangan (kampung Peniangan sekarang), Setibanya di Peniangan, Agus Wirow Kencana menyelidiki, dengan jalan mendengarkan dan dari orang setempat di mana si Raja Raksasa sering berjalan-jalan Ternyata Raja Gegasiy tidak akan disitu. Dan di sinilah sebabnya kampung tersebut dinamakan PENIANGAN yang berarti, pendengaran. Para mulanya kampung ini juga dinamakan LUWENGAN. Luweng sama dengan Tieng yaitu berarti mendengarkan atau mengamat-amati sesuatu.
Dari Luwengan atau Peniangan ini, Agus Wirow Kencana karena tidak menjumpai si Raja Raksasa,maka beliau meneruskan perjalanannya ke Jabung sekarang ini. Setelah sampai di tempat ini, beliau memeriksa kerisnya, kalau-kalau ada kerusakan atau kekurangannya. Ternyata ini memang benar ada kerusakannya, yaitu gagang keris ini menjadi longgar, sehingga tidak dapat dipergunakan untuk berperang atau berkelahi, apalagi untuk melawan musuh seperti Raja Raksasa ini. Di tempat inilah Agus Wirow Kencana memperbaiki gagang keringnya yang longgar itu, dan melihatnya sebangsa tali. Perbuatan meliliti gagang keris dengan sebangsa tali khusus inilah yang namakan "Jabung" (di Jabung berarti mengikat gagang keris). Dari perbuatan Agus Wirow Kencana inilah, maka sekitar daerah ini dinamakan daerah JABUNG sampai sekarang ini.
Setelah istilah sejenak, maka Agus Wirow Kencana melanjutkan perjalanan ke arah muara sungai Sekampung. Beliau tiba di suatu tempat yaitu tempat si Raja Raksasa tinggal.
Sebelum beliau mendatangi rumah Raja Raksasa, beliau sesekali lagi mempersiapkan diri dan memeriksa senjatanya. Maskipun saja yang akan menjadi lawan berperang nanti di daerah dan rakyatnya. Berarti orang ini adalah seorang. Yang kuat dan menpunyai ilmu tinggi. Sekali lagi Agus Wirow Kencana memeriksa senjatanya yaitu kerisnya tadi. Gagangnya sudah kuat. Tetapi beliau melihat ujung kerisnya kurang tajam. Agus Wirow Kencana memang membawa asahan atau batu untuk mempertajam senjata tajam. Maka keris Agus Wirow Kencana diasahnya sampai tajam ujungnya sampai beliau yakinjika ujung keris tersebut ditikamkan pada barang apapun pasti akan luka dan tembus olehnya. Karena daerah ini merupakan tempat Agus Wirow Kencana mengasah kerisnya. Maka diberi nama ASAHAN sampai sekarang ini. Daerah Asahan ini terletak di sebeh Tenggara Jabung atau di sebelah muara Way Sekampung dari Jabung. Rumah Raja Raksasa terletak di tengah-tengah kampung Asahan, sehingga Agus Wirow Kencana tidak sulit mendatanginya.
Pada waktu Agus Wirow Kencana mendatangi rumah Raja Raksasa, kebetulan si Raja Raksasa ini sedang ada di rumahnya. Beliau tidak berpergian. Kemana-mana seperti biasanya. Melihat kedatangan Agus Wirow Kencana, maka Raja Raksasa menjadi sangat marah dan sangat murka, karena beliau memang mengetahui bahwa rencana dan keputusannya tentang larangan mengambil air Way Sekampung bagi yang bukan rakyatnya sendiri, akan mendapat tantangan dan perlawanan dari pihak lain, terutama dari pihak Agus Wirow Kencana. Dengan kemarahannya yang meluap-luap. Raja Raksasa berteriak dengan nyaring, memberikan tantangan kepada Agus Wirow Kencana.
"Siapa saja yang merasa gagah berani, silahkan kemari. Saya memang selalu mencari lawan yang tangguh".
Raja Raksasa mempunyai sebuah tameng atau perisai. Perisai ini berbentuk bundar dengan garis, menengah kurang lebih senti meter dan tebalnya kira-kira 15 cm, dan terbuat dari kayu jati.
Mendengar tantangan Raja Raksasa, Agus Wirow Kencana tidak memberikan reaksi atau komentar apa-apa. Beliau hanya diam saja dengan sikap mental yang tangguh, siap menanti datangnya serangab dari Raja Raksasa yang tampaknya sudah beringas. Memang tepat sikap Agus Wirow Kencana. Raja Raksasa dengan tiba-tiba melompat dari atas rumahnya (karena rumahnya panggung), langsung menyerang Agus Wirow Kencana, dan menekannya. Dengan tameng atau perisai tadi sekuat tenaganya, maksudnya jika badan Agus Wirow Kencana di tekan dengan perisai itu, akan terjepit di tanah dan badannya akan remuk.
Pada saat itu juga, kebetulan tanah tempat Agus Wirow Kencana berpijak jadi longsor dan badan Agus Wirow Kencana, masuk ke dalam tanah. Karena itu beliau tidak merasakan sakit apa-apa, bahkan beliau sempat memutarkan kerisnya, sehingga tepat mengarah ke badan Raja Raksasa yang terlindungi oleh perisainya. Ujung keris mengenai perisai Raja Raksasa. Perisai ini tembus dan langsung mengenai badan Raja Raksasa sehingga tembus sampai kebagian belakangnya oleh keris Agus Wirow Kencana. Ujung keris ini tampaknya tersembul menembus badan Raja Raksasa sepanjang dua jari tangan. Si Raja Raksasa mati seketika.
Mati oleh tikaman keris Agus Wirow Kencana yang bemama Sekilan Dua Jari. Agus Wirow kencana merasa puas dan kemudian kembali kekampungnya, memberitahukan kepada rakyatnya, bahwa Raja Raksasa, maka rakyat yang ada di kamipung itu menjadi gempar dan takut. Di antara mereka tidak ada yang berani melawan Agus Wirow Kencana untuk membela Rajanya. Semuanya hanya berdiam dan kesimak melihat peristiwa singkat yang baru saja berlalu, tetapi merupakan peristinya besar. Karena tidak ada di antara mereka yang sanggup menegakkan kembali kekuasaan si Raja Raksasa, maka larangan untuk mengambil air Way Sekampung pun dihapuskan. Semua orang yang berdiam di sekitar Way Sekampung bebas mengambil dan menggunakan air itu untuk keperluan apapun, baik untuk mandi, minum, untuk mencuci pakaian dan sebagainya. Sekarang tidak ada lagi satu kekuasaan pun yang dapat merintangi orang yang mau mengambil atau mempergunakan air Way Sekampung itu.
Demikian juga rasa air Way Sekampung, yang tadinya ada dua macam rasa yaitu manis dan tawar, sekarang tidak lagi demikian. Semua air yang mengalir dalam sungai Sekampung telah telah terasa tawar seluruhnya seperti air sungai biasa lainnya. Mengalirnya pun yang semula sebelah sungai terasa tawar dan mengalir ke hilir atau ke muara, dan yang sebelah sungai lagi mengalirnya ke hulu dengan rasa manis, sekarang setelah matinya Raja Raksasa, seluruh air sungai Sekampung telah mengalir ke muara atau ke laut Jawa.
Pada masa sekarang ini, sungai Sekampung, yaitu di sekitar daerah Jabung atau Kecamatan Jabung sekarang, terbagi menjadi dua bagian, yaitu Marga Sekampung Ilir dan Marga Sekampung Udik. Pembagian marga ini adalah hasil dari pemerintah kolonial Belanda dengan pimpinan marga adalah Pesirah. Yang termasuk daerah Marga Sekampung Ilir adalah mulai Kampung Batubadak sampai kampung Gunung Sugih Kecil, sedangkan. Yang termasuk Marga Sekampung Udik adalah mulai dari kampung Batu badak sampai kampung Tubo. Menurut ketentuan pada zaman Belanda, Marga Sekampung Ilir berkedudukan di Asahan dan Marga Sekampung Udik berkedudukan di kampung Gunung Rayo.
Monday, October 28, 2019
HARI INI
Sunday, October 27, 2019
CUMA CERITA AJA
Saturday, October 26, 2019
CUMA CERITA
BINCANG-BINCANG SAJA (TERIMA KASIH)
Friday, October 25, 2019
BINCANG-BINCANG SAJA
Wednesday, October 23, 2019
SI TAMBA
TIGA PANGERAN
Raja itu mempunyai tiga orang putera, dan hal itulah yang membuat sang raja bingung. Karena takut dia akan salah dalam memilih dan menyebabkan permusuhan dan perpecahan di kerajaanya. Tapi ahirnya dia mendapat sebuah ilham untuk membantunya menyelesaikan permasalahan yang dia hadapi.
Maka pada suatu hari,di panggilah ke tiga puteranya untuk menghadap. Lalu sang raja berkata..''Hai anak-anak ku, hari ini kalian bertiga ku panggil menghadap karena suatu hal. Kalian tahu usia ku tak lagi muda, maka aku berniat mengangkat salah satu dari kalian untuk menggantikan ku. Tapi agar adil, aku akan memberi satu pertanyaan yang masing-masing dari kalian harus jawab. Dan dari jawaban yang kalian utarakan aku akan menentukan siapa yang berhak menggantikan ku. Dan ketika aku telah memilih, maka kalian harus rela dan tidak ada dendam yang kalian pendam,'' kata sang raja.
Ketiga pangeran menyanggupi syarat dari raja. Karena mereka yakin, apa yang di putuskan oleh ayahandanya adalah pilihan terbaik. Kemudian sang raja pun berkata lagi "Seperti apa cinta mu pada rakyat mu?''
Anak pertama pun mengangkat tangan dan berkata ''Cinta ku pada rakyat ku sebesar gunung ayahanda,'' Jawabnya dengan mantab.
''Hmm..begitu? Mengapa harus sebesar gunung?'' tanya sang raja lagi.
''Gunung itu besar, tinggi dan kuat mencengkeram tanah. Jadi begitulah wujud cinta ku,yang kuat, besar dan tak tergoyahkan,'' jawab anak pertama dengan mantab.
''Tapi bukankah di pulau madura ini tidak ada gunung? Dari mana kau bisa tahu wujudnya gunung?'' tanya baginda raja lagi.
''Tapi di pulau jawa ada banyak gunung ayahanda,dan hamba mendengar semua hal tentang gunung dari orang-orang yang pernah ke sana,'' kata putra menjelaskan.
''Jadi kau menyimpulkan sesuatu dari kabar orang, padahal kau belum melihatnya sendiri? Lalu bagaimana cara mu berlaku adil pada rakyat mu jika kau mengetahui masalah mereka hanya dari kabar yang kau dengar?'' tanya sang Raja.
Anak pertama terdiam mendengar pertanyaan Raja, dia menyadari letak kesalahanya. Lalu sang raja pun ganti bertanya pada putra ke dua. Dengan mantab dan percaya diri si anak kedua pun menjawab..?.
"Cinta ku kepada rakyat ku seperti bintang di langit ayahanda."
''Sebutkan alasan mu..!!'' pinta Raja.
''Bintang itu indah, berkilau, bertaburan tak terhitung dan berada di langit yang tinggi hingga tak ada yang dapat melampauinya. Bahkan tingginya gunung sekalipun tak dapat mengalahkanya. Keindahan dan gemerlapnya dapat di nikmati setiap manusia yang ada di bumi, begitulah wujud cinta ku ayahanda...seperti bintang, agar semua rakyat ku dapat menikmati indahnya cinta ku," kata anak ke dua menjelaskan.
''Hmm..bagus,niat mu sangat mulia.Tapi..bagaimana mungkin rakyat mu bisa merasakan cinta mu,bisakah kau bersikap adil?'' tanya sang raja.
''Maksud ayahanda?'' tanya anak kedua tak mengerti.
''Begini..bintang itu tinggi,terlalu tinggi hingga tak terjangkau. Lalu..bagaimana kau bisa berlaku adil pada rakyat mu jika untuk menemui mu saja mereka tak bisa..?'' tanya Raja.
Anak ke dua pun terdiam tanpa bisa menjawab.Lalu sang Raja pun ganti melanjutkan bertanya pada si bungsu,anak terahirnya. Raja pun mengutarakan pertanyaan yang sama seperti yang di tanyakan pada ke dua kakaknya.
''Cinta ku pada rakyat ku seperti garam ayahanda......," jawab si bungsu.
''Hmm..kenapa garam? Bukankah garam adalah sesuatu hal yang remeh? Kenapa tak memilih bulan atau matahari yang lebih besar, indah, dan bersinar ?'' tanya Raja.
''Begini ayahanda...setiap hari hamba menghabiskan waktu untuk berkeliling negri dan membaur dengan rakyat, bahkan hamba di ajari membuat garam oleh mereka. Mungkin..garam adalah hal yang sepele dan tak bernilai, tapi garam adalah hal yang di butuhkan oleh semua orang. Karena garam adalah hal yang tak terlalu berharga,hingga membuat semua kalangan bisa mendapatkanya dengan mudah, bahkan jika membelipun, Garam bisa di dapat dengan harga yang cukup murah. Garam ada di manapun, hingga tak terlalu sulit untuk menemukanya," kata si bungsu menjelaskan.
Raja terdiam mendengar penjelasan si bungsu. Setelah lama di tunggu, Raja tetap tak menemukan sangkalan untuk si bungsu. Dan akhirnya Raja memutuskan bahwa si bungsulah yang akan menggantikan tahtanya. Dan kedua kakaknya pun menerima keputusan Raja dengan bijak dan lapang dada......
CAMPUR ADUK
MUMBAI XPRESS
Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...
CAMPUR ADUK
-
1. Asal Usul Pangeran Jayakusuma Alkisah cerita, ada sebuah kerajaan yang besar di daerah Timur dengan rajanya yang bernama Prabu Braw...
-
Sekurang-kurangnya sepuluh atau lima belas orang, laki-laki dan perempuan, berdiri dalam satu deretan panjang, berbaris dari belakang dan...
-
Pagi indah sekali di Baturaden. Matahari bersinar cerah menimpa pohon-pohon ceramah yang kelihatan hijau berkilat. Puncak Gunung Slamet m...