Budi duduk di depan rumahnya sedang baca cerpen yang menarik ceritanya, ya sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan gitu.
Isi cerita yang baca Budi :
Parvana adalah seorang gadis berusia 11 tahun yang tinggal di Kabul di bawah Imarah Islam Afghanistan Taliban (1996–2001). Ayahnya, Nurullah, adalah mantan guru sekolah yang menjadi pedagang kaki lima setelah kehilangan kaki kirinya dalam Perang Soviet-Afghanistan. Suatu hari, saat makan malam, dia ditangkap secara tidak adil setelah seorang preman muda Taliban, Idrees, mengira dia menghinanya sebelumnya saat keduanya sedang menjual barang di pasar. Karena Taliban melarang wanita karena pergi tanpa kerabat laki-laki, keluarga Parvana dibiarkan tanpa sarana untuk menghidupi diri mereka sendiri, karena kakak laki-lakinya Sulaiman meninggal bertahun-tahun yang lalu, meninggalkannya, ibunya Fattema, kakak perempuannya Soraya, dan adik laki-laki bungsunya Zaki. Ketika Parvana dan ibunya mencoba pergi ke penjara untuk mengajukan banding atas penangkapan Nurullah, seorang preman memukuli Fattema dan mengancam akan menangkap mereka jika mereka keluar lagi. Parvana menghibur Zaki dengan menceritakan kisah seorang bocah lelaki dalam upaya untuk mengambil benih desanya dari Raja Gajah yang jahat.
Belakangan, Parvana mencoba membeli makanan untuk keluarganya, tetapi para penjaja tidak bisa menjualnya karena takut pada Taliban. Untuk menghidupi keluarganya, dia memutuskan untuk memotong rambut dan berpakaian seperti laki-laki, "Aatish", yang mengaku sebagai keponakan Nurullah. Plotnya berhasil, dan Parvana bisa mendapatkan makanan dan uang. Atas saran Shauzia, gadis muda lainnya yang menyamar sebagai laki-laki, Parvana mencoba menyuap penjaga penjara agar dia bisa melihat ayahnya. Namun, penjaga mengirimnya pergi. Dia bekerja untuk menabung lebih banyak uang untuk suap yang lebih besar, melakukan pekerjaan kerja paksa dengan Shauzia, yang mencoba menabung cukup uang untuk melarikan diri dari ayahnya yang kejam. Sementara itu, Fattema terpaksa menyurati seorang kerabat di Mazar, ya mengatur pernikahan untuk Soraya dengan imbalan tempat tinggal dan perlindungan. Parvana juga bertemu dengan Razaq, mantan mitra patroli Idrees; Razaq yang buta huruf membayarnya untuk membacakan surat yang memberitahukan bahwa istrinya dibunuh oleh ranjau darat. Dia berteman dengannya dan terus bertemu dengannya sehingga dia bisa mengajarinya cara membaca dan menulis.
Parvana dan Shauzia melakukan kerja paksa di mana Idrees juga hadir. Dia mengenalinya, dan, setelah tiba-tiba dipukul oleh Parvana dengan batu bata, mencoba membunuhnya saat dia melarikan diri bersama Shauzia. Parvana dan Shauzia berhasil bersembunyi, dan Idrees tiba-tiba dipanggil untuk berperang, tidak pernah terlihat lagi. Ketika Parvana kembali ke rumah, Fattema memohon padanya untuk menghentikan rencana berbahaya itu, memberitahunya bahwa kerabatnya menerima Soraya dan bahwa mereka akan dikumpulkan lusa. Parvana setuju dengan syarat bahwa dia dapat mengunjungi Nurullah di penjara untuk memberitahunya kemana mereka akan pergi, karena Razaq memiliki sepupu yang bekerja di sana yang akan mengizinkannya masuk. Dia dengan air mata mengucapkan selamat tinggal pada Shauzia, berjanji bahwa mereka akan bertemu 20 tahun lagi. Kemudian. Namun, saat Parvana melakukan perjalanan ke penjara, sepupu Fattema datang lebih awal dan memaksa mereka untuk ikut bersamanya tanpa Parvana, karena perang akan dimulai dan jalan akan segera diblokir. Fattema akhirnya menentang sepupunya dengan marah, menolak untuk membiarkan dia membawa mereka lebih jauh, dan dia meninggalkan keluarga itu terdampar di jalan.
Parvana tiba di penjara, di mana dia menemukan Razaq. Setelah Parvana mengungkapkan bahwa dia adalah putri Nurullah, Razaq memberi tahu dia bahwa sepupunya telah pergi untuk berperang, tetapi dia akan mengambil Nurullah. Saat penjara dibersihkan dari tahanan lemah yang tidak mampu melawan, Parvana menyaksikan eksekusi mereka. Karena ketakutan, dia mengumpulkan keberaniannya untuk tetap tinggal dengan menyelesaikan kisah anak laki-laki itu, yang dia ubah menjadi Sulaiman, mengungkapkan bahwa dia meninggal setelah mengambil "mainan" di jalan, yang sebenarnya adalah ranjau darat yang meledak. Razaq tertembak di bahu saat menyelamatkan Nurullah yang lemah, namun lukanya tidak fatal dan dia menyatukan kembali ayah dan putrinya. Parvana membawa ayahnya pergi, di mana mereka akan segera bersatu kembali dengan anggota keluarga lainnya dan melarikan diri dari Afghanistan bersama, saat keduanya melanjutkan cerita yang mereka ceritakan satu sama lain.
***
Budi selesai baca cerpen, ya buku di tutup dan di taruh di bawah meja gitu. Ya Budi menikmati minum kopi dan makan gorengan. Eko dateng ke rumah Budi, ya motor di parkirkan di depan rumah Budi dengan baik. Eko duduk dengan baik, ya dekat Budi.
"Seperti biasanya hidup ini. Manusia berencana dalam usahanya menjalankan hidup ini. Tuhan yang menentukan segalanya," kata Eko.
"Realita hidup ini," kata Budi.
"Emmmm," kata Eko.
"Hari ini. Aku ada cerita. Ya terkesan dengan usaha penjual mantang," kata Budi.
"Terkesan penjual mantang," kata Eko.
Eko mengambil gorengan berupa mantang di piring.
"Maksudnya mantang goreng ini?" kata Eko.
Ya Eko makan mantang goreng yang enak, ya buatan Budi gitu.
"Iya mantang goreng. Aku membeli mantang sama penjual mantang, ya menjual barang dagangannya di jajakan dengan baik ke sana ke sini. Ya mantang di olah di rumah, ya di goreng sama tepung. Jadi mantang goreng. Ya membuat aku terkesan usaha dari pedagang mantang tersebut. Dengan serba serbi jualan ini dan itu dari usaha manusia. Pedagang mantang berusaha dengan baik dengan barang dagangannya laku dengan baik. Hasil usahanya, ya untuk keluarga. Rasa syukur dari usahanya, ya ibadah dengan baik," kata Budi.
"Demi keluarga. Berusaha dengan baik," kata Eko.
Eko mengambil aqua gelas di bawah meja, ya di dalam kardus gitu. Memang Budi menyiapkan untuk tamu aqua gelas gitu. Eko meminum aqua gelas dengan baik.
"Demi keluarga berusaha dengan baik," kata Budi.
"Bagi yang jalan baik. Ya pasti dekat dengan agama demi kebaikan diri, keluarga dan orang lain," kata Eko.
"Memang bagi jalan baik, ya dekat dengan agama gitu. Ya....karena hidup ini antara baik dan juga buruk. Ya seperti cerita misteri. Ya manusia yang ingin cepat kaya. Cerita dengan cara ingin mendapatkan kekayaan dengan menggunakan ilmu hipnotis atau gendam, ya mendapatkan harta dari orang-orang kaya gitu, ya bisa di bilang menipu gitu," kata Budi.
"Kelakuan manusia yang perilaku buruk," kata Eko.
"Ketika manusia yang punya ilmu hipnotis atau gendam, ya kerjaannya di gagalkan seorang Ustad. Terjadi pertarungan sengit gitu. Ya menang Ustad gitu. Manusia yang berperilaku buruk di tangkap Polisi, ya Lapor Pak!, ya Pak Andre sendiri menangkap penjahat tersebut dan di bawa ke kantor untuk di penjara gitu," kata Budi.
"Kalau hal buruk, ya memang harus di berantas sama manusia baik," kata Eko.
"Sekedar bahan obrolan lulusan SMA!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Kita yang paham ilmu agama, ya menjalankan hidup ini dengan jalan baik. Terus berjuang mengubah nasif dari keadaan miskin sampai jadi kaya," kata Budi.
"Hidup penuh perjuangan mengubah keadaan dari miskin jadi mampu. Tetap di jalan baik karena paham agama," kata Eko.
"Main kartu remi saja!" kata Budi.
"OK. Main kartu remi!" kata Eko.
Budi mengambil kartu remi di bawah meja, ya di dalam kardus gitu. Kartu remi di kocok dengan baik dan di bagikan dengan baik kartu remi gitu. Permainan yang di mainkan Budi dan Eko, ya permainan cangkulan gitu.
"Ngomongin kisah cinta, ya berkaitan dengan agama Islam. Bagus ceritanya," kata Budi.
"Sinetron. Acara Tv...kan Budi?" kata Eko.
"Iya. Acara Tv!" kata Budi.
"Emmmm," kata Eko.
"Acara musik ini dan itu, ya bagus!" kata Budi.
"Ya realitanya begitu. Bagus dan bagus!" kata Eko.
Eko dan Budi main kartu remi dengan baik gitu.
No comments:
Post a Comment